11. The Youngest Prince

6.2K 502 3
                                    

Kita flashback dulu sebentar sebelum balik ke Nala dan Orfeas. Ini tentang Orfeas juga, kok! hehehe Dan... hayo, siapa yang nemuin hint crossover nya? LOL

****

Asap mengepul dari cerobong sebuah rumah berbahan batu. Dari jendela tampak seorang perempuan berusia awal empat puluhan tengah memasak sesuatu di tungku besar.  Gaun biru tuanya sedikit kusam dan terkena percikan masakan yang ia masak.

Tring!

Bunyi bel yang menandakan pintu yang terbuka membuat perempuan itu menoleh sejenak sebelum kembali pada masakannya. Suara tapak kaki masuk setelahnya.

"Kamu sudah pulang, Nak? Ini masih terlalu sore." Wanita itu berucap dengan masih mengaduk panci. "Kamu taruh di mana kudamu?"

Orang yang masuk itu tak menjawab, namun langkah kakinya terus mendekat. Mendekat dan mendekat.

"Ah, ibu sedang memasak sup tomat kesukaanmu. Tomat yang diberikan Nyonya Sarah kemarin benar-benar berkualitas baik." Wanita itu masih nyerocos. Ia pikir, orang yang masuk adalah putranya yang baru berusia dua puluh tahun. 

Anak semata wayangnya ini bekerja di sebuah perkebunan yang dimiliki seorang wanita bernama Sarah. Perkebunan itu terletak agak jauh dari tempat mereka tinggal. Biasanya, anak lelakinya ini akan kembali sekitar makan malam, tetapi, sekarang ini masih jam tiga sore. Apakah ada sesuatu yang terjadi?

Si wanita bingung. Biasanya, si putra akan bercerita panjang lebar tentang kesehariannya. Tetapi, kali ini, tak ada jawaban satupun yang keluar dari mulut anak lelakinya.

"Apa kamu ada masalah?"  Ia berbalik untuk kemudian membelalak. Mata si perempuan menangkap sosok seorang lelaki asing. Lelaki bersayap hitam dengan rambut kecokelatan dan mata biru. Wanita itu mengenal baik sosok tersebut.

Wanita itu mundur beberapa langkah. Tangannya bergetar.

"Hai, Beatrice! Sudah lama kita tidak bertemu, bukan?" Sosok itu berucap dengan nada tajam. "Kamu benar-benar menjadi manusia sekarang. Bagaimana rasanya menjadi manusia? Umurmu tak lama lagi seperti dulu, kamu menua dan akan mati dalam sepuluh atau dua puluh tahun lagi."

Beatrice—wanita itu—tergagu. "Apa yang kamu mau, Jasper? Apa Hector mengirimmu ke mari?" tanyanya. "Aku sudah menjadi manusia, artinya, kamu tidak bisa mencampuri urusanku lagi. Itu tertulis dalam perjanjian antar dunia, bukan?"

Lelaki itu tertawa kecil. "Yang Mulia Hector memang mengirim saya ke sini. Aku rasa, kamu masih mengenal suamimudengan sangat baik?" Ia diam sejenak. "Oh, perlukah aku bersikap formal padamu? Tetapi, kamu sudah bukan lagi bangsawan dunia bawah"

Beatrice tak menjawab. Ia hanya menarik napas panjang. 

"Kamu pengkhianat!" bisik Jasper pelan. "Sudah untung Yang Mulia Hector tidak membunuhmu."

Rahang Beatrice mengeras. "Keluargaku sudah disumpah untuk menjaga batu merah utama dari siapapun. Kalau Hector hanya menikahiku untuk kemudian menguasai batu itu, aku lebih baik mati."

"Mati seperti kakak-kakakmu?" ejek Jasper sambil tertawa keras. Ia menggelengkan kepalanya.

Beatrice menarik napas . "Apa yang kamu mau? Untuk apa ke sini?"

"Pangeran Orfeas," jawab Jasper mantap.

Mendengar itu, mata Beatrice membelalak. Ia bergetar hebat.

"Anakmu, Pangeran Orfeas, Beatrice. Aku datang untuk menjemputnya." Jasper berucap lagi.

Beatrice mengunci mulut. Ia tak ingin menjawab.

"Jadi, Beatrice, di manakah anak itu?" tanya Jasper lagi. "Ia adalah bagian dari dunia bawah."

"Orfeas bukan lagi seorang pangeran dari dunia bawah, Jasper. Ia hanya anak manusia biasa." Beatrice menggeleng. 

"Begitukah?" Jasper mengangkat alis. Ia tersenyum miring. "Anakmu itu, Pangeran Orfeas, ia akan berusia dua puluh satu tahun dalam beberapa bulan lagi. Sayapnya akan tumbuh setelah itu, apakah kamu pikir, kamu bisa lari dari kenyataan? Apa yang kamu ingin jelaskan pada anakmu itu, hah?"

Beatrice diam. Tidak seperti dirinya yang mengubah diri menjadi manusia, Orfeas masih makhluk dunia bawah. Bola matanya masih berwarna merah yang menandakan anak satu-satunya itu adalah bangsawan dunia bawah. Selain itu, sayap hitam akan muncul dalam beberapa bulan lagi. 

Beatrice memang mempersiapkan ramuan yang menghambat pertumbuhan sayap Orfeas, tetapi, cepat atau lambat, Orfeas akan tahu dan itu mungkin akan berbahaya untuk dirinya.

"Dengan usia Orfeas yang sudah menginjak dua puluh satu, artinya pemilihan raja berikutnya sudah siap dimulai."

Keringat dingin mengalir dari pelipis Beatrice ketika mendengar hal itu. Ia mengerti apa maksud dari pemilihan raja tersebut. Para pangeran dunia bawah akan diadu sampai mati dan satu-satunya pemenang dalam ajang tersebut akan jadi raja berikutnya.

Tidak! Beatrice tidak ingin hal itu terjadi pada Orfeas. Apalagi, putranya akan jadi yang paling muda dan tanpa pengalaman apapun di sana.

Orfeas adalah anak yang manis dan penurut. Ia pendiam dan tak banyak bicara. Anak lelakinya itu suka membaca. Ketika Beatrice bekerja di istana Yang Mulia Mauretha dulu, ia pernah sekali membawa Orfeas ke sana. Tetapi, tiba-tiba Orfeas hilang. Rupanya, Orfeas yang saat itu masih berusia lima tahun diam-diam menyelinap ke dalam perpustakaan istana lalu membaca buku dengan asik.

Orfeas tidak diciptakan untuk bertarung. Ia tak pernah bisa menang.

"Kamu lebih takut memberitahukan jati diri Orfeas padanya atau lebih takut karena anakmu pasti akan mati?" tanya Jasper lagi.

Beatrice menelan ludah sambil mengepalkan tangan. Orangtua mana yang tidak takut anaknya mati dengan pertandingan gila seperti itu?

"Orfeas tidak akan berpartisipasi. Kamu bisa mencoret namanya." Beatrice berucap tegas.  "Aku tahu, adikmu juga menjadi selir Hector, Jasper. Dan sejujurnya, aku tidak peduli tentang itu sama sekali. Anak dari adikmu bisa mengambil posisi Orfeas. Itu bukan urusan kami."

"Kalau dengan semudah itu aku bisa mencoret nama anakmu, aku sudah melakukannya sejak dulu, Beatrice." Jasper memasang wajah tak senang. "Kamu pikir, aku sudi menjemput anakmu seperti ini, hah?"

Beatrice menarik napas. Ia tak tahu harus bagaimana.

"Kamu tahu betul tentang istana lebih daripada aku, Beatrice. Keluargamu sudah mengabdi lama sebagai penasihat sebelum Hector membunuh semuanya dan menyisakanmu di sini." Jasper mengangkat dagu Beatrice. Sorot tajam penuh amarah terlihat dari kilat matanya. "Orang yang akan menjadi putra mahkota akan dipersiapkan sebelum raja turun tahta, dan selama persiapan itu, tidak boleh ada yang mengganggu prosesnya. Bagaimana jika Orfeas datang dan berencana merebut tahta, hum?"

"Orfeas tak akan punya rencana merebut tahta. Aku bisa jamin itu." Beatrice bersikeras.

"Sayangnya, kami tidak menerima jaminan mulutmu, Beatrice." Jasper menghentak dagu wanita di hadapannya dengan kasar. Lelaki itu menarik napas panjang. "Jadi, tolong hargai kesabaranku. Bawa Orfeas ke hutan tempat portal dunia atas dan dunia bawa satu hari sebelum usianya yang ke dua puluh satu."

Beatrice menggeleng. "Tidak akan."

Jasper berdecak. Ia memicingkan mata. "Ini perintah, bukan negosiasi." Lelaki itu berkata sinis. "Dan jika kamu tidak melakukannya..." Ia menarik napas panjang. "Kupastikan anak itu yang akan pergi ke dunia bawah sendiri."

"Apa maksudmu?" Beatrice tercekat. Pikiran buruk merasuk ke benaknya. "Apa yang akan kamu lakukan pada Orfeas?!"

Jasper tertawa kecil. "Kamu akan tahu nanti."Lelaki itu mengangkat alis sebelum berjalan pergi ke luar pintu.

"JASPER!"

Terlambat, lelaki bersayap hitam itu sudah melesat kembali ke angkasa. Meninggalkan Beatrice yang bergetar sambil menahan tangis meratapi nasib putranya sendiri.

**BERSAMBUNG**

AVARITIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang