25. Tibi Animam Meam Do

3.3K 305 7
                                    

Selamat 10k hehehe enjoy!!

*****

Beatrice menengok panik ke arah pintu. Ia bisa merasakan Jasper yang terus mendekat. Wanita itu menarik napas sambil menatap gelangnya.

"Tibi do, ruber carissime, tuum custodi." Ia membisikan kalimat itu. Gelang itu membuka dengan sendirinya. Beatrice membuka gelang itu lalu menarik tangan Orfeas. "Pakailah." Ia berkata cepat. "Gelang ini akan melindungimu."

Orfeas tak bisa melawan. Ibunya benar-benar terlihat khawatir.

"Tibi animam meam do." Beatrice berbisik lagi.

"Ibu bicara apa?" tanya Orfeas tak mengerti.

Beatrice menggeleng. "Pergilah, cepat!"

Orfeas mengangguk. Ia pergi melalui pintu belakang. Tanpa sadar, sesuatu terbang dari tubuh Beatrice. Sebuah aura berbentuk asap biru gelap masuk ke dalam tubuh Orfeas. Bersamaan dengan itu, Beatrice jatuh ke tanah.

***

Orfeas sedikit terlonjak ketika Nala mulai siuman. Gadis itu terlihat mengerjapkan mata sebelum membuka kelopak itu seutuhnya. Menampilkan bola mata kecokelatan yang jernih.

Wajah Nala tampak bingung. Ia kaget dengan orang-orang di sekelilingnya. Juga, pias khawatir dan panik yang ditampilkan Orfeas tepat beberapa sentimeter di depan wajahnya.

"Nala?" Suara lirih Orfeas benar-benar terlihat sedikit ketakutan.

Nala menarik napas. Ia masih merasa pusing. Seperti sesuatu baru saja menghantam kepalanya.

"Nala?" Orfeas berbisik lagi.

"Ya, Orfeas?" jawab Nala akhirnya dengan lemah.

Orfeas dengan cepat memeluk Nala. Dekapan itu begitu erat dengan sedikit getar pada gesturnya.

"Ada apa? Apa ada sesuatu terjadi?" Perkataan Nala terhenti ketika melihat langit mulai berwarna oranye. Apa aku pingsan? Apa yang terjadi?

Semua orang di ruangan diam. Mereka terlihat bingung dan tidak tahu harus menjelaskan dengan cara seperti apa.

"Nona Nala, Anda pasti lelah, ayo, saya antar sebentar untuk makan." Raia langsung berucap sambil mengulurkan tangan dan membantu Nala berdiri.

Orfeas bergeming. Ia memerhatikan Nala yang dipapah dan digiring menuju ke ruang makan. Lelaki itu menghela napas keras-keras begitu Nala keluar dari ruangan. Ia menyandarkan tubuhnya di atas sofa. Kelegaan menjalar di dadanya.

"Anda gila," sinis Ashby. "Anda belum menguasai mantra perpindahan jiwa seratus persen."

Orfeas mengangkat alis. Ia berdecak pelan. Aksinya tadi untuk langsung memindahkan jiwa Nala yang berada dalam bola kristal ke tubuh gadis itu memang agak gegabah. Bukan hanya memindahkan, ia juga harus kembali mengikat jiwa Nala dengan permata merah yang menjadi sumber perpanjangan jiwanya.

 Gadis itu kejang. Si permata merah yang dipaksa kembali mengikat jiwa dengan Nala memberontak. Kalau Ashby dan ayahnya tak membantu, Orfeas tidak tahu apakah Nala akan selamat atau tidak.

"Terlepas dari itu, untunglah kita berhasil menyelamatkan jiwa Nona Nala, bukan?" Tuan Greystone menengahi.

Orfeas menghela napas pelan. Ia menatap ke arah dinding kosong. Lelaki itu mungkin tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika tidak berhasil menyatukan dua jiwa itu.

"Lalu, apa yang Anda lakukan sekarang?" tanya Ashby sambil ikut melempar tubuhnya ke atas sofa.

Orfeas menggeleng pelan. Ia belum punya rencana apapun. 

AVARITIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang