21

1.4K 128 20
                                    

"apa itu Joong?"

Phuwin mengerutkan keningnya, menatap sekitar di gerbang keluar dari Disneyland. Pikirannya mulai tak beres, sedari tadi dia dan Pond berencana memesan jajanan di depan gerbang. Berakhir menyaksikan kakaknya keluar dari sana tanpa membawa Dunk, membuatnya cukup khawatir.

"Apa dia gila? Dimana Dunk?"

"Dia buru-buru sekali, mungkin Dunk sudah keluar duluan"

"JOONG..." Phuwin berteriak kencang, namun lelaki itu tak mendengarkannya. Dia dan Pond berangsur mendekat ke arah parkiran namun sialnya mobil putih milik Joong sudah pergi dari sana, sepertinya dengan kecepatan cukup tinggi tak meninggalkan jejak lagi.

"Ayo pulang..." Pond menarik tangannya, namun Phuwin masih diam. "Ayo sayang, mereka sudah pulang..."

"Bagaimana jika Dunk tidak ada disana?" Phuwin menengok kearah belakang, menatap wahana sangat besar "Dunk tak tau arah didalam sana, aku akan mencari Dunk"

"Hei.. apa itu masuk akal? Mana mungkin Joong pergi tanpa Dunk. Mungkin Dunk sudah ada didalam mobil sebelum Joong keluar, apa mungkin mereka berencana berpindah tempat kencan tanpa sepengetahuan kita, yah?"

Bisa jadi sih, mengingat kejahilan kakaknya dan Dunk yang mau saja jika di ajak. Phuwin sedikit bimbang, namun akhirnya menaiki mobil untuk menyusul Joong.

"Mereka mau kemana sih?"

Sepanjang perjalanan mereka tak berhenti menggerutu, mobil Joong sudah terlihat di lampu merah tadi. Namun sialnya kecepatan mobil itu diatas rata-rata, tak menghiraukan padatnya kendaraan terus melaju membelah jalanan ramai kota Bangkok.

"Apa dia sudah gila?" Phuwin membalikkan badan, melihat mobil-mobil membunyikan klakson saling bersahutan kencang. " Pond... cepat, jangan sampai kita ketinggalan"

Kekasihnya mengangguk cepat, wajah itu bahkan tak terkondisikan lagi akibat terlalu fokus. Mereka menyimak mobil itu menghilang di pembelokan, Pond merutuk. "Dia terlalu cepat"

"Akhh... Menjengkelkan"

"Phu, serius"

.
.
.
.
.

Keramaian tak kunjung mereda, semakin petang semakin suntuk dirinya mengelilingi kepadatan taman bermain. Sejenak mencoba menghabiskan waktu menyimak macam-macam pertunjukan dengan harapan Joong kembali, dia tak berani berjalan terlalu jauh dari tempat duduknya. Akan fatal jika Joong kembali kesana tanpa mendapatinya, pasti sang kekasih akan panik.

Anak-anak terus berlalu-lalang memegang permen keras berbentuk hati, matanya melirik sekumpulan balon di sisi tempat pertunjukan. Balon kuningnya masih setia disana, sendiri saja menemani alunan musik sekumpulan pemain drum yang heboh. Sempat melirik lagi ke tempat duduk, dia menatap langit yang mulai gelap.

"Apa Joong lupa, bahwa dia meninggalkan ku disini?" Tanyanya pada diri sendiri, berjalan pelan menduduki kursi yang sejak tadi sudah bosan dilihatnya.

Orang-orang mulai berlarian menghindar dari hujan rintik, dirinya masih diam ditempat. Memegang seutas tali balon dalam keheningan, kepalanya menengok kanan-kiri menunggu atensi lelaki tampan yang tadi berjanji akan kembali.

Menit demi menit berganti, hujan terus turun membasahi permukaan bumi. Bajunya terasa berat, basah kuyup dengan balon kuning mulai tak sanggup menahan air hujan. Perlahan-lahan benda bulat itu jatuh ke atas pangkuannya, tanpa kekuatan untuk terbang lagi. Nitrogen yang banyak menyusut, si kuning tanpa harga diri ikut basah kuyup tak bisa terbang lagi.

"Sabar yah, kasihan nanti Jika Joong datang tak mendapatkan kita disini"

Semesta mengirimkan begitu banyak kebahagiaan semenjak Joong hadir dalam hidupnya, tiap untaian cerita mengalir membawa kisah terbaik. Dirinya yang hadir dalam mimpi-mimpi panjang terus bergemuruh meminta kasih, telah sadar bahwa ungkapan cinta yang kekasihnya sampaikan tak setulus ungkapan cintanya.

Bagaimana jadinya jika Joong panik? Bagaimana jika nanti Joong sampai disini dan kebingungan mencarinya?

Hujan hanya membasahi, sedangkan kepergiannya sudah pasti melukai hati sang kekasih.

.
.
.
.
.

"NINE..."

seutas tali panjang jatuh di atas permukaan lantai, tubuh lelaki manis terhempas di dekatnya. Joong terduduk dengan wajah pucat, matanya meneliti sekitar berusaha menaikkan Nine dalam gendongannya. Dengan nafas tersengal-sengal lelaki manis itu tak membuka mata lagi, dia semakin panik.

Berlarian keluar dari apartemen, matanya tak berhenti menangis hebat. "Nine.. maafkan aku... Maafkan aku..." Begitu luka perasaannya, membawa lelaki manis itu hingga ke parkiran dengan hujan deras yang mengguyur mereka.

Di naikkannya tubuh mungil itu di jok mobil, sempat menatap wajah itu sejenak dan mengusapnya "Nine.. apa kau mendengarkan ku?"

Tak ada jawaban apapun, Nine hanya membuka sedikit kelopak matanya. Mengusap wajah Joong yang sudah berantakan akibat air mata, suasana makin tak kondusif. Joong memutuskan untuk segera pergi ke rumah sakit terdekat, dia memasuki kursi pengemudi kemudian menjalankan mobilnya.

.
.
.

"Sial... Itu mobilnya" Phuwin berteriak heboh, dari arah berlawanan mobil kakaknya tak berhenti melaju kencang. Mau tak mau Pond memutar arah, mengikuti mobil putih penuh sorakan antusias dari sang kekasih.

"Dia sebenarnya kemana?" Gerutu Pond

Kekasihnya tiba-tiba diam seribu bahasa, menatap ke kaca spion dan sejenak merenung. "Bagaimana jika orang yang ada didalam mobil itu bukan Dunk?"

"Phu?"

Wajah manisnya mengeras, matanya memanas dengan tatapan tajam terlontar ke arah Pond "aku serius, dimana dia meninggalkan Dunk, sekarang hujan..."

"Phu, tidak mungkin-

-apa yang tidak mungkin?" Phuwin tertawa hambar, memukul dashboard mobil dengan kesal kala mobil putih yang diikutinya memasuki area rumah sakit. "AKU AKAN MEMBUNUHMU JOONG"

Phuwin menuruni mobil tanpa peduli hujan deras mengguyur, sesosok lelaki tegap menggendong seorang pria manis dengan lari cepat ke arah UGD. Mata Phuwin memanas, dirinya merasa hancur seketika.

"Phu... tenanglah..." Pond memeluk lengan kekasihnya, jalan masuk UGD semakin dekat. Tanpa peduli ocehan permohonan yang menurutnya tak masuk akal, Phuwin menaiki dua anak tangga memasuki ruangan UGD.

Itu Nine, dia tak akan salah. Naik diatas ranjang UGD dengan tubuh pucat pasi, seolah darah tak mengalir di tiap sarafnya. Namun bukan itu yang membuatnya peduli, Joong ada disana tanpa kehadiran Dunk sama sekali. Dimana Joong meninggalkan sahabatnya?

"Dia.. dia.. hampir kehabisan nafas, aku mohon bantu dia" suara gelisah penuh keresahan tak berujung membuat Phuwin semakin muak tanpa rasa kasihan sama sekali, mendekati lelaki tampan itu dan menyeretnya tak manusiawi menabrak pintu kaca.

"Phu-Phuwin? Ke-kenapa kau bisa ada disini?"

Suara gemuruh menghantam pintu jauh lebih kuat di banding sebelumnya, wajah manis itu sedang tak bercanda. Pond memundurkan tubuh, jelas lelaki di sana bukan Phuwin yang dia kenal. Sekali hentakan lelaki itu menarik kerah baju Joong dengan tatapan datar, matanya memerah "dimana Dunk?"

"Dunk?" Joong nampak bingung, masih dengan nafas terengah-engah mencoba menetralkan fikiran.

Bughh....

Para perawat memundurkan tubuh menciptakan kerumunan, masih terpaku dengan kejadian barusan. Phuwin menarik kerah baju kakaknya lagi "DIMANA DUNK?"

"di... Disneyland"

Bughh....

"KAU BERANI MEMPERMAINKAN KU? HAH?"

"NINE SEDANG DALAM BAHAYA" Joong menatap tajam, seolah perlawanannya tentang kemanusiaan bukan perasaan.

"aku yakin, sahabat bodohku sedang menunggumu. Hahahha...." Dia tertawa kuat, hambar sangat hambar. Satu bogem mentah diberikannya lagi kemudian berdiri tegak "Jika kau membuat Dunk ku terluka, aku adalah orang pertama yang akan menghabisi nyawanya" telunjuk Phuwin mengarah pada Nine yang terbaring diatas ranjang pasien "kemudian kau selanjutnya, kau akan mati di tanganku" Phuwin menatap dengan wajah muak "pecundang..."

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Sabar yah, pokoknya konfliknya harus complete dlu.😩 Bntar lagi, udh nyesek parah ini😭

My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang