Pasal 18

8.6K 745 81
                                    

Sage menatap lama pintu bertuliskan angka 606 sebelum tangannya bergerak untuk mengetuk.

Ya, berbeda dengan kali terakhir ia masuk tanpa ijin, kali ini Sage memilih jalur sopan.

Pintu terbuka dari dalam tak lama kemudian, menampilkan Reino yang tampangnya auto masam begitu tau siapa yang datang.

Tanpa sapaan, pria itu melebarkan pintu mempersilahkan Sage masuk ke dalam.

Reino mendahului berjalan dengan langkahan lebar menuju ke sebuah kamar, tahu pasti Sage akan mengikutinya.

"Aku memaksanya menggunakan infus, dan diam-diam meminta dokter memberikan obat tidur." Ucap Reino, sembari tangan menunjuk pada Bima yang tidur di atas pembaringan dengan selang  bergelantungan pada salah satu sisi ranjang.

"Kurasa dia takkan bangun sampai beberapa jam kedepan."

"Tak apa. Aku lebih suka jika dia tertidur." Timpal Sage canggung.

"Agar kamu bisa langsung cepat membunuhnya?" Tukas Reino sarkas.

Sage mendengus sinis.

Sejak awal bertemu, ia sudah tak suka pada pria ini. Tak hanya karena Reino sudah merebut mas Bintang darinya, tapi juga soal kesetiaannya pada Bima yang membuat Sage iritasi.

"Dia sudah menunggu kedatanganmu semenjak kemarin kami pulang." Reino memberitahu.

"Dia bahkan masih menyimpan glock 17 milikmu yang tertinggal. Ada di laci nakas. ---- Katanya, siapa tahu dibutuhkan saat kamu mengeksekusinya." Tambah pria itu dengan nada getir.

"Dia sudah sangat siap mati ditanganmu."

"And.. dia juga sudah membuat surat warisan baru. Semua miliknya sekarang atas namamu. Congratulations."

"Aku tidak butuh semua uangnya! Aku punya uangku sendiri." Balas Sage ketus.

Sage tahu Reino saat ini sedang memandangnya intens, tapi ia menolak untuk balas menatap balik. Matanya tetap terpaku pada sisi ranjang.

"Aku ada di dapur jika kamu nanti membutuhkan sesuatu. Silahkan.. anggaplah rumah sendiri." Reino kemudian pamit undur diri.

Sage mengerutkan keningnya heran. Tidak menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti ini.

"Kau akan meninggalkanku sendirian... bersamanya?" Ia akhirnya memandang Reino.

Pria itu mengangguk santai, tak se-protektif saat mereka pertama bertemu.

"Kata Bintang, aku harus mempercayaimu." Ujarnya tanpa ragu.

Dan ketika kerutan di jidat Sage semakin dalam, Reino malah tertawa.

"Apa?" Tanya Sage bingung.

"Aku baru menyadari, kalian berdua sangat mirip. Ekspresi bingungmu sama persis dengan mas Bima. ---- Alisnya tegak kaku, udah kayak wiper mobil."

"Aku tidak tahu bagian mana yang lucu dari kalimatmu barusan." Ujar Sage masam.

"Nah.. bagian menyebalkan yang ini juga sama. Kalian sama-sama kaku kayak kain pel abis dijemur. santai dikit bisa kali.. " Balas Reino, yang langsung berbalik pergi, meninggalkan kamar.

Ruangan itu menjadi hening setelah hanya tersisa Sage dan sang paman yang sedang tertidur.

Maju beberapa langkah, Sage mendekat ke sisi pembaringan.

Pria itu tampak pucat dan lebih tirus dari terakhir Sage bertemu dua minggu yang lalu. Kumis dan jenggot yang tidak terawat memenuhi wajahnya.

Ada selang infus di tangan kanan, sementara hidung memakai selang pernafasan.

THE WEDDING AGREEMENT (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang