Suara ketukan pintu menggema, dari arah dapur Dunk berjalan pelan. Tak biasanya ada tamu mengetuk pintu, lalu apa gunanya bel?
Sedikit kepinggir membuka sedikit tirai, matanya tak menangkap sosok siapapun hingga akhirnya penuh rasa penasaran tangannya memutar kenop pintu.
"Pengantaran roti..."
Wajah tampan dengan rahang tegas membuatnya diam cukup terkejut, matanya menelisik bungkusan coklat digenggaman pria itu "aku tidak memesan roti"
"Ini hadiah..."
Dunk enggan menatap wajah itu, hanya terus tertuju pada bungkusan roti. "Katakan pada pemberi hadiahnya, aku menolak..."
"Dunk suka selai blueberry kan?" Joong menahan sesak akan ucapannya sendiri, mata cantik tak lagi berbinar manis menatapnya. Bibir merekah dan kulit putih berkilau milik Dunk membuatnya semakin rindu "aku mengantri untuk membeli ini"
"Aku tidak peduli kenyataan apapun yang terjadi, aku hanya memohon... Mundurlah..."
Sekali lagi di paksa berhenti, tekadnya tak jatuh "aku tidak punya tempat untuk Pergi Dunk... Sekarang kau adalah rumah terakhirku"
"Kau juga rumah terakhirku Joong, tapi rumahnya rusak. Aku tak berniat kembali kesana lagi, kuharap kau merasakan hal yang sama" senyumannya terbit membuat Joong semakin terluka "sama seperti ku, kau tak akan memiliki rumah untuk pulang lagi"
"Dunk..."
Mata lentiknya menatap sejenak wajah Joong kemudian menutup pintu tanpa sepatah kata lagi, dia pantas melakukannya kan? Topeng batunya telah retak. Tak kunjung mendapatkan titik terang sepanjang hubungannya, akhirnya berakhir menyedihkan.
"Siapa juga yang mau roti strawberry?" Dia menjilat bibirnya kemudian berjalan kearah sofa, tangannya cekatan memencet tombol di layar ponsel. "Sore-sore begini enak sekali minum teh hangat dan roti selai"
Keningnya menyergit, seketika teringat sang sahabat "aku harus mengajak Phuwin bersantai bersamaku, roti strawberry akan sempurna"
.
.
.
.
."Seingatku dia suka roti strawberry, entahlah... Aku juga pernah mendengarnya dari Phuwin"
"Apa mungkin dia memang suka, tapi karena aku yang membawakannya jadi Dunk tak mau menerimanya"
"Right..." Pond meneguk soda dengan tatapan yakin, sejenak mereka kembali diam.
"Apa mungkin dia benar-benar tak mau lagi denganku yah?"
Sahabatnya tak menjawab, sebelah siku Pond bersandar di meja minimarket dengan tegukan soda berkali-kali. Joong ikut menyimak lalu-lalang pejalan kaki di luar kaca, rutinitas berbeda terjadi terus-menerus belakangan ini.
Bola matanya memutar ke segala arah, ada kumpulan anak-anak sekolah yang baru pulang dari kelas tambahan. Para pekerja yang saling menyahut merencanakan tempat makan menyenangkan, hingga sepasang kekasih bertautan tangan menyamai kisah indah di tiap hari.
Nafasnya tercekat, kerinduan menyergap berkali-kali lebih kuat. "Pond... Jika itu bukan Dunk, aku tak akan memulai hubungan lagi"
"Ingatlah kawan, kau pernah mengatakannya untuk Nine juga..."
Dia tersenyum perih, jika diingat lagi bagaimana kuatnya dia berusaha bertahan menjutaikan harapan untuk Nine. Namun tak goyah Dunk selalu menemani kesedihannya bahkan tak peduli diri sendiri, Dunk tak lelah untuk bertahan.
"Apa mungkin di depan nanti akan ada seseorang yang bisa menggantikan Dunk atau tidak, aku tak peduli. Aku hanya tak mau lagi, sudah cukup" tak bersedia melibatkan orang baru dalam perasaan lamanya yang belum selesai, Dunk tetap menjadi tujuannya. "Aku akan lebih berusaha lagi..."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]
Fanfic"Jangan menangis, mari kita belajar lagi" Joong tak bergerak sama sekali, dia menghela nafas panjang menatap langit buram. "Bagaimana jika aku gagal lagi, Dunk?" "Maka kita akan memulai lagi segalanya dari awal, setidaknya kita masih punya keyakinan...