6. Tanggung Jawab

9.4K 846 18
                                    

Hai, sudah lima bab, gimana? Suka nggak? Ada saran nggak? hehe

*****

Nala masih menatap dua lelaki di depannya tak percaya. Kini, mereka telah menanggalkan sayap mereka. Mengganti wujud mereka seperti manusia biasa. Keduanya duduk di sofa pada ruang tamu sambil saling lirik satu sama lain.

Ashby yang mengusulkan hal itu. Ia bahkan dengan sopannya meminta maaf karena masuk sembarangan ke kamar Nala. Kelakuan itu kontras dengan Orfeas yang—katanya putra mahkota—tetapi tidak punya sopan santun sama sekali.

Nala sendiri duduk di sofa seberang mereka. Jari jemarinya bermain dengan kukunya tanda gugup. Ia bingung harus merespon bagaimana.

"Kalian mau teh?" tawar Nala pelan. "Atau kalian tidak minum teh?" Kalimat kedua Nala diikuti nada bergidik. Pikirannya sudah macam-macam. Mereka ini bukan manusia, bisa saja mereka makan daging dan minum darah manusia, bukan?

Ashby menggeleng. "Tidak, terima kasih. Kami tidak haus. Walaupun, aku beberapa kali menikmati teh di dunia atas." Lelaki itu tersenyum simpul. "Dan tidak, kami tidak makan dan minum seperti manusia di dunia atas. Tetapi, bukan artinya kami kanibal atau apapun yang tergambar dalam imajinasi dunia modern."

Nala menunduk malu ketika Ashby seolah bisa membaca pikiran-pikiran khawatirnya.  Ia mengulum bibir.

"Apa ada orang yang tinggal lagi di sini, Nona?" tanya Ashby sopan.

Nala menatap sekeliling sejenak sebelum menggeleng. "Tidak ada," jawabnya pelan. Nada sedih tergambar di setiap kalimatnya.

"Oh," jawab Ashby singkat. Ia bingung harus merespon bagaimana.

Orfeas di sisi lain menyilangkan kaki dengan lengan terlipat di dada. Ia mengangkat alis dengan pandangan angkuh. "Aku masih tidak mengerti bagaimana perempuan ini bisa melihat bahkan menggunakan gelang itu. Bukankah seharusnya, ia bahkan tidak dapat melihat gelang itu sama sekali? Dan bagaimana ia bisa melihat kita?"

Ashby memicingkan mata. Ia menatap Nala dari atas sampai bawah. "Ia tidak punya aura dunia bawah." Lelaki itu berucap pelan.

Nala memutar bola mata. Ia seratus persen manusia. Ada rasa tertahan untuk melawan, tetapi akhirnya, Nala mengurungkan niat itu di dalam hatinya. Ia harus berhati-hati. Jika tiba-tiba salah satu dari mereka mengamuk seperti tadi, belum tentu keberuntungan masih berpihak padanya.

"Maaf jika saya lancang, saya sering menemukan beberapa manusia dunia atas yang memiliki perjanjian dengan dunia bawah." Ashby berusaha bernada sopan. "Apakah mungkin, salah seorang keluarga Anda memiliki tali pertalian dengan dunia kami?"

Nala lagi-lagi menggeleng. Ia tidak merasa memiliki keluarga yang berkaitan dengan dunia bawah. Atau lebih tepatnya, ia tidak tahu.

Orfeas menengok ke arah Ashby dengan dahi berkerut. "Apa hubungannya dengan itu semua? Pihak yang bisa menggunakan gelang itu hanyalah keluarga kerajaan dan orang yang pantas memimpin Avaritia. Dalam arti ini, seorang raja baru atau ratu yang akan memimpin bersamaku."

Ashby tersenyum miring. "Berarti, ia akan jadi ratu yang memimpin bersamamu."

"Bukan seperti itu konsepnya, Ashby!" Orfeas berteriak dengan nada tinggi sambil berdiri. "Dia ini manusia. Ma-nu-si-a! Dia mahkluk mortal yang akan mati dalam usia lima puluh sampai tujuh puluh tahun!"

Nala mengangkat alis. Kalimat Orfeas memang ada benarnya, tetapi, fakta itu seperti menginjak-injaknya. Memangnya, berapa umur lelaki di depannya itu?

"Lalu, apa? Dia bukan makhluk dunia bawah apalagi bangsawan." Ashby melayangkan argumen.

AVARITIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang