04. Not deliberate

47.2K 5.6K 209
                                    

Vote dulu yuk sebelum baca. Vote gak butuh waktu lama. Gak lebih dari 5 detik kok, bukan hal sulit...jadi jangan hanya menikmatinya tapi hargai juga jerih payah penulisnya ya ☺️
Dan jangan lupa ramein komen 😙



Entah takdir macam apa yang sedang Electra jalani. Berada di dunia fiktif, menempati raga remaja berusia 18 tahun, dan saat ini ia harus kembali memakai seragam sekolah. Tidak sampai disitu, baru kali ini Electra merasa miskin semiskin-miskinnya. Untuk menuju sekolah saja ia harus berjalan kaki. Sebenarnya ia bisa saja naik kendaraan umum atau menggunakan transportasi online, tetapi tidak ia lakukan karena ia butuh berhemat.

Anggap saja ia sedang berjalan di atas catwalk sepanjang 300 meter dan dengan kaki pincang. Ya, menurut peta, jarak antara kost ke sekolah sejauh 300 meter. Electra belum sempat sarapan dan kini harus membuang-buang tenaga untuk berjalan kaki. Benar-benar miris sekali.

Begitu memasuki gerbang sekolah, Electra tampak celingak-celinguk untuk sekedar mencari petunjuk dimana letak ruang kelasnya. Ia sudah mengetahui berada di kelas apa namun tidak untuk letak pastinya.

"Apa kemarin kau mabuk, bisa-bisanya menabrakkan tubuhmu ke mobil Sean."

Seketika Electra menoleh, menatap sosok yang perkataannya barusan jelas ditujukan padanya. Sosok tersebut bertubuh bongsor, bahkan lebih tinggi darinya. "Kurasa aku memang mabuk," balasnya menanggapi.

"Ayo ke kantin. Mamaku hanya memberiku sarapan tiga potong sandwich. Aku masih lapar." Remaja tersebut mengapit lengan Electra untuk mengajaknya ke kantin.

Electra tidak menolak ajakan remaja bongsor di sampingnya, berpikir bahwa remaja ini sepertinya cukup akrab dengan antagonis. Tetapi siapa namanya? Electra tidak mungkin bertanya secara langsung.

"Astaga, Teresa....tubuhmu benar-benar memenuhi jalan," ujar lelaki yang baru saja melewati keduanya.

"Bicara seperti itu lagi, kujahit mulutmu!" Sembur Teresa dengan ekspresi wajah garangnya.

Ah, rupanya nama remaja bongsor ini adalah Teresa. Electra mengingatnya, dibeberapa dialog nama Teresa seringkali muncul karena remaja ini adalah teman dekat antagonis. Setidaknya masih ada yang mau berteman dengan antagonis, membuat Electra tidak merasa sendiri karena bagaimanapun ia juga butuh berinteraksi dengan seseorang.

Namun yang sesungguhnya, Electra si antagonis hanya akan bersikap buruk pada Megan. Antagonis bukan seorang siswi bermasalah yang hobi merundung siapa saja yang tidak menyenangkan hatinya. Kebencian antagonis hanya ditujukan pada Megan seorang. Dengan demikian, setidaknya Electra tidak memiliki banyak musuh dan tidak perlu menghadapi banyak kebencian.

Sekolah ini begitu luas dengan bangunan gedung berkonsep klasik dan terdiri dari tiga lantai. Disela langkah mereka yang menuju kantin, Electra tampak mengamati sekitar dan tidak lupa ia membaca setiap petunjuk yang ia jumpai, Electra jelas butuh menghafalnya agar tidak tersesat.

Sesekali Electra juga mengamati murid yang tidak sengaja tertangkap oleh indra penglihatannya. Para murid masih berada di luar kelas karena jam belajar belum dimulai. Layaknya suasana sekolah pada umumnya, selain merasa dejavu, Electra juga merasa konyol karena harus kembali bersekolah.

Lalu saat berpapasan dengan salah satu siswi yang berpenampilan paripurna, Electra lantas membandingkan dengan mengamati penampilannya sendiri. Tidak lama ia menghela napas karena menurut versinya, penampilannya saat ini tergolong memprihatinkan.

Hard to Believe (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang