Ayah Arian sudah tiba sejak beberapa menit yang lalu. Sekarang Wanda dan Selin berada di ruang tamu. Yeah, Arian kena marah oleh ibunya karena tidak mempersilakan kedua gadis tersebut masuk ke rumah, malah bermain di luar rumah.
Ruang tamu keluarga Arian cukup luas. Terdapat empat sofa single dan satu sofa yang bisa diduduki dua orang serta meja di tengah sofa. Selain itu, terdapat foto keluarga serta lukisan bergambar makhluk mitologi griffin yang terpajang di dinding yang dicat cream.
Dari sudut matanya Wanda bisa melihat Ayah Arian sedang membicarakan hal yang serius dengan seseorang di telepon. Rasa penasarannya yang tinggi membuatnya menguping apa yang mereka bicarakan. Gadis berambut hitam tersebut mencoba mengabaikan Arian dan Selin yang sepertinya sedang asyik dengan dunia mereka.
Inti dari percakapan kedua pria dewasa tersebut adalah ada salah satu agen mata-mata yang akan menyelidiki sebuah kasus besar. Mereka akan menugaskan mata-mata tersebut di sebuah kompleks perumahan elit di kawasan Jakarta Selatan.
Seketika Wanda teringat lirik ini, "Abang tukang bakso bawa walkie talkie." Entah mengapa ia tersenyum sendiri ketika mengingat lirik tersebut.
Tak lama kemudian beliau sudah duduk di hadapan mereka bertiga. Ralat, mereka berdua. Arian langsung beranjak ke dapur ketika ayahnya duduk di depan kedua gadis mahasiswa tersebut. Sepertinya Arian dihukum oleh ibunya untuk memasak karena tadi ia tidak mempersilakan tamunya masuk. "Tumben Selin main kesini. Ada apa?" Suara Ayah Arian terdengar berat dan berwibawa. Wanda berasumsi bahwa beliau mempunyai pangkat tinggi dan jabatan yang disegani di kepolisian.
Selin mencium tangan Ayah Arian, begitupun juga dengan Wanda. "Maksud dan tujuan saya kesini untuk memperkenalkan teman kuliah saya. Ia ingin melamar pekerjaan sebagai mata-mata di media sosial." Jelasnya.
"Siapa namamu, nak?"
"Wanda, Pak."
"Wanda bisa panggil saya Om Sud aja. Nama saya Sudarmadji." Ujarnya ramah.
"Teman saya ini memiliki kemampuan stalking yang tidak diragukan lagi. Saya juga mendengar dari Arian bahwa Anda sedang mencari orang untuk direkrut." Selin menjelaskan kemampuan Wanda layaknya seorang sales promotion girl yang mempromosikan produknya.
Om Sud tersenyum sekilas. "Begini Nak Selin, untuk menjadi mata-mata di media sosial itu butuh pelatihan khusus, bukan hanya sekedar stalker biasa. Disini juga risikonya sangat besar. Apa kamu yakin temanmu sanggup menanggung risikonya?"
"Sebenarnya saya butuh pekerjaan sampingan untuk nambah penghasilan, Om." Wanda mencoba angkat bicara.
"Kalau kamu butuh kerja sampingan, lebih baik kamu melamar di kantor atau di tempat lain. Atau kamu bisa mencoba mengajar les, sangat cocok dengan latar belakangmu sebagai mahasiswa." Usul Om Sud yang terdengar sangat realistis bagi mahasiswa seperti kedua tamunya.
Wanda mencoba mencari alasan yang tepat agar tujuannya tercapai. Namun, di sisi lain ia juga sangsi apakah ia akan benar-benar menikmati pekerjaan ini atau tidak. "Tapi saya suka tantangan, Om."
Om Sud menggeleng, heran melihat tingkah Wanda. "Kamu memasang pelet apa di Wanda? Sifatnya hampir sama sepertimu, keras kepala." Tanyanya kepada Selin.
"Rahasia, Om," Selin terkekeh lebar. "Beri Wanda satu kali kesempatan, Om. Jika performanya buruk, Om tidak perlu memakai jasa dia lagi. Tetapi jika dia berhasil mengungkap sebuah kasus, saya mohon pertimbangkan lagi keputusan Om." Selin sangat berharap agar Om Sud setuju dengan usulannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inverse [END]
General FictionBerawal dari hobi stalkingnya, Wanda diperkenalkan oleh temannya kepada perwira polisi. Dari sinilah ia mendapat pekerjaan paruh waktu sebagai stalker oleh pihak kepolisian. Ia diharuskan untuk melaporkan berbagai kasus yang dilihatnya untuk selanju...