Jangan Ke Situ

66 60 3
                                    

Shena's POV

Pagi ini, teman-temanku merencanakan untuk nongkrong setelah pulang sekolah. Mereka lagi males ke mall, makanya mau cari tempat makan yang budgetnya aman di kantong pelajar tapi rasanya bintang lima.
"Nongkrong yuk," ajak Nata.

"Mau dimana?" tanya Felice.

"Apa aja boleh, yang penting makanannya enak dan harganya terjangkau," komentar Sindai.

"Gimana kalo di Filosofi Kopi aja? Harganya aman di kantong pelajar, reviewnya bagus, tempatnya enak buat nongki, deket dari sekolah, bonus wifinya kenceng," usul Nata. Nata beberapa kali kerja kelompok di kafe itu. Aku mengetahuinya karena aku dan Nata sekelas juga waktu kelas 10, terlebih lagi kami sering kerja kelompok di kafe yang sering disebut Filkop itu.

"Sok atuh, gas lah abis pulang sekolah," Sindai menyetujui usul Nata.

"Shena gimana? Kalo gue sih setuju-setuju aja," kata Felice.

Astaga! Felice telah menanyaiku sebuah pertanyaan yang membuatku sangat bimbang karena aku tak mengerti jawabannya. Aku ingin nongkrong bareng mereka, tapi aku ga ingin berada di situ. Bukan karena makanannya ga enak atau tempatnya ga nyaman, tapi karena Kaisha, teman Herve, baru saja memberi tahu sebuah fakta yang cukup mengejutkan kemarin. Ya, Herve bekerja paruh waktu di Filosofi Kopi cabang Kemang, alias cabang langganan anak-anak sekolahku karena jaraknya yang hanya beberapa meter dari sekolah, jalan kaki tak seberapa jauh pun sudah sampai, karena letaknya yang berada pada kompek Ruko Kemang Raya yang terletak tepat di sebelah gedung sekolahku. Selain itu, Kaisha juga menghimbau agar jangan sampai ketahuan pengunjung lain saat membahas Herve apalagi soal ia bekerja di situ, karena bisa berakibat buruk baginya.

Mengapa Kaisha memberi himbauan tersebut? Ya, karena Herve bekerja di kafe itu tidak sebagai dirinya sendiri, namun ia menggunakan identitas palsu. Ia memakai identitas palsu lagi-lagi karena kafe tersebut tidak boleh memperkerjakan anak dibawah usia 18 tahun, sementara Herve saat ini masih berusia 16 tahun. Filosofi Kopi sendiri merupakan anak perusahaan PT. Kulacino F&B, yang mana direktur utamanya adalah paman Herve. Maka dari itu, dapat disimpulkan jika Herve diperbolehkan bekerja di sana walau masih dibawah umur karena pengaruh orang dalam.

"Shena, lo gapapa?" tanya Sindai menyadarkanku dari lamunanku.

"Gapapa, tapi bisa ga kita nongkrong di tempat lain aja? Jangan di Filkop."

Jujur saja, aku sedikit sungkan mengatakan ini. Hal itu disebabkan oleh teman-temanku yang sudah sepakat dan aku sendiri yang merasa tak punya alasan logis untuk menolak ajakan nongkrong tersebut. Masa iya aku nolak ajakan nongkrong bareng temen-temen cuma karena Herve kerja di sana?

"Kenapa emang?" tanya Felice. Benar saja, pasti ada yang menanyakan pertanyaan mengenai kata-kataku yang ambigu itu.

"Gapapa kok," jawabku santai.

Selesai Pelajaran
Tak lama setelah jam pulang sekolah, kami berempat langsung beranjak ke Filosofi Kopi. Namun, baru saja kami melangkah masuk dan hendak mengambil menu, Herve juga masuk dan ia nampak siap untuk melaksanakan pekerjaan paruh waktunya. Aku mengambil menu dengan cepat dan mengajak sahabat-sahabatku untuk beranjak dari meja depan.

"Kalian mau duduk dimana?" tanyaku, "mau indoor atau outdoor? Gue sih maunya outdoor ya."

"Outdoor ada tempat ngecas ga? Baterai gue sekarat nih," komentar Nata.

"Ada, kebetulan outdoor ga terlalu rame. Gas ke sana yuk," komentar Felice setelah mengintip bagian halaman belakang. Kami semua pun akhirnya duduk di area halaman belakang yang terbuka itu. Sedari tadi, teman-temanku tak sadar akan kehadiran Herve sebagai barista, begitu juga dengan Herve. Ia tak menyadari jika aku dan teman-temanku ada di sana saat jam ia bekerja.

Kami di situ makan, minum, dan bercengkrama seperti layaknya remaja saat nongkrong di kafe. Tiba-tiba saja, Felice teringat bahwa ada tugas Kimia yang harus dikumpulkan besok. Karena Felice cukup bagus dalam pelajaran Kimia, maka dari itu Felice mengajari kita untuk mengerjakan 5 soal Kimia bab Kesetimbangan. Untungnya, karena materinya cukup mudah, kami dengan cepat mengerti dan bisa mengerjakan. Setelah mengerjakan soal Kimia, ternyata kami baru sadar jika sudah waktu makan malam. Maka dari itu, kami sekalian makan malam setelah tadi makan camilan.

Karena kami makan sambil bercengkrama, kami juga sampai lupa waktu saking serunya obrolan kami. Setelah menyadari waktu sudah hampir jam 7 malam, kami pun berpamitan dan bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing. Untung sekali, selama di sana Herve tidak menyadari keberadaanku, karena ia hanya bekerja sebagai barista, bukan pelayan yang harus berkeliling dari kursi ke kursi mengantar makanan untuk para pelanggan.





==Unbelievable==

[SUDAH TERBIT, OPEN ORDER] unbelievable // k-idols 01lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang