Buat yang mungkin belum tahu, aku suka buka "readers request" hehe biasanya di IG sih. Kali ini, aku mau buka di sini.
Kasih aku request dong, kira-kira Orfeas sama Nala cocoknya kencan di mana? Hehehe
*****
Nala melirik ke arah Orfeas sejenak. Ia masih takut. Tetapi, ia juga bingung bagaimana mengungkapkan ketakutannya.
Ashby—si lelaki ramah tadi—sudah pergi. Meninggalkannya dengan Orfeas berdua saja.
Sejujurnya, Nala tak terlalu mengerti padanan kalimat Ashby yang diperhalus. 'Orang yang salah', begitu katanya. Siapa orang yang salah itu? Apa yang sebenarnya terjadi?
"Sepertinya, kita benar-benar terjebak berdua di sini, ya?" Orfeas mengulang kalimatnya. Lelaki itu menyandarkan tubuhnya ke sofa. Menatap langit-langit rumah itu sejenak. "Sudah lama sekali aku tidak benar-benar tinggal di dunia atas." Lelaki itu bergumam pelan nyaris tak jelas di telinga Nala.
"Apa?"
Orfeas buru-buru menggeleng. "Kamu benar-benar tinggal sendiri? Orangtuamu?"
Nala diam. Ia menggeleng pelan. "Orangtuaku sudah tidak ada."
Orfeas mengangguk pelan. Ia enggan menanyakan lebih jauh. Lagipula, itu bukan urusannya. "Jadi, aku tidak apa-apa berada di sini?"
"Itu..." Nala menengok ke arah jendela. Ia terlihat ragu dan khawatir.
"Ada apa?" tanya Orfeas menangkap keraguan Nala.
"Apa kamu akan tinggal di sini?" tanya Nala takut-takut.
Alis Orfeas jelas terangkat. Bukankah itu memang tujuannya berada di sini?
"J-jadi, kamu benar-benar akan tinggal di sini?" Nala sekali lagi memastikan.
Helaan napas berat terdengar dari Orfeas. Ia memiringkan kepalanya. "Dengar, Nona Nala," ucapnya dengan nada tajam. "Aku harus mengawasimu. Itu artinya, ya, aku akan tinggal di sini. Aku akan berada di sebelahmu seperti seorang sipir dan tahanan."
"Jadi, kamu tahanannya dan aku sipirnya?" tanya Nala polos.
Sontak, Orfeas meringis kesal. "Kamu tahanannya karena kamu yang mencuri gelang pusakaku!"
"Tetapi..." Nala diam. Ia yang memang bersalah karena mengambil gelang itu, bukan?
Orfeas memiringkan kepala. Ia mendesis kecil. Menunggu Nala mengucapkan kalimatnya.
"Tetapi, bagaimana jika ada orang lain melihat?" Nala berucap takut-takut. "Apa yang harus kuucapkan?"
Mendengar itu, Orfeas memutar bola mata seraya berdiri dari duduknya. Woosh! Api tiba-tiba menyelimutinya. Detik berikutnya, api itu pergi, berganti dengan Orfeas yang sudah kembali bersayap hitam besar di punggung.
Nala menahan napas. Walaupun wajah dan rupa tubuh Orfeas masih sama, melihat sayap besar itu tetap membuatnya ketakutan.
"Aku tak akan terlihat dalam wujud ini." Orfeas berkata ringan.
Nala diam. Ia masih membeku karena belum terbiasa. Gadis ini menelan ludah menatap Orfeas lagi dan lagi.
"Jadi, kamu akan mengikutiku ke sekolah? Ke mana pun?" tanya Nala memastikan.
"Ya, ke mana pun." Orfeas berucap pasti. "Tunggu, kamu masih sekolah?" Seketika, lelaki itu membelalakan matanya. Mimik itu amat lucu jika tanpa sayap besar pada punggungnya.
Dagu Nala terangguk. "Aku masih sekolah."
Kini, Orfeas tersentak. Masalah apa yang menimpanya saat ini? Ia pikir, Nala adalah gadis seusianya hingga ia ingat bahwa dirinya berada di dunia manusia dan Nala adalah manusia.

KAMU SEDANG MEMBACA
AVARITIA
Fantasy//Rencananya up tiap hari// Follow dulu sebelum baca Hargai penulisnya dengan vote & comment yuk :)) ===== AKU HARUS MENIKAH DENGAN PANGERAN DUNIA BAWAH? *** Pada acara berkemah sekolah, Nala tak sengaja menemukan gelang emas berkilau di hutan pada...