30. This Is It

3.9K 416 10
                                        

Terima kasih untuk 12k nya. Terima kasih untuk semuanya.

*****

Sudah beberapa hari sejak kematian Hector. Ray seperti menghilang. Pasukan dikerahkan untuk mencari lelaki satu itu. Tetapi, tanda-tandanya tetap tak terlihat.

Orfeas tak bisa kabur dari tanggung jawab lagi. Lelaki itu kini mau tak mau harus sibuk di istana. Ia yang sudah dipastikan akan menggantikan Hector kini mengambil alih. Walaupun, ia belum resmi dilantik karena keadaan gawat darurat negara.

Tak hanya pasukan bersenjata, keluarga Greystone dan para penjaga permata tengah berjuang mencari tongkat yang hilang. Tak bisa dipungkiri, semua orang tak bisa tenang. Permata merah itu bisa membunuh siapa saja, bahkan menghancurkan negara dalam sekali kedip.

Orfeas menghela napas ketika Ashby datang ke ruangannya. Lelaki itu tampak lesu dan Orfeas sudah tahu alasannya.

"Kalian masih belum menemukannya?" tanya Orfeas pasrah.

Ashby menggeleng. "Mungkin, ia sudah berada di dunia manusia lagi. Apa kita perlu mengekspansi pencarian ke sana?"

Orfeas berdecak. "Dunia manusia terlalu luas untuk dijelajahi dan dicari. Kalian bisa memakan waktu yang sangat lama walaupun bisa terbang sekalipun."

Ashby mau tak mau menerima keputusan Orfeas. Lagipula, perkataan Orfeas ada benarnya. Akan sulit mencari di dunia manusia.

"Setidaknya, kita harus menjaga negara ini." Orfeas berkata lagi. "Tuan Greystone sudah memasang kubah pelindung, bukan?"

"Ya, ayahku sudah memasang kubah dengan tingkat sihir paling tinggi di sekeliling kota," kata Ashby pasti. "Juga pada kastil Anda." 

Orfeas menatap ke arah langit. Ia melihat kubang transparan berwarna kuning yang terpasang mengeliling. Setidaknya, itu membuatnya sedikit lebih tenang.

"Walaupun mungkin akan tertembus, setidaknya, itu cukup untuk menahan Ray." Ashby berkata lagi.

Orfeas menarik napas. Ia kehilangan akal. Tidak tahu apalagi yang harus diperbuat.

Ashby berdeham pelan. Ia terlihat takut dan ragu. Lelaki itu merunduk.

"Ada yang kamu pikirkan?" tanya Orfeas menyadari kekikukan Ashby.

Ashby memiringkan kepala. "Itu..." Ia tampak berpikir sejenak. "Apakah Anda benar-benar akan mengeliminasi keputusan untuk mengambil permata merah dari Nona Nala?"

Bruk!

Orfeas memukul meja kesal. Ia berdiri dari kursinya. Lelaki itu tampak sangat marah. "Sudah berapa kali kubilang, aku tidak akan pernah melakukan itu!"

Dada Orfeas kembang kempis. Matanya menyala. Ia tidak mau kehilangan orang yang ia sayangi untuk kedua kalinya. Tidak akan!

"Tetapi, kalau tidak seperti itu, Nona Nala juga akan mati dan..."

"Aku tidak akan membiarkannya mati! Sudah aku bilang, kan?" Orfeas memotong. "Persetan dengan semua itu, kalau Nala mati, maka aku juga akan ikut mati."

"Lalu bagaimana dengan nasib negara ini? Akan dipimpin oleh siapa? Seseorang dengan penuh kerakusan seperti Ray?" Ashby meninggikan nada. Ia sudah tidak peduli dengan lehernya yang mungkin dipenggal setelah ini. "Negara ini juga sama pentingnya."

Orfeas tak menjawab. Ia memalingkan wajah ke arah jendela. Biarpun rakyat dipaksa untuk kembali normal, ia tahu bahwa semua orang takut dan was-was. Apakah ia benar-benar harus mengorbankan Nala?

Bum!

Sebuah bunyi ledakan terjadi. Bunyi itu bahkan membuat tanah bergetar. Orfeas dan Ashby berpandangan bingung.

AVARITIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang