27. Imajinasi

3.9K 337 7
                                        

Aku rasa bentar lagi tamat hehehe

*****

Hal yang membuat Nala terkaget adalah melihat dirinya di atas tempat tidur yang tak ia kenal. Kepalanya pusing setengah mati. Sementara, di sebelahnya, ia bisa melihat Orfeas yang tertidur pulas. 

Nala memiringkan kepala. Yang ia ingat, ia melihat tangan Orfeas yang berdarah. Lalu semuanya menjadi gelap.

Orfeas mengucek mata, ia membuka satu matanya sambil mengintip pelan. "Kamu sudah bangun?"

"Apa yang kita lakukan?" tanya Nala panik.

Orfeas mengulum senyum. Ia memasang wajah jahil sambil pura-pura kembali tidur.

"Orfeas!" Nala memukul bahu Orfeas agak keras. 

Orfeas terkekeh. Ia menarik Nala ke dalam pelukannya. "Hanya berciuman."

Nala memutar bola mata. "Benarkah?"

Orfeas mengangguk. Beberapa menit setelah isi kepalanya terasa keluar dan berganti dengan hasrat yang panas, ia kembali ke dalam kesadarannya. Untungnya, yang baru ia lakukan hanya mencumbui Nala. Tak lebih.

Mungkin, karena Nala tak banyak menghisap darahnya. Mungkin, karena hal lain. Yang jelas, Orfeas bersyukur karena ia tak benar-benar melakukan hal itu dengan Nala. 

Hal yang paling Orfeas--dan semua orang--khawatirkan adalah jika dalam pertukaran jiwanya, jiwa Nala yang hanya setipis beberapa menit itu tak bisa terbagi dan terhisap semua. Jika itu terjadi, maka Nala malah akan mati.

Karena, seperti dugaannya, Nala tak sadarkan diri saat mereka berciuman kala itu. Dan sejujurnya, Orfeas sedikit takut jika dirinya yang justru menghisap jiwa Nala. Jadi, yang ia lakukan kemudian adalah membopong Nala yang mulai tak sadarkan diri sambil terus memandangi aura biru Nala. Jika Nala tak bangun dalam beberapa jam, ia akan membawanya pada Tuan Greystone. Tetapi bodohnya, ia sendiri malah ikut tertidur karena kelelahan.

"Jadi, sudah berapa jam kita tidur?" Nala memandang langit yang masih cerah. Ia mendudukan diri.

"Entahlah," ucap Orfeas. "Aku tidak peduli."

"ORFEAS!"

Orfeas tertawa. Ia berguling ke sisi lain tempat tidur.

"Apakah kamu tidak punya tugas sebagai pangeran atau hal lain, begitu?" tanya Nala mengangkat alis. Ia agak penasaran.

Orfeas memiringkan kepalanya di atas bantal. "Aku tidak peduli. Aku hanya peduli tentangmu."

Nala mendesis. Ia turun dari kasur. Kakinya melangkah ke arah jendela yang menghadap ke arah kebun dan taman.

Orfeas menyunggingkan senyum sembari bangun dari tempat tidurnya. Ia ikut beranjak ke belakang Nala sambil memeluk gadis itu erat. 

"Mau keluar?" tawar Orfeas.

Nala mengangguk. Tanda itu menjadi aba-aba Orfeas untuk keluar dengan menggandeng Nala. Lelaki itu berjalan ke arah kebun apel dengan buah kemerahan yang mulai matang dan terlihat ranum. Ia mengambil sebuah keranjang sambil menyodorkannya pada Nala.

"Aku yang ambilkan, kamu yang kumpulkan." Orfeas berkata cepat. 

Nala mengangkat alis. Matanya melihat Orfeas yang sudah terbang rendah untuk memetik apel yang berada di pohon.

"Hei! Itu namanya curang!" Nala memajukan bibir bawahnya.

Orfeas menjulurkan lidah sambil terus mengumpulkan beberapa buah apel hingga keranjang yang dipegang Nala penuh. Lelaki itu tersenyum sesudahnya. Puas dengan hasil panennya.

AVARITIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang