Orfeas berjalan pelan di lorong istana. Ia tampak gagah dengan mahkota di kepala dan tubuh terbalut setelan kerajaan yang khas. Ashby berdiri di sebelahnya. Agak sedikit ke belakang, tetapi, masih dalam jangkauan. Beberapa prajurit lain mengikuti di belakang seperti gerombolan semut.
Orfeas tiba-tiba menghentikan "Kalian bisa pergi, aku ada urusan dengan Ashby setelah ini."
Para prajurit itu mengangguk, kemudian, mereka pergi berurutan meninggalkan Orfeas dan Ashby di lorong berdua.
Ashby menghela napas. "Anda ingin pergi ke tempat Nona Nala lagi?" tanya Ashby menerawang.
Orfeas mengangguk. "Ya, aku merindukannya. Selalu merindukannya."
Sudah sepuluh tahun sejak Nala memutuskan untuk memberikan nyawanya pada Orfeas. Sejak itu, banyak hal yang terjadi. Orfeas diangkat menjadi raja, Semua permata kembali disatukan, kali ini, disimpan di brankas istana dalam ruang bawah tanah lalu disegel agar tak lagi mengganggu.
Permata yang tersisa hanya pada mahkota Orfeas dan dua gelang yang berada pada tangan kanan dan kirinya. Salah satunya akan turun ke putranya dan yang satu lagi akan jadi milik istrinya.
Istri, ya? Rasanya Orfeas belum bisa memulai cinta lagi.
Orfeas melompat untuk terbang ke angkasa bersama Ashby. Keduanya menyusuri negara hingga sampai pada pinggirnya. Sebuah kubah kuning transparan mengelilingi. Tempat setiap memori indah selalu tercipta.
Keduanya menembus kubah itu kemudian mendarat pada satu pondok yang terbuat dari kayu. Orfeas membuka pintu pondok, matanya menemukan Raia yang tengah bersih-bersih.
"Yang Mulia," panggil Raia hormat.
Orfeas mengangguk sopan. "Anda ke mari juga? Di manakah Tuan Greystone?"
Raia mengulum bibir. "Ia berada di kamar, Yang Mulia. Tadi katanya, ada sesuatu yang ingin ia pastikan terkait jasad Nona Nala." Ia berkata pelan. "Dan saya pikir, pondok ini agak berdebu, makanya saya bersihkan. Mungkin, karena saya memang sudah tua. Juga, saya rasa, Nona Nala pasti suka rumah ini lebih bersih."
Orfeas tersenyum kecil. "Terima kasih, Nyonya Greystone." Ia berkata dengan sungguh. "Aku benar-benar bersyukur akan Anda dan keluarga Anda."
Kepala Raia menggeleng. "Beatrice, Desmond dan aku adalah teman karib. Kami sudah menganggap Anda sebagai putra kami sendiri juga adik dari Ashby."
Mendengar itu, Ashby memajukan bibir. "Ya, ya..." Ia tertawa.
Orfeas ikut tertawa. Ia menarik napas panjang. "Kalau begitu, aku permisi ke kamar dulu." Lelaki itu lagi-lagi mengangguk sambil berjalan ke arah kamar. Sementara, Ashby yang sedikit bingung hanya tersenyum sopan pada ibunya sebelum beranjak bersama Orfeas ke kamar.
Pintu kamar sedikit terbuka, menampakan Greystone melipat tangan di dada sambil menatap peti kaca di depannya. Di peti itu, seorang perempuan tampak tertidur dengan nyenyak.
Orfeas sengaja meletakan Nala di sana. Memang, agak menyeramkan. Tetapi, ia tidak peduli. Ia memberikan sihir untuk membuat Nala tetap awet dan tak membusuk. Sehingga, Orfeas bisa melihat gadis kesayangannya setiap saat.
"Yang Mulia," ucap Tuan Greystone kaget.
Orfeas tersenyum kecil sambil menatap peti di dekatnya. Lelaki itu memegang kaca yang menjadi satu-satunya pembatas antara dirinya dan Nala.
"Apa yang terjadi, Tuan Greystone?"
Tuan Greystone menatap peti itu dengan kepala miring. "Dapatkah Anda melihat aura hitam mengelilingi Nona Nala?"
Orfeas menyipitkan mata. Ia dapat melihatnya. Tipis, tetapi terlihat.
"Untuk membuat peti ini menjaga tubuh Nona Nala, kita menggunakan jiwa sebagai 'bahan bakar'nya. Saya rasa, Anda sudah tahu soal itu, bukan?" Tuan Greystone berkata parau.
Orfeas mengangguk. Ia memang setiap hari memasukan jiwa-jiwa tumbuhan ke dalam peti Nala. Tidak banyak, hanya sedikit dan hanya agar tubuh Nala tetap awet di dalam sana.
"Tetapi, sepertinya, jiwa itu malah menambah umur Nona Nala."
Mendengar itu, dahi Orfeas berkerut. Ia tidak mengerti. "Maksudnya? Menambah umur cuma hanya bisa dilakukan jika dari awal, masih ada jiwa tersisa di tubuhnya. Jika ia sudah mati sepenuhnya, menambahkan jiwa cuma akan bisa membuat tubuh tidak busuk."
Tuan Greystone mengangguk. "Ya, benar."
"Lalu, kenapa..."
"Aku mencoba menyelidik jiwa yang berada di dalam Nona Nala. Anda tahu bahwa setiap jiwa punya sebuah ciri khas yang berbeda, tetapi, jiwa Nona Nala sama persis dengan jiwa Anda, Yang Mulia."
Orfeas membeku. Ia masih tidak memercayai indra pendengarannya. "A-apa?"
"Itu artinya... kalian pernah..." Ashby tersenyum jahil dan sengaja tidak melanjutkan kata-katanya. Membiarkan menggantung, sekaligus menggoda Orfeas.
Wajah Orfeas sontak memerah. "Tidak!" Ia menyanggah cepat.
"Hal ini hanya terjadi jika kalian melaksanakan ritual kawin, bukan?" Ashby semakin memanasi. "Itu artinya, kalian menikah?"
"Aku tidak melakukan ritual pernikahan apapun!" Orfeas menekankan kalimatnya.
Tuan Greystone tersenyum geli melihat Orfeas yang gelagapan. Si raja muda itu tampak gugup sekarang. Siapa yang tidak gugup? Dituduh melakukan hubungan yang tidak seharusnya dilakukan.
Memang, kelakuan seperti itu tak ada dosanya di dunia bawah yang tanpa baik dan buruk. Tetapi, Orfeas hidup dalam dunia manusia selama masa kecilnya. Pendidikan moralitas sudah ditanamkan sejak kecil.
"Tetapi, Nona Nala pernah menghisap darah Anda?" tanya Tuan Greystone tiba-tiba. "Mungkin, sedikit? Efeknya akan memabukan, tetapi, singkat sehingga mungkin, Anda belum melakukan keseluruhannya."
Orfeas terdiam. Ia memalingkan wajah. Bayangan cumbuan panas yang mereka lakukan meyeruak di kepala. Kalau efek sampingnya tidak habis, mungkin, ia benar-benar bisa menyetubuhi Nala.
"Pertukaran jiwa bukan dilakukan dengan cara bersetubuh. Itu hanya salah satu efek sampingnya, Yang Mulia." Tuan Greystone tertawa melihat wajah Orfeas yang memerah. "Pertukaran itu melalui darah."
Kini, Orfeas membelalakan mata. Darah? Ia tidak pernah tahu akan hal itu. Jadi, apakah darah itu bisa mengirim jiwanya sebagian?
"Jadi, apakah Nona Nala pernah melakukannya?" tanya Tuan Greystone lagi.
Orfeas mengangguk lemah pada akhirnya. "Tetapi, itu tidak sengaja." Ia mencari pembenaran.
Ashby memiringkan senyum. Mengejek si raja.
"Mungkin, karena itu, jiwa Anda masuk sedikit ke dalam Nona Nala. Dan dengan kita yang terus memberi makan pada sisa jiwa di dalam Nona Nala, secara tidak langsung, jiwanya juga ikut makan dan membesar hingga kini tampak pada penglihatan." Tuan Greystone menjelaskan.
Orfeas menganga. "Berarti... Nala masih hidup?"
"Dari jumlah aura jiwa yang terlihat, sepertinya, belum bisa kita bilang hidup." Ashby nyeletuk. "Tetapi, dia juga tidak mati."
"Dia berada dalam ambangnya." Tuan Greystone berkata.
"Tetapi, apakah kita punya harapan?"
Tuan Greystone mengangguk ragu. "Menghidupkan seseorang dengan jiwa setipis ini punya banyak tantangan, mungkin juga, memakan waktu yang lama." Lelaki itu menarik napas. "Aku akan mencoba memasukan lebih banyak jiwa. Semoga kita bisa mengeskalasi secepatnya."
Orfeas menatap lembut tubuh Nala di dalam peti. Ia tak peduli berapa waktu yang harus ia lalui. Asalkan Nala bisa kembali, ia rela menunggu ratusan tahun lamanya untuk bisa bersama Nala lagi.
**BERSAMBUNG**

KAMU SEDANG MEMBACA
AVARITIA
Fantasy//Rencananya up tiap hari// Follow dulu sebelum baca Hargai penulisnya dengan vote & comment yuk :)) ===== AKU HARUS MENIKAH DENGAN PANGERAN DUNIA BAWAH? *** Pada acara berkemah sekolah, Nala tak sengaja menemukan gelang emas berkilau di hutan pada...