21. New World

3.6K 332 17
                                    

Hai semua! Terima kasih telah membaca Avaritia sampai di sini. "Fase kedua" akan segera dimulai. 

*****

Nala memandang sekeliling rumahnya sekali lagi. Ruangan-ruangan di sana. Dekorasi yang terpajang. Semuanya. Ada rasa berat ketika sadar ia harus meninggalkan semua di dalam rumah itu.

Wajah Nala menengok ke arah Orfeas yang berdiri di sebelahnya. Lelaki itu mengambil tangan Nala lalu menggenggam tangan itu erat-erat.

"Kamu akan kembali," ucap Orfeas dengan yakin.

Nala menengok. "Hm?"

"Aku janji," kata Orfeas lagi. "Kamu akan kembali lagi ke sini."

Nala diam. Ia menunduk tak bersuara.

"Ada apa?" tanya Orfeas mengerutkan dahi. Ia merasakan perasaan yang anrh mengalir dari Nala.

Nala mendongak. "Kamu tidak akan memaksaku menikah denganmu?"

Orfeas tersenyum geli. Ia melepaskan genggaman tangannya lalu berpindah ke arash pinggang Nala untuk memeluk gadis itu dari samping.

"Pernikahan itu bukan sesuatu yang harus dipaksakan hari ini juga. Lagipula aku punya ribuan tahun untuk menunggumu." 

Senyum manis terpampang dari wajah Orfeas. Ditambah dengan pelukan yang dilancarkan Orfeas membuat Nala sedikit tenang.

"Tuan Orfeas, Nona Nala, apa Anda berdua sudah siap?" Kalimat Ashby menggema.

Orfeas dan Nala sama-sama menengok sebelum mengangguk. Keduanya berjalan ke arah perkarangan dengan Ashby di depan mereka.

Sinar rembulan tampak begitu terang mengingat malam ini adalah malam purnama. Bintang-bintang gemerlap berkelap-kelip sangat banyak. Terbang ke atas sana, bagaimana rasanya?

Orfeas mengeratkan pelukannya pada Nala. "Pegang yang erat, Nala. Dan jangan pejamkan matamu."

"Ap..."

Belum selesai Nala berucap, Orfeas mengepakan sayapnya keras. Detik berikutnya, Nala sudah terbang dalam pelukan kekasihnya. Pemandangan kota tampak begitu luar biasa. Lampu-lampu gemerlap di bawah mereka. Lambat laun, mereka tiba di atas pepohonan.

"Ini..." Nala tak bisa melanjutkan kata-katanya ketika dari atas, Nala bisa melihat air terjun tempat ia pertama kali menemukan gelang Orfeas.

Orfeas tersenyum tipis sambil tersu terbang tinggi ke atas. Terus dan terus hingga mereka menembus awan-awan.

Sebuah lubang tampak terlihat dari atas. Lubang itu menyala terang. Semakin mendekat, cahaya itu semakin menyilaukan.

Mereka mendarat tepat di tepian lubang itu. Nala menatap Orfeas yang mengangguk mencoba meyakinkan. Lelaki itu menggengam tangan Nala sebelum dalam satu sentakan menarik gadis itu untuk masuk ke dalam lubang bersamanya.

Refleks Nala memejamkan mata. Bagaimana tidak? ia terkejut setengah mati. Ia benar-benar belum siap.

Nala merasakan dirinya kembali melayang dengan orfeas yang memeluknya erat. 

"Nala, buka matamu," bisik Orfeas pelan.

Nala dengan perlahan membuka mata. Di bawahnya kini, tampak terbentang sebuah lanskap yang tidak ia ketahui. Sekilas, ia seperti di bawah kembali ke jaman peradaban tengah.

"Selamat datang di Dunia Bawah. Lebih tepatnya, selamat datang di Avaritia." Orfeas tertawa kecil.

Lelaki itu mengarahkan sayapnya pada sebuah balkoni menara yang tinggi. Ia kemudian mendarat dengan mulus di sana. Begitupula Ashby yang sedari tadi bersama mereka.

"Kita... di mana?" tanya Nala bingung. Ia menatap ke bawah. Tanah bahkan tak terlihat dari menara setinggi ini.

"Kamu berada di kastilku," jawab Orfeas santai. "Dan ini balkoni kamarku."

Nala menautkan alis. "Kastilmu?"

"Ya." Orfeas berucap pelan. Ia berjalan ke arah pintu yang terbuat dari kaca. Orfeas menggerakan tangannya dan pintu itu terbuka secara tiba-tiba.

Nala mau tak mau mengikuti Orfeas yang melenggang santai ke dalam ruangan itu. Kini tampak di depannya sebauh kamar dengan tempat tidur besar dan terlihat amat empuk. Lagi-lagi, kamar Orfeas mengingatkannya akan adegan-adegan film kerajaan.

"Ini kamarku. Kamu bisa beristirahat di sini. Malam sudah larut sekali. Bahkan mungkin, di dunia manusia, ini sudah subuh. Kamu pasti kelelahan." Orfeas mendesah kecil ketika melihat Nala yang akan protes. "Aku ingin meminta pelayan menyiapkan kamar, tetapi, aku malas membuat keributan malam ini. Kuharap kamu mengerti."

Nala diam. Ia tahu keberadaannya mungkin merepotkan banyak pihak.

"Apakah akan baik-baik saja kalau aku di sini? Semua makhkuk dunia bawah memiliki sayap, bukan?" Nala berucap khawatir.

"Sayap baru tumbuh ketika usia Anda dua puluh satu. Anda bahkan belum sampai pada usia itu, jadi seharusnya, tak akan ada yang curiga. Ditambah dengan gelang yang Anda pakai sudah cukup membuat orang-orang takut dengan Anda." Bukan Orfeas, Ashby yang menjelaskan dengan tenang.

"Kamu bisa tidur di sini. Tidak akan ada yang berani mengetuk kamarku. Aku juga akan memberikan pengamanan ekstra untuk kamar ini." Orfeas berucap dengan yakin.

Nala hening. Ia sadar akan sesuatu yang terdengar salah.

"Pengamanan ekstra? Kamu akan pergi?" Nala membelalakan mata.

Orfeas mengulum senyum. "Sebentar saja." Ia berkata sambil mengusap pipi kekasihnya. "Aku harus pergi pada para tetua, juga keluarga Greystone untuk mencari petunjuk tentang dirimu."

"Keluarga Greystone maksudnya adalah keluargaku, Nona. Tak perlu khawatir." Ashby menambahkan.

Nala menghembuskan napas pasrah. Apa yang bisa ia lakukan? Pada akhirnya, ia hanya bisa mengangguk.

"Aku akan kembali sebelum kamu bangun," ucap Orfeas. Ia mengecup pipi Nala cepat sebelum berjalan ke arah balkoni.

Lelaki itu lagi-lagi mengibaskan tangannya dan pintu ke arah balkoni tertutup rapat. Dari kaca, Nala dapat melihat senyum tampak dari wajah Orfeas yang terkena pantulan bulan.

"Aku pergi," pamit Orfeas lagi.

Nala mengangguk pelan, mengantarkan kepergian Orfeas dan Ashby ke langit gelap. Ia menatap ke arah kamar remang yang akan jadi tempat dirinya tidur malam ini.

Gadis itu berjalan keliling. Tak hanya ranjang tepat tidur. Di kamar itu juga terdapat meja yang besar. Di atas meja itu, sangat banyak sekali buku. Rata-rata buku itu tertulis dalam bahasa yang tak Nala mengerti. 

Nala mengambil satu buku lalu membacanya sekilas. Walau tak mengerti, ia cukup menikmati gambar-gambar di sana. Kertas-kertasnya tampak tua dan usang. Mungkin, Orfeas sedang meneliti sesuatu.

Mata Nala tertumbuk pada sebuah gambar batu merah. Batu merah yang sama yang berada di gelang Nala. Baru merah yang sama yang menjadi momok banyak orang.

Apakah buku ini tentang misteri batu merah itu? Apa Orfeas sungguh-sungguh ingin mencari batu merah itu?

Nala mulai menguap. Ia kemudian berjalan ke atas ranjang dan membaringkan tubuhnya. Gadis itu sekali lagi menatap ke arah gelang yang ia pakai. Banyak hal yang ia tak mengerti. Ada banyak hal yang membuatnya takut. Tetapi, kenapa di saat yang bersamaan, ia merasa berdebar?

Kamu ingin mengembalikan orangtuamu, bukan?

Suara itu tiba-tiba terdengar. Seperti bisikan halus di telinga.

Nala menengok ke kanan dan ke kiri. Ia mencoba melihat jika ada orang di sekitar sana. Tetpai, rasanya mustahil. Kamar itu kosong. Hanya ada dirinya sendiri di sini. Di jendela pun tak ada orang.

Carilah kami! Lalu, buatlah ayah dan ibumu hidup lagi. Kamu akan punya keluarga yang bahagia.

Nala mengerjapkan mata ketika kalimat kedua muncul. Ia buru-buru menggeleng pelan. Gadis itu menarik selimutnya pelan. Ia pasti mengantuk dan sedang berkhayal.

Ia sedang berkhayal, kan?

**BERSAMBUNG**

AVARITIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang