4. Found You

8K 731 13
                                    

Selamat 1.5k! Hehehe rencanaku mau double up semoga keburu nulisnya wkwkwk

*****

Orfeas berjalan bolak-balik di kediamannya dengan perasaan khawatir dan panik. Sudah tiga hari gelang pusakanya hilang dan ia bisa dibunuh jika benar-benar menghilangkan barang itu. Tangannya menjambak rambutnya sendiri. Bagaimana ia bisa seceroboh itu?

Ashby di sisi lain masih berusaha mencari dalam diam. Lelaki berambut pirang itu memejamkan matanya sambil bermeditasi. Sialnya, konsentrasi dari meditasi itu tak dapat dilakukan lantaran langkah Orfeas yang terdengar panik.

"Orfeas—"

"—Apa? Bisakah kamu katakan padaku bahwa kamu sudah menemukan gelang tersebut?" potong Orfeas dengan mimik panik bercampur penasaran ketika Ashby memanggilnya.

Ashby memutar bola matanya. Menatap Orfeas lekat-lekat sebelum, "BAGAIMANA AKU BISA MENEMUKAN GELANGMU KALAU KAMU BERGERAK KE SANA KE MARI BEGITU?" teriaknya kesal. Kini, ia sedikit tidak peduli dengan perbedaan status sosial mereka. Orfeas memang pantas dimarahi.

Orfeas ciut. Ia menghela napas frustasi. Ini semua salahnya. Ya, ia terlalu teledor dan ceroboh.  Gelang itu mungkin terjatuh. Tetapi, tiga hari dirinya mencari, gelang itu tetap tidak ditemukan. Ia bahkan tidak bisa merasakan keberadaan gelang yang terikat dengannya tersebut.

"Daripada kamu bolak-balik begitu, apa tidak sebaiknya kamu ikut bermeditasi bersamaku?" Ashby mendecih kesal sambil kembali memejamkan matanya. "Kunci pencarian ini adalah ikatan batin dan kamu punya ikatan yang jauh lebih kuat daripada aku."

Protes Ashby hanya mendapat helaan dari Orfeas. "Kamu tahu aku tidak punya bakat untuk meditasi, bukan?"

Ashby menggeleng kecil sambil melanjutkan meditasinya. Ia mengatur napas perlahan sambil terus berkonsentrasi.

Orfeas pada akhirnya mencoba membantu. Lelaki itu ikut duduk di sebelah Ashby. Menyelaraskan napas dan pikiran mencari gelang tersebut.

Tiba-tiba, mata keduanya terbuka. Sesuatu terjadi dalam penglihatan mereka. Senyum merekah di wajah keduanya.

"Sudah kubilang, keterlibatanmu akan membuat semuanya lebih mudah!" Ashby berujar cepat.

Orfeas berdiri. Kakinya sedikit kram karena tak biasa bermeditasi. Lelaki itu memiringkan kepalanya. "Sekarang?"

Mata Ashby memicing. Hari masih siang dan pergi ke dunia atas di siang hari seperti bukan ide yang baik.

"Kita tidak bisa menunda, Ashby." Orfeas mendecih pelan. "Aku tak ingin kehilangan lebih lama lagi."

Ashby mengurut dada. Ia bersumpah ingin sekali memaki Orfeas dan segala kelakuannya. Tetapi, mengingat bahwa lelaki itu adalah putra mahkota Avaritia, agak sulit untuknya melawan. Akhirnya, Ashby hanya mengangguk pasrah. 

Ashby berdiri dan ikut mengembangkan sayapnya bersama Orfeas. Keduanya lagi-lagi melesat cepat menuju hutan di bagian timur lalu ke atas menuju lubang dunia atas sambil memfokuskan diri pada tempat yang berada dalam penglihatan mereka.

Kini, Orfeas dan Ashby melayang-layang di atas langit sebuah kota modern. Memandangi lautan manusia yang berjalan di jalan raya, juga kendaraan yang berlalu lalang.

Orfeas melipat tangan di dada. Ia memicing dengan tatapan mengejek. "Mengapa manusia-manusia itu tidak punya sayap? Pasti melelahkan."

Ashby memutar bola mata. Selalu ada yang diproteskan Orfeas.

"Dan lagi, mereka selalu menggunakan teknologi yang tidak mencintai alam begitu. Lihat kendaraan di sana. Asapnya sudah sangat hitam!" celoteh Orfeas lagi.

AVARITIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang