Btw makin lama, readernya makin sepi, membosankan kah? Huhu maafin karena emang slow pace banget di awal. Bahkan aku merasa masih cepat banget kayak butuh mereka "baik-baik" aja dulu sembari bangun karakter dua-duanya. Tapi, aku nggak tahan haha
Setelah ini kayak baru mulai gong nya gitu. Huhu. Enjoyyy~
*
Orfeas menatap ke arah dokumen-dokumen tua yang berada di perpustakaan Avaritia. Ia memangku dagu. Membaca kalimat demi kalimat dalam scroll yang sudah kekuningan tersebut.
Ia masih ingin mencari keberadaan batu merah itu. Lalu, ia akan mengambil batu merah itu dan menjadi penjaga seperti ibunya. Tetapi, di mana?
"Anda sangat antusias sekali mempelajari sejarah Avaritia." Suara serak dan parau terdengar.
Orfeas menengok, menemukan Tuan Roche, sang penjaga perpustakaan dan dokumen di istana.
"Ya, begitulah," jawab Orfeas asal. Ia tak mungkin mengungkapkan tujuan asalnya.
Tuan Roche mengangguk-angguk. Wajahnya tampak bangga. "Kalau Anda menyukai sejarah itu, apa Anda pernah tahu tentang saudara-saudara terbuang yang kalah dalam pertarungan karena terpengaruh batu merah? Atau mungkin, Anda tidak sengaja bertemu dengan mereka di dunia manusia?"
Mata Orfeas menyipit. "Tidak sengaja bertemu di dunia manusia?"
Tuan Roche mengangguk. Ia menarik salah satu buku. "Hanya ada satu sumber, memang. Namun, katanya, kakak-kakak yang mengadakan kudeta itu dibuang ke dunia manusia. Mereka semua dikutuk menjadi manusia tidak abadi yang bisa sakit, bisa lapar dan bisa mati. Aku rasa, dengan ribuan tahun berlalu, mereka bisa jadi membaur dengan manusia."
*****
Nala membuka mata pelan ketika merasakan seseorang membelai rambutnya lembut. Gadis itu mengerjap-ngerjapkan mata. Ia terlihat kebingungan sebelum, "ORFEAS!" teriaknya keras.
Orfeas yang berada di sebelahnya tersenyum. Lelaki bersayap hitam itu duduk di tepian kasur dengan tenang. Untuk pertama kalinya, Nala melihat senyum manis dari lelaki itu.
Sontak Nala menarik selimutnya ke atas. Ia menutup seluruh wajahnya sambil meringkuk di dalam selimut.
"Hei, kenapa?"
Nala menggeleng. "Kamu gila! Aku sedang dalam kondisi terjelekku!"
Tawa pecah dari Orfeas. "Kamu tidak pernah peduli dengan penampilanmu sebelumnya! Kenapa sekarang jadi begini?" ejek lelaki itu.
Nala masih mengeratkan selimut yang menutupnya. "Orfeas!"
Lelaki itu tak mengindahkan Nala. Sebagai gantinya, ia memeluk Nala dari luar. "Aku menyukaimu, bahkan ketika kamu baru bangun tidur sekalipun."
Nala diam. Ia tak bergerak. Sesuatu terasa aneh. Seperti es krim yang meleleh di mulut. Seperti permen kapas yang lembut dan manis.
Orfeas menyibakan selimut Nala pelan, menatap gadis itu sebelum mengecup kening Nala lembut. "Aku tidak sabar untuk bangun denganmu setiap pagi."
Nala mengangkat alis. "Aku masih SMA, Orfeas," ucapnya sambil berdecak kesal. Tangan Nala mendorong Orfeas pelan agar lelaki itu sedikit mundur dari posisinya. Nala kemudian mendudukan diri di kasur, menatap ke arah lelaki yang masih tertawa pelan itu.
"Ya, ya, ya! Aku tahu. Rasanya kini, jadi tidak normal untuk menikah di usia belasan," sindir Orfeas sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran.
Nala menghela napas. Ia ikut-ikutan bersandar di sandaran sebelah Orfeas. "Aku punya banyak mimpi, Orfeas." Gadis itu diam sejenak. "Lagipula... aku manusia dan kamu pangeran dunia bawah, apakah kita bisa menikah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AVARITIA
Fantasy//Rencananya up tiap hari// Follow dulu sebelum baca Hargai penulisnya dengan vote & comment yuk :)) ===== AKU HARUS MENIKAH DENGAN PANGERAN DUNIA BAWAH? *** Pada acara berkemah sekolah, Nala tak sengaja menemukan gelang emas berkilau di hutan pada...