"Terima kasih ya kamu sudah mau datang menemuiku." Eza menjabat tangan lelaki yang menyusun janji temu dengannya malam ini di kafe dekat sekolah SMA-nya.
"Tidak masalah. Memangnya apa yang ingin kau bicarakan?" tanya lelaki usia awal 20-an berbadan kurus tersebut yang sedang menghisap rokoknya.
Eza duduk di hadapan lelaki tersebut sambil memberikan kode agar ia berhenti merokok sejenak. "Ini tentang mantan pacarmu. Wanda." Ucap Eza kemudian setelah lelaki itu memesan minuman ke pelayan. Benar, lelaki itu adalah mantan kekasih Wanda yang berhasil membuat gadis tersebut trauma. Namanya adalah Agung.
Agung sedikit terkejut, terlihat jelas ia tidak suka ketika Eza mengatakan nama Wanda. "Perempuan gila itu bertingkah apa lagi, hah?" tanya Agung langsung pada intinya.
"Gila?"
"Jangan bilang kau tidak tahu bahwa Wanda ini memiliki gangguan jiwa?"
"Tidak sama sekali," sekarang gantian Eza yang terkejut. "Memangnya kenapa?
Agung terpaksa harus menghisap rokoknya lagi supaya merasa lebih tenang. Mengenang Wanda bukanlah suatu hal indah yang dilakukannya. "Dia adalah alasanku keluar dari sekolah SMA beberapa tahun yang lalu." Jawabnya. Ia ingat bagaimana ia harus mengorbankan reputasinya demi bisa terlepas dari hubungannya bersama Wanda.
"Aku tidak paham dengan ucapanmu." Eza mengerutkan keningnya.
Agung menyesap kopi hitamnya hingga tidak bersisa sebelum memulai ceritanya. Menit berikutnya, kopi susu milik Eza akhirnya datang. Agung kemudian menceritakan kisah percintaannya dengan Wanda yang menyisakan kenangan buruk baginya. Selama ia menjalin hubungan dengan Wanda, gadis itu sangat posesif terhadapnya. Agung tidak diizinkan berinteraksi dengan perempuan lain, jika gadis itu mendapatinya sedang mengobrol dengan perempuan lain maka Agung dituduh melakukan perselingkuhan. Bahkan Wanda tidak jarang mengancam akan bunuh diri jika Agung tidak mengakui perbuatannya. Namun, Wanda sendiri sering berinteraksi dengan laki-laki dengan dalih hanya teman tanpa pernah memikirkan bagaimana perasaan Agung. Setiap lelaki itu menegurnya, Wanda selalu mengatakan bahwa mereka hanya berteman saja dan gadis itu justru menuduh Agung tidak menaruh kepercayaan terhadapnya.
"Lalu?"
"Lalu aku mendengar gosip katanya sekretaris OSIS pada masa itu hamil. Aku menanyakan kebenaran terkait hal tersebut ke yang bersangkutan dan ia mengonfirmasi kebenarannya. Pada masa ini aku berpikir inilah tiketku untuk bisa menjauh dari Wanda. Jadi aku membuat kesepakatan dengan si sekretaris yang menyatakan bahwa aku yang menghamilinya dikarenakan laki-laki yang melakukan itu pergi tanpa tanggung jawab. Si sekretaris setuju, lalu akhirnya kami menghadap guru BK untuk pengakuan atas dosa kami. Kemudian keesokan harinya, yeah begitulah, aku yakin kau masih mengingat kejadian di mana ada sepasang siswa yang dilempar sayur dan buah busuk." Mata Agung menatap kosong ke arah jalan raya. "Sumpah demi apapun lebih baik tubuhku dilempar sayur busuk dibanding harus melanjutkan hubunganku dengan perempuan gila seperti Wanda."
Tanpa sadar Eza meringis mendengar pemaparan Agung. Ia juga merasa bersalah pernah menghakimi Agung secara sepihak tanpa menanyakan kebenarannya terlebih dahulu. Ditambah, ia juga yang menghibur Wanda saat itu tanpa tahu bahwa sumber masalahnya berada pada gadis tersebut. "Sayang sekali kau harus mengalami hal buruk seperti itu. Dan aku minta maaf jika saat itu aku menganggap dirimu lelaki brengsek."
"Tak apa, Mas. Yang penting aku bisa pergi sejauh mungkin. Namun, aku membuat pengakuan ke Kepala Sekolah bahwa aku tidak benar-benar menghamili si sekretaris. Aku menceritakan sejujur-jujurnya kepada Kepala Sekolah, tetapi aku tetap merahasiakan nama orang yang menyebabkan aku melakukan hal gila seperti itu." Agung membakar selinting rokok lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inverse [END]
Ficción GeneralBerawal dari hobi stalkingnya, Wanda diperkenalkan oleh temannya kepada perwira polisi. Dari sinilah ia mendapat pekerjaan paruh waktu sebagai stalker oleh pihak kepolisian. Ia diharuskan untuk melaporkan berbagai kasus yang dilihatnya untuk selanju...