Shena's POV
Rabu kemarin, kami mengikuti pameran anak-anak kelas 12 sebagai kenangan terakhir mereka di Smabukel sebelum menempuh ujian akhir. Pamerannya cukup mengasyikkan, ada pentas seni dan stan makanan maupun karya seni yang bisa dibeli. Aku sempat membeli sosis bakar dan es kopi dari stand milik kelas 12 C-MIPA, yang menurutku juga cukup enak.
Selain membeli makanan, aku juga ikut berfoto di photobooth milik kelas 12 A-IPS. Kak Senio ada di booth itu dan ia yang jadi fotografernya. Di photobooth itu, aku sempat berfoto bersama dengan Anes dan Herve. Posisinya Herve di tengah, Anes di kiri, dan aku di kanan. Walaupun orangnya tiga, fotonya dicetak dua kali dikarenakan Herve tidak mau menyimpan foto itu. Sangat mungkin ia tak mau diejek oleh teman-temannya karena punya foto di tengah dua perempuan.
Hari Senin
"Say iri apa gimana?" Anes memberikan kata-kata pembukaannya. Aku hanya bisa menatapnya dengan bingung karena tak mengerti konteks dari kalimatnya.
"Kenapa lo ngecrop gue di foto kita yang bareng Herve? Udah ga dianggep temen lagi gue? Pengen foto berdua?" teriak Anes. Ya, seperti yang dikatakan Anesya, konteksnya itu aku beberapa hari yang lalu mengunggah foto yang dipotret di photobooth itu ke Twitter, namun aku memotong Anes seakan dia tak ada di foto itu.
"Maklumin Nes, halunya ga jadi nyata," komentar Herve. Dih dih? Geer amat gue masih ngehaluin lo. Fix your mind, man. Buat apa ngehaluin Herve? Masih jauh lebih banyak cowok yang lebih baik dari dia, khususnya yang ada di Korea Selatan.
"Ya kan? Geli gue lihat editannya," komentar Anes yang membuatku semakin tersinggung. Mungkin Anes tersinggung karena terkesan dia "dihilangkan"?
"Lo kali yang halu, mana ada gue ngehaluin lo?" aku mencoba melawan."Giliran gue tadi nanya ga dijawab, giliran Herve ngomong langsung lo sanggah. Panas ya lo? Ya kan?" desak Anes.
"Beli kaca dulu sana, gue yang harusnya ngomong ini bukan lo," aku kembali memberikan perlawanan.
"Heh jangan pikir ya gue ga tau kelakuan lo. Gue tau semuanya. Kalo gue udah lapor ke ketua pimpinan organisasinya, bisa-bisa lo dikeluarin. Atau dikeluarin dari sekolah sekalian juga bisa kalo Bu Kepsek sama Pak Waka bidang kesiswaan tau," kata Herve dengan nada tinggi. Aku pun terdiam sejenak mencoba mencerna kalimat Herve.
"Lo mau pura-pura amnesia sama kelakuan lo? Jaga-jaga kalo misalkan lo lupa atau pura-pura lupa, yang paling baru aja deh, yang sama Ifena. Dia itu ga salah, dia itu pemenang. Lo hasut dia buat jauhin gue dengan embel-embel lo mantan gue?" komentar Herve. Aku hanya bisa membatin, mengapa kata-kata Herve mendadak jadi sangat aneh?
"Loh, mana ada?" sanggahku.
"Ada lah. Lo kan yang ngefitnah gue ngefoto Ifena pas lagi telanjang? Makanya, ga usah sok-sokan ngelak, kalo ada buktinya ntar lo malu sendiri". Aku kembali terdiam mendengar kata-kata Herve.
"Lo banyak drama banget sih, gue yang cowok aja sampe kelelahan sama drama lo. Ga ada kerjaan ya? Selain Ifena, lo juga yang ngaku-ngaku dibully sama Randy dari tahun lalu, padahal lo aja yang meresahkan. Dianya sendiri udah pernah ngomong ke lo juga kan?" Herve angkat bicara. Sok tahu sekali ya Herve Mahardikha ini. Bilang orang ga ada kerjaan, sendirinya hobi ngurusin hidup orang. Kaga tau ya organisasi gue di luar sekolah banyak dan jadwalnya padet? Namun soal Randy tadi, memang benar aku sempat beberapa kali terlibat konflik dengannya sejak kami sekelas waktu kelas 10, sehingga waktu itu aku menyebutnya sebagai seorang pelaku intimidasi. Randy tidak terima, sehingga kita juga pernah bertengkar soal ini. Aku kaget sekali, Randy menceritakan masalahku dengannya kepada Herve.
"Sok tau, orang organisasi gue di luar sekolah bejibun," kataku jujur."Gue ga bisa tidur loh karena tingkah lo yang bikin banyak orang risau," Herve meninggikan nada bicaranya.
"Sok-sokan banget pura-pura jadi orang tersakiti, padahal gue juga ga bisa tidur mikirin gue diomongin gara-gara suka sama lo sejak insiden kelas 10," kataku sambil tertawa dengan nada mengejek.
"Lo kali yang suka pura-pura jadi orang tersakiti," teriak Herve.
"Waduh, perang dunia ketiga otw dimulai nih!" ejek Benith yang kebetulan ada di dekat situ. Walau kantin belakang berisik, ia masih dapat mendengar percakapan kami sedara tadi.
"Sa ae lo Nith," kata Herve sembari meninggalkanku dan mendekati meja kantin agar bisa duduk bareng Benith. Terima kasih banyak Benith, candaanmu telah mencairkan suasana walau tak terlibat secara langsung.
==Unbelievable==
KAMU SEDANG MEMBACA
[SUDAH TERBIT, OPEN ORDER] unbelievable // k-idols 01l
Fiksi PenggemarSudah open order via DM, Shopee, Tokopedia, langsung chat aja! "Terkadang hal yang tak dapat dipercaya bisa terjadi, namun pada saat yang sama hal yang selama ini diharapkan tak bisa terjadi" Status : Completed & published Highest rank : #1 teenlit ...