29 - Train Talk

10 2 0
                                    

Kamal benar-benar menepati janjinya. Setelah subuh ia sudah tiba di depan indekos Wanda, mobil sport sedannya ia parkir di depan gapura dekat indekos. Lelaki itu membantu Wanda membawa koper berukuran sedang dari kamar menuju bagasi mobilnya sedangkan Wanda masih sibuk memoles dirinya di depan cermin.

Wanda berpamitan terlebih dahulu ke ibu kosnya, setelah itu keduanya langsung berangkat menuju stasiun. Kamal memutarkan lagu orkestra yang merupakan genre musik favorit Wanda. Diam-diam lelaki itu memperhatikan Wanda dari cermin rearview. "Sejak kapan kau memiliki kantung mata?" Kamal menyadari ada sesuatu yang berbeda sedikit dari penampilan Wanda dibanding hari-hari biasanya.

Wanda langsung memperhatikan citra dirinya pada cermin kecil yang ia simpan di tasnya. Ia merasa riasan alas bedaknya sudah cukup untuk menutupi jejak kantung mata tersebut, tetapi mengapa Kamal masih menyadarinya. "Aku semalam tidak bisa tidur," jawabnya. "Aku terlihat jelek di matamu, ya?" Tak dapat dipungkiri ia merasa insecure sekarang.

"Tidak sama sekali," ujar Kamal salah tingkah. Tidak terpikirkan olehnya Wanda akan bersikap seperti itu. "Memangnya apa yang kaupikirkan? Aku tak keberatan jika kau ingin menceritakannya kepadaku, tetapi tak masalah juga jika kau tidak ingin."

"Masalah perkuliahan," Wanda sebenarnya sangat ingin menceritakannya kepada Kamal tetapi ia merasa saat ini bukanlah waktu yang tepat. Ia ingin menghabiskan waktunya dengan Kamal tanpa harus memikirkan hal yang memusingkan. "Dengar, Kamal, aku ingin perjalanan kita menuju stasiun tidak dihabiskan dengan memikirkan kesedihanku." Tolaknya.

"Baiklah kalau begitu," Kamal mengganti musik di radio dengan playlist yang berisi koleksi lagu bahagia yang dimilikinya. Semudah itu juga Wanda melupakan kegelisahannya yang membuatnya terjaga semalaman.

Setibanya di stasiun, Kamal kembali membantu Wanda mengangkat koper sampai ke ruang tunggu penumpang. Wanda mendapati Selin sudah tiba lebih awal, gadis itu duduk sendiri di tengah kerumunan penumpang sambil memainkan ponselnya. "Di mana ayahmu?" tanya Wanda. Seingat Wanda, semalam Selin mengatakan bahwa ia akan diantar ayahnya ke stasiun.

"Dia sudah pulang, setelah ini dia masih harus bekerja."

Wanda menganggukkan kepalanya pelan. Gadis itu kemudian memutuskan membeli kopi dan roti untuk sarapan di kafe yang terletak tak jauh dari ruang tunggu penumpang. Kamal berinisiatif membayar sarapan Wanda dengan alasan ia juga butuh kafein karena setelah ini ia harus berkendara lagi ke daerah Jakarta Utara. Selebihnya mereka berdua menghabiskan waktu di kafe, melupakan fakta bahwa Wanda menitipkan barangnya kepada Selin yang sendiri lagi.

"Sudah waktunya boarding pass," tegur Selin sambil membawa segelas minuman yang ia beli di kafe yang sama.

Wanda salah tingkah karena melupakan Selin. Menit berikutnya ia berpamitan dengan Kamal dan ia memperoleh kecupan sekilas di pipi. Tak bisa dipungkiri sekarang ia merasa pipinya memanas dan memerah. "Sampai jumpa lagi tahun depan, Wan." Ucap Kamal setelah mencium pipi Wanda.

"Sampai jumpa, Mal." Wanda pun bergegas menuju lokasi boarding pass bersama Selin. Ia mengeluhkan barang bawaannya yang lebih banyak dan lebih berat dibandingkan Selin yang hanya membawa satu tas ransel serta satu tas kecil untuk wadah perbekalan. Mereka memasuki area peron bertepatan dengan masuknya kereta yang akan membawa mereka ke Surabaya. Selin membantu Wanda menggeret kopernya memasuki lorong kereta serta mengangkatnya ke bagasi. Barulah mereka bisa duduk dengan tenang.

Wanda memilih untuk mengalah dengan duduk di kursi yang dekat lorong, sedangkan Selin duduk di kursi yang di dekat jendela. "Hey, don't judge me, okay?" Ucap Wanda ketika menyadari Selin seolah tak mempedulikannya. "Aku juga tak menyangka Kamal akan mencium pipiku." Jelasnya kemudian.

Inverse [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang