33 - Regret [END]

101 2 0
                                    

TW//RAPE
Di chapter ini bakal ada adegan 18+, be a wise reader.

Wanda membuka matanya, tetapi pandangannya belum membaik sejak semalam. Kepalanya terasa berat dan pening. Ia agak sulit mengingat apa yang terjadi semalam. Gadis itu mengucek matanya sambil mencoba mengingat apa yang dialaminya semalam. Semalam ia merayakan tahun baru dengan segerombolan orang asing, ia mengucapkan harapan untuk tahun ini, dan ia meminum alkohol. Hanya itu saja yang dapat dia ingat, selebihnya terasa kabur baginya.

Saat ia hendak turun untuk ke kamar mandi, ia merasa sekujur tubuhnya terasa dingin. Ia meraba tubuhnya, sial bagaimana ia bisa tidur tanpa sehelai benang kecuali selimut semalaman. Mau tak mau ia membawa selimut itu ke kamar mandi karena ia tak ingat di mana ia terakhir meletakkan pakaiannya.

Ketika ia hendak membuka pintu kamar mandi, ia dikejutkan dengan Eza yang muncul dari balik pintu. "Kau sudah bangun rupanya," Eza tetap berjalan keluar dari kamar mandi diikuti dengan Wanda yang semakin bingung bagaimana Eza bisa berada di sini.

"Duduklah, aku akan menjelaskan semuanya." Eza melepaskan handuk yang melilit bagian tubuh bawahnya sembari mencari pakaian dalam. Wanda menyaksikan pemandangan itu dengan gugup dan sedikit salah tingkah. "Kau semalam mabuk berat, entah apa yang menyebabkanmu sanggup menghabiskan sebotol bourbon seorang diri. Mungkin kau tidak percaya dengan apa yang kukatakan, tetapi kau bisa melihat rekaman di ponsel teman-temanku jika kau meminta bukti konkret." Eza mulai mengenakan pakaiannya.

"Anggap saja aku percaya. Lalu setelah itu?"

"Kau tiba-tiba menciumku, sangat panas. Jangan salahkan aku, karena kau menggodaku dan aku terbuai dalam rayuanmu, jadi aku membawamu ke ranjang dan yeah..." Eza menggantung kalimatnya.

"Sial!" Wanda mengumpat pelan, ia tahu akan ke mana arah pembicaraan ini. Ia tidak menyangka keperawanannya akan diambil secepat ini. "Apakah kau menggunakan pengaman?" cecarnya.

Eza menggeleng pelan. "Aku lupa mengenakannya," lirihnya seolah memohon permintaan maaf dari Wanda. "Kau tak perlu khawatir, aku akan bertanggung jawab jika kau mengandung anakku. Bagaimanapun janin itu adalah darah dagingku, jadi aku mohon padamu jangan gugurkan kandunganmu, ya?" Eza bersimpuh di depan Wanda yang terduduk kaku di ujung ranjang.

Wanda menggenggam selimut yang melilit tubuhnya lebih erat. "Lebih baik kau doakan saja aku tak mengandung anakmu." Ucap Wanda waswas karena pekan ini ia memasuki masa ovulasi. 

Benar apa kata Selin, menjalin hubungan dengan Eza merupakan suatu hal yang tidak baik. Dan sekarang ia hanya bisa menyesali keputusannya. Seandainya ia bisa memutar balikkan waktu, mungkin ia akan lebih mendengarkan nasihat temannya alih-alih mendengarkan nafsu di hatinya. Ia terbuai oleh perlakuan Eza yang terlihat serius dalam mencintainya sampai tidak bisa mendengarkan masukan dari Selin yang jelas-jelas menginginkan gadis itu tetap aman.

"Apa yang bisa kulakukan untuk membuat perasaanmu lebih baik?"

"Tinggalkan aku sendiri."

Eza bangkit dan dirinya beranjak keluar kamar. "Baiklah jika itu yang kau mau." Ia menutup pintu kamar, meninggalkan gadis itu sendiri seperti yang ia inginkan.

***

Flashback

"Hei, kau lihat cewek itu!" Alan menunjuk ke arah Wanda yang hampir menghabiskan satu botol bourbon seorang diri. Gila juga gadis itu, pikirnya.

"Biarkan saja, dia masih pemula. Wajar jika agak norak ingin menghabiskan satu botol sendiri." Celetuk Stefan sambil menyesap bourbonnya. Ia sudah sering melihat tingkah orang yang baru pertama kali minum alkohol seperti Wanda.

Inverse [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang