Wanda dan Jasmin memutuskan untuk pulang kuliah tepat pukul empat sore. Sebelumnya, Wanda sudah menelepon Selin untuk meminta izin menginap semalam di rumah neneknya serta menjelaskan rencana pembunuhan yang mengincarnya. Selin mengatakan bahwa sudah tiga hari terakhir ia pulang pergi ke rumah orang tuanya di daerah Jakarta Barat. Jasmin yang mengetahui lalu lintas kepadatan KRL menyarankan Wanda untuk pulang lebih awal jika tak ingin terjebak mengantre bersama lautan manusia yang pulang kerja menuju daerah perbatasan Jakarta, pada kasus ini Tangerang. Selain itu, Jasmin juga mengetahui stasiun terdekat dari rumah Selin jaraknya cukup jauh dari stasiun kampus, mereka harus transit di salah satu stasiun.
Ternyata Selin tidak sedang pacaran seperti dugaan sebelumnya. Ia sedang berada di gedung pusat kegiatan mahasiswa atau disingkat pusgiwa. Katanya ia butuh ketenangan untuk melanjutkan menulis novelnya. Biasanya ia akan duduk di balkon lantai pertama yang menghadap langsung ke hutan dan danau kampus sambil mendengarkan musik pop dari playlist buatannya. Selin berjanji akan menemui mereka di stasiun kampus.
Stasiun kampus cukup ramai dipenuhi oleh mahasiswa pejuang KRL. Saking penuhnya, Wanda dan Jasmin harus rela berdiri di peron karena semua tempat duduk terisi penuh. 20 menit kemudian Selin datang dengan meraba kantung celananya. "Sorry telat." Selin melepaskan earphone yang bertengger di telinga kirinya. "Ini untukmu." Ia juga menyerahkan sebuah kartu perdana kepada Wanda.
"Untuk apa?" Keningnya mengkerut. Wanda menerima pemberian tersebut dengan setengah heran.
"Ponselmu sepertinya disadap. Kau perlu mengganti nomor teleponmu dan memformat semua data di ponselmu."
"Apa? Kau pasti bercanda." Wanda enggan mempercayai ucapan Selin. Ia tak bisa membayangkan bagaimana jika hal itu benar-benar terjadi padanya. Apalagi sekarang ponselnya dalam keadaan mati karena daya baterainya kian menipis.
"Kau bisa hitung sendiri berapa kali aku bercanda seumur hidupku," raut wajahnya menunjukkan tampang serius.
Wanda terdiam. Selin tidak main-main kali ini, kemarin, dan seterusnya. Ia bukan tipikal gadis periang dan suka bercanda. Hidupnya selalu serius dan dipenuhi berbagai ambisi yang membuatnya menjadi gadis sedingin es. Namun, ia tetap merupakan gadis yang paling logis dalam menghadapi masalah dan bersedia membantu Wanda maupun ketiga sahabatnya yang lain dan kekasihnya keluar dari masalah tersebut.
"Kau tadi mengatakan bahwa mereka mengetahui alamat indekosmu hanya dari instagram. Logikanya, mereka mengetahui itu semua dari melacak nomor teleponmu dan sekarang mereka mengetahui koordinatmu di mana pun kau berada." Jelas Selin.
"Sudahi teorimu, mari benahi ponselmu bersamaku." Pungkas Jasmin. Ia sudah terlalu kenyang mengonsumsi teori di kelas. Sekarang ia tak ingin mendengarkan siapapun mengatakan teori kepadanya. "Tetapi sebelumnya, apakah kau sudah mencadangkan berkas penting ke drive?"
Wanda menggeleng pelan. Ia menyalakan kembali ponselnya setelah membuang kartu SIM-nya kemudian melakukan apa yang dikatakan Jasmin. Setelah ia memasuki penjelajah berkas, masih banyak catatan kuliah, file powerpoint, dan dokumen penting lainnya serta ribuan foto yang masih tersimpan di ponselnya. Wanda menggunakan hotspot dari ponsel Jasmin untuk mencadangkan berkas. Butuh waktu agak lama baginya untuk mencadangkan seluruh berkasnya ke drive.
KRL tujuan Stasiun Jatinegara melintas di depan mereka, tepat setelah Wanda selesai melakukan aktivitasnya. Wanda hendak melangkah memasuki gerbong kereta sebelum akhirnya langkahnya dicegah oleh Selin. "Kita tak akan meninggalkan stasiun sebelum ponselmu seratus persen aman." Cegah Selin. "Apakah kau membawa gadget lain?"
Wanda harus ikhlas menatap gerbong kereta yang tertutup kembali kemudian perlahan meninggalkan mereka. "Hanya iPad yang berisi buku kuliah elektronik. Aku hanya menggunakan iPad di tempat yang memasang wifi. Selebihnya iPad-ku dalam keadaan mati." Jelas Wanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inverse [END]
General FictionBerawal dari hobi stalkingnya, Wanda diperkenalkan oleh temannya kepada perwira polisi. Dari sinilah ia mendapat pekerjaan paruh waktu sebagai stalker oleh pihak kepolisian. Ia diharuskan untuk melaporkan berbagai kasus yang dilihatnya untuk selanju...