Rega menatap gerbang tinggi bergaya gothic victoria di depannya, mengagumi desain arsitektur, lekuk indah setiap pilarnya. Areal pemakaman itu lebih nampak seperti taman, tak sehoror vibes makam-makam yang ada di Indonesia.
Yup, saat ini dirinya sedang berada di New Southgate Cemetery London, tempat peristirahatan terakhir sang ibu mertua.
Tempat-tempat yang kemarin dimaksud Niel ingin dikunjungi berdua adalah makam ibu, dan kota kelahirannya, Leeds.
Keduanya bertolak ke Inggris di hari yang sama setelah mendengar kabar kematian nyonya Adiwaskita.
Niel yang perasaannya semakin tak karuan memutuskan untuk sejenak melarikan diri, terbang menjauh dari masalah yang tak kunjung selesai.
Untunglah ada Blaise, teman yang selalu bisa diandalkan. Pria yang memiliki banyak keahlian itu mengurus semua administrasi yang dibutuhkan keduanya hanya dalam waktu dua jam.
Dan disinilah mereka sekarang berada, di tanah milik sang raja Charles.
"Sebenarnya kalau diambil sisi positifnya, aku dan ibu menjadi lebih dekat ketika kami sedang dalam pengajaran, selalu bersama 24/7." Niel bercerita ketika mereka berjalan memasuki gerbang pemakaman.
"Untuk membunuh waktu di tempat persembunyian, kami jadi banyak ngobrol, bertukar pikiran."
"Ibu pernah bertanya, apakah aku saat itu sedang menyukai seseorang?" Kenang Sage setengah termenung.
"Aku yang masih takut mengakui orientasiku tentu saja menjawab dengan kata tidak. Aku tidak ingin ibu kecewa dengan pilihanku yang menyimpang."
"Ibu sempat berkata, jika suatu hari nanti aku jatuh cinta, beliau ingin aku menceritakan semua pengalaman itu padanya. ---- Karena beliau sudah melewatkan hal-hal seperti itu dimasa mudanya." Ujar Niel sendu.
"Ibu tidak tahu rasanya bagaimana memiliki pria yang ditaksir, merasakan jantung berdebar hanya karena berada didekatnya, juga lonjakan hormon kebahagiaan hanya karena tangan yang saling bertaut."
"Beliau bercerita, ia pernah satu kali merasakan semua euforia itu pada seorang pria. ---- Itu adalah saat pertama kali ibu bertemu denganku, di ruang bersalin."
"Bagi ibu, aku adalah cinta pertama dan terakhirnya, her forever love."
"Meski beliau tersenyum ketika mengatakannya, dan kalimat itu dimaksudkan untuk menjadi kenangan romantis. Aku malah trenyuh ketika mendengar ceritanya." Curhat Niel sedih.
"Kenangan tentang obrolan malam itu adalah pemicu keinginanku untuk balas dendam. --- Aku tak terima mereka semua membuat ibu kehilangan masa mudanya, dan terus menderita sampai di penghujung waktunya."
Sage menggeleng beberapa kali, seakan sedang menghalau sesuatu yang mengganggu di kepalanya, ---mungkin kenangan akan hal buruk.
"Aku tidak menceritakan ini pada kak Rega karena masih ingin membalas dendam. Keinginan itu sudah sepenuhnya padam." Katanya lebih tenang.
"Kembali pada cerita malam itu, aku membalasnya dengan berjanji, --- bila nanti memiliki kekasih, aku akan membawanya ke hadapan ibu, memperkenalkan orang itu pada ibu."
"And here we go, aku ingin menepati janjiku. Mempertemukan kak Rega dengan ibu, meski tak secara langsung."
Rega menjawab dengan mengeratkan rangkulan di bahu pria yang lebih kecil.
"Mungkin kita akan berada disini cukup lama, aku ingin bercerita banyak hal tentang kak Rega dan apa yang aku rasakan padamu. Bolehkan?" Niel meminta ijin.
"Of course sayang.. take your time." Rega mengiyakan, setuju sebelum menciumi pucuk rambut Niel berulang kali.
"Terima kasih angel.." Ujarnya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WEDDING AGREEMENT (Completed)
RomansaRenaga Nathaniel Linggadinata, straight to the bone, sudah memiliki pacar cantik yang siap dipinang, namun tiba-tiba dipaksa sang mama untuk menikah. Bukan dengan seorang wanita, melainkan laki-laki. Rega yang tak kuasa untuk menolak permintaan or...