13

2.3K 131 14
                                    

Joong mengacungkan jari telunjuknya di hidung sang kekasih, berkali-kali memeluk manja lengan pria manis hanya untuk mencari perhatian. Di sisi kiri meja taman sekolah terdengar ributnya para mahasiswa saling berbincang, sedangkan dia dan Dunk terus tenggelam dalam kebisuan. Kekasihnya begitu sibuk mengetik laporan, jadilah Joong sendirian bersenandung menciumi lengan si manis.

"Dunk, ayo makan"

"Humm, sebentar lagi"

"Sudah lapar..."

Dunk menghela nafas, sejenak menatap wajah berbinar Joong dan meringis. "Yasudah, Joong duluan saja. Aku akan menyusul"

"Ckk, aku maunya ke kantin bersamamu" cicit Joong mengintip wajah manis dari sela-sela bahunya.

"Seperti anak kecil saja"

Belum sempat berdebat lebih panjang, Phuwin datang entah darimana meletakkan sekotak cemilan diatas meja. "Makan ini, dari Mommy untukmu"

"Woahh... Serius? Terimakasih yah" Joong tersenyum lebar "Dunk, ayo makan dulu"

"Jangan berikan pada Dunk" sergah Phuwin membetulkan kemejanya "aku ke perpustakaan dulu yah, sampai jumpa"

Dunk melambai, kemudian kembali fokus pada notebook nya.

"Dunk tidak suka dimsum?"

Lelaki manisnya tersenyum, meneliti dimsum diatas meja dengan wajah tak terbaca. Joong mengusap bahu Dunk, mereka bertatapan Bingung "Aku suka kok, tapi kau bisa memakannya sendiri saja. Aku tak terlalu ingin dimsum hari ini"

"Tidak mau tau, pokoknya harus makan"

Dunk mengambil satu dimsum dengan tangannya, sekilas Joong nampak mengawasi hingga sepenuhnya Dunk menguyahnya. "Enak..."

"Enak kan? Dimsum buatan Mommy memang terbaik"

Sekali lagi hanya anggukan, senyum terpatri begitu tulus. Dunk memakan dimsum sembari mengetik, bahkan Joong tak berhenti menyuapinya. "Kekasihku sangat manis"

"Begitukah?"

"Humm..." Joong menautkan jemari mereka, bahkan saat Dunk membalikkan kepala dia tetap diam dengan posisinya. "Aku mencintaimu Dunk, benar-benar mencintaimu"

"Kurasa aku akan bosan mendengarkan kata cinta setiap saat, Joong tak pernah bosan mengucapkannya"

"Baiklah, aku tak akan pernah bosan-bosan mengatakan ini. Dunk, aku mencintaimu... Aku benar-benar hanya mencintaimu"

Ada ketakutan dalam matanya, segala kenyamanan dan cara Joong memperlakukannya membuat segala hal menjadi lebih indah. Lelaki itu tak pernah membiarkan sedikitpun Dunk terluka, tak pernah bersedia jauh darinya. Segalanya menjadi berarti, perasaan berkecamuk yang selalu membuatnya sedih lenyap sudah. Kehadiran Joong adalah perkara dari segala kebahagiaan, dia mendapatkan segalanya.

"Joong... Apa kau tau tingkat cinta tertinggi itu seperti apa?"

Lelaki itu terdiam, menyimak wajah Dunk dalam diam. Satu tangan si manis mendarat di bahu Joong, semakin memperdalam tatapan mereka. "Tingkat cinta tertinggi adalah melihat kebahagiaan seseorang yang kau cintai, Joong... Sejauh apapun kau akan pergi aku akan melepaskan mu. Semua demi kebahagiaanmu, dan bukti bahwa cintaku telah sampai di tingkat tertinggi"

"Dunk-

-kau bisa memegang janjiku, suatu saat jika Joong tak bahagia lagi denganku. Aku adalah orang pertama yang mengantarkan mu pada seseorang yang bisa membuatmu bahagia, tak peduli siapa itu. Aku akan melepaskan Joong dengan ikhlas, karena cintaku telah sampai di tingkat tertinggi"

Bagaimana menanggapi situasi ini? Joong cukup resah akan ucapan kekasihnya. "Dunk, jangan memikirkan hal yang tak masuk akal"

Hanya anggukan kecil, pertanda bahwa lelaki manis itu sudah sangat mengerti. "Aku hanya mengatakannya, agar kau tau bahwa aku tak akan memaksakan kehendak ku" Dunk kembali fokus pada layar notebook, tangannya menepuk bahu Joong. "Jangan takut dengan perasaanmu, kau memiliki hak untuk dirimu sendiri"

.
.
.
.
.

"Terima kasih makanannya" Joong menunduk hormat, melemparkan sekotak bekal kosong mendarat di tangan Phuwin.

"Sama-sama, kau tak memberikannya pada Dunk kan?"

Joong menyergitkan dahi, mengapa jika dia memberikan dimsum kesukaannya untuk sang kekasih? "Aku bahkan nyaris tak memakan satupun, semuanya ku suapkan untuk Dunk saja"

"Sialan... Kau tuli atau bagaimana?" Phuwin tersulut emosi, dia berjalan menuju Joong "dia tak makan dimsum, sial dia alergi dimsum ayam"

Cukup syok, saat Joong mencerna ucapan saudaranya segeralah dia bergegas meninggalkan perpustakaan. Berlari cepat dengan hati tak karuan mencari sang kekasih, menengok kanan-kiri. Hingga sampai di depan toilet, firasatnya buruk. "Dunk..." Cicitnya pelan memasuki toilet, mendapati kekasihnya menenggelamkan wajah di wastafel.

"Huweek..."

"Dunk..." Dia menghela nafas panjang, mengusap tengkuk sang kekasih penuh kelembutan. "Kenapa tidak bilang?" Suaranya bergetar, kekhawatiran membuatnya merasa sangat bersalah.

Satu tangan lelaki manis itu menepuk bahu Joong, "aku baik-baik saja" ujarnya menatap cermin membersihkan mulut dan berkumur.

"Maafkan aku..." Joong memeluknya dengan erat, ada rasa bersalah dari nada suaranya. "Aku menyakiti mu berkali-kali, aku bahkan tak memperdulikan perasaanmu. Aku selalu menjadi asal-muasal kesakitan mu, Dunk... Maafkan aku"

Apa yang harus dia katakan? Jika boleh jujur dia terluka tentang orang dimasa lalu yang selalu menjadi pikiran terburuk yang menghantuinya. Namun segalanya telah berakhir, dan Joong telah berjanji. Seharusnya dia sudah bisa menerima keputusan itu dan percaya, kekasihnya tak akan pernah berpaling.

"Joong... Aku baik-baik saja"

Lelaki itu menggeleng pelan, raut wajahnya lembut. "Aku antar pulang saja, lalu istirahat"

Dunk memberikan senyuman manis penuh maafnya, mencium pipi Joong "jangan khawatir, aku baik-baik saja"

Jemarinya lamat menyamai tengkuk lelaki manisnya, menelusuri dengan jelas bercak merah timbul disana. Matanya meremang, menyaksikan wajah Dunk penuh penekanan. "Sayang, kau alergi. Ayo pulang, kita singgah ke klinik sebentar"

Tanpa perlawanan apapun Joong menarik tangannya keluar dari sana, menyusuri lantai gedung dengan kebisuan. Jelas kini dia melihat rasa khawatir membuncah luar biasa dari kekasihnya, seolah tak membiarkannya merasakan luka sedikitpun. Joong meremat tangannya, menuntun dengan pelan memasuki mobil.

Sempat memakaikannya sabuk pengaman dan mengusap wajahnya penuh perhatian, mata lelaki itu tak dapat berbohong bahwa kasih sayangnya pada Dunk begitu besar. "Apa ini terasa gatal?"

Dunk menggeleng, hanya fokus pada wajah sang kekasih. "Joong... Jangan khawatir, okay?"

Mana bisa begitu? Lelaki tercantik kesayangannya terluka. Bagaimana dia bisa merasa baik-baik saja, hatinya terluka. "Aku takut, kau merasa aku tak tau apapun tentangmu"

"Belajar sedikit demi sedikit",

"Kau tau segalanya tentangku Dunk, sedangkan aku?" Nafasnya tercekat, air mata mengalir menuruni pipinya seakan kecewa. "Aku sama sekali tak bisa di andalkan, maafkan aku..."

"Aku juga penasaran dengan rasa dimsumnya, tak usah merasa bersalah"

"Aku tak akan makan dimsum ayam lagi, serius..."

Dunk tertawa kecil, mengusap wajah Joong dan menggeleng. "Aku suka melihatmu memakan dimsum"

Lelakinya mengangguk seolah menurut, menenggelamkan kepala di atas pahanya. Dunk tersenyum perlahan mengusap rambut legam itu, kini dia tau bahwa sepenuhnya cinta telah memenuhi hati kekasihnya. "Joong, mencintaiku?"

"Sangat mencintai Dunk, hanya Dunk saja"

Dia mendapatkan kebahagiaan yang sempurna, harapannya kembali membawa cita. Hatinya tak lagi menggerutu bodoh karena ketidakpastian, jelas Joong mengutamakannya.

"Dunk juga, hanya mencintai Joong.."

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak 🤗, maaf masih berantakan, makasih udh mampir 🙏🏻











My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang