Supplement-B: Chance

35 3 0
                                    

Mobil sedan Austin terjebak macet di jalan lingkar kampus sejak hampir 30 menit yang lalu. Kemacetan diakibatkan oleh pengunjung dari kota Jabodetabek yang juga ingin menonton konser yang diadakan oleh salah satu fakultas dari kampus tersebut. Austin ditemani oleh Sarah yang sedari tadi tidak bisa diam menyanyikan lagu dari radio mobil. Lagu tersebut merupakan koleksi album spotify milik Austin yang keseluruhan lirik lagunya dihapal oleh Sarah.

"Show me a gray sky, a rainy cab ride, babe don't threaten me with a good time." Sarah bernyanyi sambil menghayati setiap liriknya. Dirinya membayangkan bagaimana rasanya jika ia mempunyai kekasih dari London, tetapi sepertinya mustahil dalam waktu dekat ini. Menurutnya, memiliki kekasih hanya akan mengganggu karirnya dan membebani hidupnya yang sudah berat.

Dia bahkan belum liburan sejak bulan Juli.

Austin sengaja memutar playlist tersebut setiap ia berkendara dengan Sarah. Tentu saja ia akan mengganti playlist-nya jika berkendara dengan orang lain. "Yeah nanti akan aku tunjukkan." Ucap Austin sambil melirik Sarah dari cermin rearview. "They say home is where our heart is, but God I love English." Lanjutnya.

Sarah tersenyum lebar. Akhirnya ia berencana akan meninggalkan pekerjaannya dalam beberapa periode waktu untuk liburan. "Oke, aku anggap itu sebagai janji, dan janji harus ditepati." Tekannya.

Austin mengangguk pelan seraya menarik Sarah dalam pelukannya. "Iya, tenang saja. Aku memang sudah berencana dari lama untuk membawamu ke London." Akunya kemudian. "Sayangnya kita jarang libur dan sekalinya libur kau langsung pergi ke Amerika menemui kakakmu."

Mereka terbebas dari macet setelah memasuki kawasan gerbang utama kampus. Austin dapat mengingat dengan jelas lekuk jalur kampus ini. Bukan karena misinya dengan Wanda, tetapi karena ia merupakan alumni kampus ini beberapa tahun yang lalu. Austin memacu mobilnya ke arah fakultas tempatnya berkuliah dulu, ia ingin sedikit bernostalgia di sini.

Mereka akhirnya di FMIPA, tempat yang dikunjungi Austin beberapa hari lalu. Sayangnya ia tak sempat berkunjung lebih lama karena ia harus segera membuat laporan kepada atasannya. Dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk berkunjung lebih lama. Austin memarkirkan mobilnya di dekat lapangan basket berukuran 10×6 meter persegi.

"Kurasa lokasi konsernya bukan di sini," Sarah mengamati kondisi lingkungan sekitar yang sepi, berbanding terbalik dengan suasana konser yang identik dengan keramaian. Ia juga mencocokkan lokasi konser dan lokasi di mana mereka berada saat ini di aplikasi peta daring.

"Well, memang bukan," Austin menarik rem tangan, "tetapi ini merupakan tempatku menimba ilmu sebelum menjadi agen mata-mata beberapa tahun lalu. Ayo ikut aku!" ajaknya kemudian.

Seperti tak ada pilihan lain, Sarah akhirnya mengikuti ke mana Austin pergi mengajaknya.

Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah gedung Departemen Fisika. Sebelum masuk gedung, Austin meminta Sarah untuk memotretnya di depan gedung dengan logo simbol phi variant tersebut. Ketika memasuki lantai dasar gedung, Austin mengamati interiornya dengan seksama. Dindingnya berwarn hijau muda, masih sama seperti ketika Austin menjadi mahasiswa. Lantai dasar gedung ini tetap terasa sejuk meskipun tak ada pendingin ruangan di dalamnya. "Dulu aku sering tertidur di sini karena terlalu lelah mengerjakan laporan praktikum." Austin menunjuk meja kecil yang terletak di sisi dinding. Di sekeliling meja tersebut ada beberapa mahasiswa yang juga sedang mengerjakan tugas kuliah. "Aku memilih peminatan nuklir teoretis karena pembahasan materinya sangat seru. Aku bisa mempelajari berbagai hal yang diluar batas jangkauanku. By the way, skripsiku membahas tentang dinamika nonlinier lubang hitam." Jelasnya kemudian. Sarah hanya mengangguk mendengar penjelasan Austin, seperti yang ia lakukan ketika masih menjadi mentee-nya Austin.

Inverse [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang