orfeas tahu mantra apa yang Nala ucapkan. Itu adalah mantra untuk mentransfer jiwa sendiri kepada orang pertama yang berada di dalam pikirannya.
Nala tersenyum kecil. "Setidaknya, kamu tetap hidup. Aku mencintaimu. Aku yakin kamu akan jadi raja yang sangat hebat. Jangan lupakan aku, ya?"
Orfeas menggeleng. "Nala! Nala! Kumohon!" Ia memegang pundak Nala. Lelaki itu mencari cara membatalkan mantra tersebut. Tetapi, tidak bisa. Orfeas tahu, mantra itu tak akan bisa dibatalkan.
Tubuh Orfeas mulai merasakannya. Ada sesuatu yang mengalir masuk ke tubuhnya. Jiwa manusia jauh lebih berharga dan lebih besar dampaknya daripada dunia bawah. Rasanya, Orfeas benar-benar seperti mendapatkan kekuatan super.
Nala tersenyum lembut. Matanya menatap Orfeas dalam-dalam. "Tidak ada yang lebih baik daripada menyerahkan nyawaku untukmu, Orfeas. Hidup yang panjang dan lama, ya?"
Di saat yang bersamaan Nala makin melemah dan terjatuh. Tubuhnya pucat dan dingin lalu benar-benar kaku.
Tangan Orfeas bergetar. Ia terjatuh bersama tubuh Nala yang sudah tak bergerak.
Orfeas memeluk tubuh gadis itu dengan erat. Air mata tak terbendung turun dari mata ke pipinya. Ia terisak seperti anak kecil sambil meraung-raung bak orang gila ketika kaitan pada gelang Nala terbuka serta sebongkah permata secara tiba-tiba muncul keluar dari punggung Nala dan bergulir ke lantai.
Dari bawah, Orfeas mendengar keributan. Ray pasti sudah sampai di bawah kastil. Lelaki itu membopong tubuh kaku Nala ke atas kasurnya. Ia menyelimuti Nala sambil mengecup kening gadis itu lembut.
"Aku akan kembali, Tuan putriku."
Orfeas berjalan ke arah bongkahan permata merah yang kini tergelatak di lantai. Juga ke arah gelang Nala yang kini sudah terlepas dan tergeletak begitu saja.
Tarikan napas terdengar. Orfeas mengambil gelang itu lalu mengenakan benda bundar itu di tangannya. ia memungut batu permata berwarna merah itu sambil mendesis kecil.
"Kamu pasti senang karena sekarang sudah keluar dari tubuh Nala, kan?" Ia berdecak.
Orfeas berjalan ke arah pojok kamarnya. Ke sebuah peti panjang di sana. Ia membuka peti itu, menemukan pedang raja milik ayahnya. Tangan kanan Orfeas mengambil pedang itu. Ia mendecih sambil mendekatkan permata merah terbesar yang ia punya.
Permata itu menyatu dengan pedang secara cepat dan bersemayam di pegangannya. Orfeas menarik napas panjang-panjang ketika itu terjadi. Harus berakhir dengan cara seperti inikah?
"Tuan Orfeas! Tuan Orfeas!" Seseorang berlari ke atas. Raia di sana. Ia tampak panik dan khawatir. Namun, ketika menemukan Nala yang sudah tebujur kaku dan pedang Orfeas yang dihias permata merah. Ia bergetar hebat.
"Ray sudah di bawah, bukan?" tebak Orfeas. Ia menoleh lemah ke arah Nala yang kini tinggal jasadnya. "Aku akan ke bawah."
"Tuan Orfeas..." Raia tak mampu berucap. Tanpa perlu diberitahu, Raia bisa merasakan kepedihan dari si pangeran itu.
"Aku titip Nala sebentar, ya?" Orfeas berucap lembut sambil berjalan pergi.
Lelaki itu menggenggam pedangnya erat-erat. Semuanya harus dibalas. Kematian ibunya, kematian Nala, semua orang yang pergi meninggalkannya. Orfeas marah! Ia benar-benar marah.
Persetan jika ini adalah tuntutan permata merah yang kini mungkin merasuk jiwanya. Ia hanya ingin membalas semuanya pada lelaki bernama Ray tersebut.
Lelaki itu kini juga sudah bersayap hitam. Tongkat emas kerajaan dengan tiga permata berada di tangan kanannya. Sementara, ia mengalungi permata milik Hector.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVARITIA
Fantasía//Rencananya up tiap hari// Follow dulu sebelum baca Hargai penulisnya dengan vote & comment yuk :)) ===== AKU HARUS MENIKAH DENGAN PANGERAN DUNIA BAWAH? *** Pada acara berkemah sekolah, Nala tak sengaja menemukan gelang emas berkilau di hutan pada...