Orfeas menarik napas ketika masuk ke dalam rumah yang sepi. Sudah dua puluh empat jam setelah ia dengan bodohnya pergi begitu saja kemarin. Seharian ia berkelana ke mana-mana. Ia yang dengan penuh kesal dan gengsinya melarikan diri hanya karena ajakan kencannya ditolak. Rasanya, kelakuannya itu tak pantas dan lelaki bersayap hitam itu berencana meminta maaf.
Sayangnya, ketika ia masuk sore ini, Nala sudah tidak ada.
Kini, Orfeas jadi bertanya-tanya. Apakah Nala benar-benar pergi dengan Ray?
Lelaki itu beranjak pergi untuk mencoba mencari Nala. Tetapi akhirnya, ia menggeleng dan mengurungkan niatnya.
Bagaimana kalau ia memergoki Nala bersama Ray? Bagaimana jika mereka sedang berkencan dengan mesra? Apakah Orfeas sanggup?
Lelaki itu memilih membanting diri di sofa. Ia berharap, Nala pulang malam ini. Ia ingin meminta maaf. Mungkin, juga menjadi penanda bahwa perasaannya memang tak boleh berkembang lebih jauh.
Lagipula, apakah Orfeas tak sadar diri? apa ia lupa perbedaan posisi keduanya? Lelaki itu menatap gelangnya sekali lagi. Ada perbedaan antara gelang yang dipakainya dan Nala. Gelangnya terukir salur daun, sementara ada ukuran bunga dan burung di gelang Nala.
Senyum getir tampak dari bibir Orfeas. Gelang itu milik ibunya. Apa yang takdir sedang lakukan pada dirinya?
Jarum jam terus berdetak. Sayangnya, sudah hampir tengah malam, Nala belum pulang juga.
Orfeas menggeleng kecil. Isi kepalanya sudah mengarah ke kejadian yang menyesakan dada. Ia meletakan tangan di kepala. Matanya terpejam. Ia benar-benar tak bisa bernapas.
Ceklek!
Suara pintu terbuka membuat Orfeas terlonjak. Lelaki itu menatap pintu yang kemudian menampilkan Nala dibaliknya.
Gadis itu terengah-engah. Uap dingin keluar dari mulutnya.
Orfeas buru-buru berlari. Menarik gadis itu dan menutup pintu agar udara musim dingin tak masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu menatap ke arah wajah pucat Nala. tubuh gadis itu dingin. Ia hanya mengenakan setelan terusan berbahan tak terlalu tebal tanpa mantel atau jaket yang menghangatkan tubuhnya. Apa yang ia lakukan? Apa yang terjadi?
Sekejap kemudian, Orfeas menarik Nala yang bergetar ke dalam pelukannya. Sayapnya terbuka lebar untuk kemudian menutupi tubuh perempuan dalam dekapannya itu.
"Apa yang terjadi? Apa yang kamu lakukan malam-malam begini?" bisik Orfeas pelan.
Nala tak menjawab. Ia hanya menggeleng dan semakin menenggelamkan kepalanya dalam dekapan Orfeas.
"Kamu pergi dengan Ray? Apa ia menyakitimu?" tanya Orfeas khawatir.
Nala lagi-lagi menggeleng. Tidak, sama sekali tidak. "Mungkin, daripada Ray yang menyakitiku, ini seperti, aku yang menyakitinya."
Orfeas tak mengerti. Ia mengerutkan dahi. "Maksudmu?"
"Aku... selama ini aku berpikir, aku punya perasaan terhadap Ray. Kamu tahu? Ia baik dan ramah. Tetapi, aku terus menghindar. Aku merasa tak pantas, merasa takut, merasa tidak percaya diri." Nala menarik napas. "Tetapi, kenapa saat Ray menyatakan perasaannya apdaku, aku malah..."
Nala diam. Ia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Bahunya bergetar hebat.
"Hei, kamu menangis?" tanya Orfeas pelan.
Nala mengusap air mata yang jatuh. Ia tak mengerti dengan perasaannya. Ia benar-benar tidak paham!
"Jangan menangis. Kumohon," pinta Orfeas. Ia merenggangkan pelukan untuk menatap wajah Nala yang sembap.

KAMU SEDANG MEMBACA
AVARITIA
Fantasy//Rencananya up tiap hari// Follow dulu sebelum baca Hargai penulisnya dengan vote & comment yuk :)) ===== AKU HARUS MENIKAH DENGAN PANGERAN DUNIA BAWAH? *** Pada acara berkemah sekolah, Nala tak sengaja menemukan gelang emas berkilau di hutan pada...