15 - Arduous

26 3 0
                                    

Berada di lingkaran kakak tingkat tak pernah dibayangkan oleh Bianca sebelumnya. Terlebih jika kakak tingkat tersebut cukup terkenal dan dianggap membawa pengaruh di lingkungan departemen. Wanda yang terkenal sebagai salah satu gadis tercantik di angkatan dan berbakat dalam bidang seni. Rafael yang terkenal memiliki pengaruh yang kuat di angkatan dan juga menjabat sebagai Badan Pengurus Harian di Himpunan Mahasiswa. Namun, Bianca tidak terlalu mengenal Selin, ia hanya tahu bahwa gadis itu merupakan penulis fiksi di platform online dan sering menyabet kejuaraan menulis. Sayangnya, Bianca tak pernah membaca satupun karya kakak tingkatnya tersebut karena menurutnya genre dark fantasy terlalu berat bagi kapasitas otaknya.

Di sisi lain, Bianca bersyukur karena Kak Deva yang dikenal agak galak dan kaku tak ada di sini bersamanya.

Ketiga seniornya itu mengobrol tentang bagaimana kronologi Rafael bertemu dengan begal. Namun, pada akhirnya mereka saling melontarkan komedi gelap yang tak terdengar familier di telinganya. "Kak, bisakah kalian membahas hal yang lain?" Bianca memotong ucapan mereka bertiga sebelum menjalar ke hal ngaco lainnya.

"Ah, iya." Rafael menurut, tak berani membantah ucapan pujaann hatinya itu. "Wan, kau ambil saja laporan praktikumku di laci meja. Maaf jika kertasnya sedikit lecek." Ia langsung teringat mahakaryanya yang sekarang akan berpindah tangan untuk sementara waktu.

"Buburnya silakan dimakan, nanti keburu dingin." Ucap Wanda sembari mengambil laprak Rafael.

"Nah, akan lebih baik jika Bianca yang menyuapi. Kita tak sudi menyuapi mumi sepertimu." Imbuh Selin. Baru kali ini bakat isengnya yang selama ini terpendam akhirnya muncul ke permukaan. Jauh di lubuk hatinya, Selin senang mengetahui fakta bahwa Rafael mencoba membuka hatinya untuk gadis lain. Dan menurut analisis Selin, sejauh ini Bianca memberikan respon positif untuk teman karibnya itu. Semoga saja mereka berdua cepat meresmikan hubungan kemudian mendeklarasikannya.

Mendengar namanya disebut seperti itu, lantas membuat Bianca bersemu lagi. Para seniornya berhasil membuat dirinya sedikit kikuk, bukan karena ancaman. "Kak, aku... malu." Cicitnya sambil menundukkan kepala.

Wanda berkacak pinggang di depannya. Berlagak menjadi senior yang bertugas untuk memarahi juniornya meskipun mereka tak salah dan si senior enggan menjelaskan di mana letak kesalahannya. "Untuk apa malu? Toh kau berpakaian rapi dan sopan." Ujarnya tajam seperti ingin membunuh orang hanya dengan ketajaman lidahnya.

"Sudah lakukan saja. Anggap saja ini kontribusimu dalam merangsang produksi hormon serotonin Rafael yang akan membuatnya lebih cepat sembuh."

Bianca memandangi kedua seniornya itu.

"Sudah lakukan saja!" titah mereka berdua.

Tangan Bianca gemetar meraih seporsi bubur yang masih berada di kantung kresek pemberian Wanda. Bianca takut sekaligus malu harus menyuapi Rafael, meskipun sebenarnya ia merasa ini adalah sebuah kehormatan bisa lebih dekat dengan senior. Hanya saja ia tak ingin terlibat dalam kondisi seperti ini. Matanya agak melebar ketika mengetahui isi kantong kresek tersebut. Ada dua porsi makanan yaitu bubur ayam dan sapo tahu di dalamnya. "Aku mengira Kak Wanda dan Kak Selin membawa bubur ayam dari pedagang kaki lima dekat stasiun." Ujar Bianca.

"Awalnya memang berniat seperti itu," terang Wanda.

"Tetapi karena sahabat kita satu ini adalah anak sultan,"

"Yang kelakuannya mirip setan,"

"Jadi kita memutuskan untuk membeli makanan restoran. Kita khawatir nanti dia akan mengalami iritasi lambung akibat makan makanan rakyat jelata." Selin memberikan kesimpulan. Hal itu tak sepenuhnya benar, mereka hanya bercanda tentang hal tersebut. Pada kenyataannya, Rafael masih suka membeli makanan di PKL dan lelaki itu cukup menikmatinya karena harganya murah dan enak. Rafael juga tak pernah terindikasi mengalami masalah pencernaan karena salah makan.

Inverse [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang