Beatrice melirik ke arah putra semata wayangnya. Lelaki yang hari ini berusia dua puluh satu itu baru menyelesaikan makan malamnya.
"Apa ada hal yang terjadi hari ini?" tanya Beatrice. "Kamu tampak begitu senang."
Orfeas menggelengkan kepala. "Aku bertemu dengan Charlotte hari ini." Ia tersenyum senang. Wajahnya memerah. "Ia memberikanku hadiah. Sebuah jam. Lihat!"
Beatrice mengulum bibir pelan. Ia melirik ke arah gelang yang ia pakai. Gelang berbatu merah. Salah satu pecahan dari batu yang keluarganya jaga. Bagaimana ia harus menjelaskan pada Orfeas tentang Jasper yang datang.
"Apa ibu pernah menceritakan tentang kisahku bertemu ayahmu?" tanya Beatrice pelan.
Orfeas memicingkan mata. "Kalau tidak salah, ayah dan ibu sudah saling mengenal saling kecil. Lalu, kalian menikah. Dan... ayah meninggal ketika aku masih kecil karena sebuah pertarungan."
Beatrice tersenyum kecil. Ia mendekat ke arah anaknya. "Aku ingin memberitahu sebuah rahasia. Ayahmu adalah seorang raja."
"A-apa?" Orfeas tampak tak mengerti. Sepanjang yang ia tahu, mereka hidup sangat pas-pasan.
Beatrice menghela napas. "Ia dibunuh adiknya sendiri yang menginginkan tahta. Aku tetap menjadi ratu pada awalnya. Tetapi, akhirnya aku memutuskan untuk turun, menjadi seorang manusia."
"Menjadi manusia, maksud Ibu?"
Beatrice tak menjawab. Ia menatap ke arah gelangnya sekali lagi. Matanya menemukan pengait di belakang gelang itu. Pengait yang muncul kembali setelah ia memutuskan menjadi manusia. Tangannya membuka pengait tersebut lalu menarik tangan Orfeas, ia memakaikan gelang itu di tangan kiri Orfeas.
Tepat ketika gelang itu terpasang, derap langkah terdengar dari depan pintu. Mata Beatrice membelalak.
"Larilah!"
"Apa?"
"Gelang ini akan melindungimu." Beatrice berkata lagi. "Larilah melewati pintu belakang."
"T-tapi, Ibu... itu apa? Apa yang terjadi?"
Beatrice menggeleng. Ia tak punya waktu menjelaskan. "Jika kamu sampai tertangkap, ingat satu hal yang kamu harus lakukan nanti, carilah keluarga Greystone. Mereka akan membantumu."
Orfeas mengerutkan dahi. Ia benar-benar tidak mengerti.
"Lari, Orfeas!" Beatrice mendorong Orfeas cepat.
Putranya itu tidak mengerti namun memutuskan untuk mengangguk. "Ibu, kita akan bertemu lagi, kan?"
Beatrice mengangguk. "Kuharap begitu."
Kalimat itu adalah kalimat terakhir yang Orfeas ucapkan untuk sang ibu. Lelaki itu tak pernah lagi bertemu dengan Beatrice seumur hidupnya. Karena, Beatrice mati terbunuh di hari ulang tahunnya yang kedua puluh satu.
*****
Nala memeluk bukunya sambil berjalan ke arah loker. Orfeas berada di sisi kirinya. Lelaki itu benar-benar seperti tertempel dengan Nala. Ke mana pun, di mana pun. Orfeas selalu ada di sana.
Sudah satu minggu Orfeas berada di sekolah, lebih dari sepuluh hari Nala harus tinggal dengan Orfeas. Rasanya, aneh. Namun di saat yang bersamaan, ada perasaan lega yang muncul. Nala kini tak sendiri.
Nala tidak tahu mantera apa yang Orfeas rapelkan. Tetapi, tak ada satupun orang yang menaruh curiga terhadap kedekatannya dengan lelaki itu.
"Apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" tanya Orfeas ketika keduanya sampai di depan loker.

KAMU SEDANG MEMBACA
AVARITIA
Fantasi//Rencananya up tiap hari// Follow dulu sebelum baca Hargai penulisnya dengan vote & comment yuk :)) ===== AKU HARUS MENIKAH DENGAN PANGERAN DUNIA BAWAH? *** Pada acara berkemah sekolah, Nala tak sengaja menemukan gelang emas berkilau di hutan pada...