Sosok Yang Asing

54 34 15
                                    

Shena's POV

Kepergian Herve ke Bali memang tak nyata, tetapi kepergiannya dariku seakan nyata. Ya, akhir-akhir ini kami jarang berinteraksi, baik langsung di sekolah maupun melalui media sosial. Sepertinya ia menjauh dariku, maka dari itu aku menjauhinya, walau aku merasa kesepian tanpanya.

Di masa-masa itu, aku berinteraksi dengan sejumlah adik kelas, baik laki-laki maupun perempuan. Mulai dari saling mengikuti di sosial media, berujung mengobrol baik langsung di sekolah maupun virtual. Aku memang cukup sering bertemu dan berinteraksi dengan adik kelas di sekolah, karena aku sendiri sering berjalan-jalan sendirian mengitari sekolah dengan harapan menemukan teman baru yang asyik, agar temanku tidak itu-itu saja. Karena aku sendiri paling anti sama orang yang sok eksklusif, maka dari itu aku berusaha untuk tak menjadi orang yang seperti itu.

Namun, walau aku sudah sering berinteraksi, berteman, dan bahkan aku jatuh cinta dengan Devon dan Arvel, adik kelasku. Tapi tetap saja, aku masih merasa kesepian karena "keabsenan" Herve. Haruskah aku mendatangi atau menghubungi Herve terlebih dahulu baru aku dan dia bisa kembali berinteraksi? Kurasa hal ini tidak bisa terjadi. Karena aku adalah wanita, aku tak mungkin memulai. Tapi, kalau tidak dimulai atau dicoba, takkan pernah ada yang terjadi. Serba salah memang. Di sisi lain, aku sekarang juga memikirkan nasib adik kelasku, bagaimana jika mereka tahu aku menyukai mereka namun tetap menyukai Herve? Pasti mereka akan sakit hati dan menganggap mereka hanyalah pelarian karena mereka anak kelas 10 yang masih "polos".

Aku sedang berjalan sendiri pada saat istirahat pertama, ketika Sindai menghampiriku.

"Shen, lo masih demen ama Herve ga sih?" tanya Sindai. Sumpah, aku mau jawab bingung nyusun kata-katanya, tapi kalo ga dijawab ga enak. Bukan apa-apa, itu pertanyaan sensitif banget. Aku pun masih ga ngerti, sebenernya aku masih sayang dia ga sih? I love or loved you?

"Hmmm ga tahu juga ya, mau tetep ngegebet dianya ga peka, mau ngejauhin dianya deket-deket terus," kataku. Padahal, sekarang dia seperti benar-benar menjauh dariku. Apa ini isyarat darinya jika ia terganggu? Sedikitnya memang benar kata-kata teman seangkatanku, kadangkala caraku mendekati Herve sepertinya terlalu berlebihan sehingga Herve terganggu, tapi karena dia menghargaiku, dia tak menghardikku secara langsung. Sampai-sampai, semester lalu teman-teman seangkatanku sendiri sampai tak percaya jika aku sudah tidak menyukai Herve karena dia masih tetap kudekati. Di saat aku meluruskan bahwa aku hanya mendekatinya sebagai teman, mereka semua tak percaya. Padahal benar, saat itu perasaanku pada Herve seakan "layu" tapi aku masih ingin berteman dengannya, jadi ya orangnya kudekati.

"Ya dia sebenernya demen sama lo Shena!" seru Sindai setengah memaksa.

"Kaga lah, kaya dia kok demen ama gue," aku mencoba rasional. Karena memang benar, sangat tidak mungkin Herve menyukaiku. Aku tak seatraktif Anes, sebaik Ananda, ataupun seramah Ailena, sahabatku sendiri. Sudah resmi aku kalah.

"Serah lo dah," komentar Sindai sembari menyodorkan sekotak susu Cimory rasa stroberi, "btw, ini gue ada susu Cimory buat lo. Gue tahu lo suka, makanya gue beliin, mumpung lagi ada uang jajan lebih."

"Sin, makasih banyak loh ya. Gue juga bawa nih, bentar lagi gue minum," kataku sambil menunjukkan susu Cimory rasa kacang mede yang kubawa ke Sindai.

"Berkah dong, soalnya two is better than one," komentar Sindai. Aku tertawa kecil. Sindai memang berbakat membuat kata-kata simpel yang bisa membuat tertawa. Setelah berpamitan, aku pun langsung berjalan meninggalkan Sindai.

Saat ingin kembali ke kelas, aku bertemu dengan Herve. Seketika aku pun langsung memberikan kotak susu rasa stroberi itu kepadanya.

"Nih Herve, gue kasih susu. Gue tadi di kantin beli kelebihan," kataku sambil menyodorkan kotak susu itu.

"Makasih Shen, tapi gue udah sama Venus. Lo kalo ngechat gue ga dibales itu juga karena gue ganti nomor," kata Herve sembari menerima kotak susu tersebut.

"Venus siapa?" tanyaku yang tidak digubris Herve karena ia sudah beranjak pergi duluan. Jujur saja, nama "Venus" terdengar sangat asing bagiku. Kalau itu Ananda, Anesya, atau Ailena, aku sudah hafal, karena selera Herve tak jauh dari mereka. Tapi siapa Venus? Setahuku tak ada murid bernama "Venus" di sekolah ini.

Sesampainya di kelas, aku ngecek HP sambil minum susu. Ternyata, aku dapat notif dari Hans, yang memintaku untuk menjauhi Herve karena dia sudah sama Venus. Tetapi aku tak ambil pusing, aku langsung bilang ke Hans kalau itu mungkin cuma rumor. Namun, Hans bilang itu beneran dan menasihatiku untuk tidak mencari perhatian kepada laki-laki yang sudah memiliki pasangan. Ga jelas banget kata-katanya Hans. Padahal, aku masih inget banget kalo sebelumnya Herve juga kaya Benith, bilang kalo dia ga mau pacaran sama siapa-siapa.

Trus, kalo beneran itu pacar baru Herve, ketebak banget siklusnya ga sih? Setiap 3 bulan sekali Herve ganti nomor dan ganti pacar juga. Selalu saja begitu, sampai aku hafal. Ngomong-ngomong, karena waktu istirahat peryama sudah selesai, maka dari itu aku langsung bersiap-siap memfokuskan diri pada pelajaran, walau sangat mungkin aku bakalan cari tahu soal "Venus" sembari belajar.




==Unbelievable==

[SUDAH TERBIT, OPEN ORDER] unbelievable // k-idols 01lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang