Razia dan Penggeledahan

31 22 8
                                    

Shena's POV

Pagi itu, aku berjalan menuju kelasku. Namun, yang membuatnya aneh adalah setiap murid menatapku dengan tatapan mencurigakan. Aku ingin bertanya mengapa mereka menatapku seperti itu, namun pada akhirnya aku tidak jadi menanyakannya, karena takut malu. Aku malah menatap bajuku, meraba rambut dan wajahku pula. Namun, hasilnya nihil. Aku tak menemukan kotoran atau noda apapun. Betul-betul bersih. Itu yang membuatku semakin heran. Apakah ada rumor tersebar tentangku lagi?

"Ai, lo liat baju gue atau gimana gitu kotor ga?" tanyaku penasaran saat melihat Aika berada di luar kelas 11 C IPA, yang tak lain tak bukan adalah kelasnya sendiri.

"Ga ada, baik-baik aja," kata Aika.

"Trus ngapa gue diliatin melulu pas jalan di selasar tadi?" aku akhirnya berhasil mempertanyakan alasan mengapa sedari tadi para murid yang berpapasan denganku memberikan tatapan aneh tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Bukan gara-gara penampilan lo, She. Tapi gara-gara rekaman CCTV hari kemarin jam setengah 3 nunjukin lo jalan bolak-balik di depan ruang waka sambil ngebuka tas sama dompet lo," jelas Aika.

"Kenapa emang?" aku tambah bingung mengapa tindakanku itu dipermasalahkan. Padahal, menurutku hal tersebut tidak mencurigakan sama sekali karena aku sedang mengecek jumlah uang yang ada pada dompetku saat itu.

"Ada kasus pencurian di sekolah. Kemarin pas jam pulang sekolah, Pak Yoga panik banget. Amplop uang yang isinya uang 3 juta di meja beliau hilang. Ilangnya sekitar jam pulang sekolah, soalnya waktu Pak Yoga masuk ruang waka jam setengah empat lebih, uangnya udah ilang sampe beliau panik dan terjadi kehebohan. Kata temen gue yang OSIS, pas jam pertama ini mau diadain razia," jelas Aika panjang kali lebar kali tinggi.

"Owalah, harusnya rekaman CCTV full-nya harus kesebar juga dong. Jangan cuma pas ada gue doang. Btw, gue buka dompet itu buat ngecek duit gue cukup atau ga ya buat beli minuman di kafe. Duitnya dari nyokap gue kok, bukan hasil nyolong di ruang waka," kataku sambil tertawa.

"Awikwok bisa ae, nanti pasti ketahuan sendiri kok kalo bukan lo yang nyuri," Aika ikutan bercanda untuk menenangkanku.

"Heh Shena!" Ananda menegurku tepat saat aku melangkah masuk ke dalam kelas.

"Apaan?" aku balik bertanya.

"Lo tau tentang kasus pencurian duit di ruang waka ga? Lo kan balik duluan tuh, dari yang gue liat di CCTV lo sempet jalan di depan situ juga," tanya Ananda.

"Lah gue baru taunya pas dikasih tau anak kelas sebelah. Kejadiannya pas gue udah pergi kali. Yang ada gue kemarin pas lagi jalan ke kafe dilabrak sama anak-anak SPENUSA," jawabku jujur.

"Anak Spenusa? Ngelabrak elo? Nama anak yang paling bawel siapa?" tanya Nanda yang membuatku kaget karena ia seperti mengetahui sebuah detail dari kejadian tersebut.

"Ga tau, tapi anak yang kaya ketua geng sekaligus jubirnya itu sempet gue liat nametag seragamnya. Nama yang ada di nametag sih Jazzyna Arumi N, ga tau itu siapa dan nama panggilannya apa. Yang bikin gue heran adalah si jubir atau ketua geng itu tau nama panggilan gue dan kasus Herve padahal gue ga bahkan tau dia siapa," ceritaku.

"Nah kan bener. Btw, gue minta maaf atas kesoktauan adek gue ya She," Nanda tiba-tiba meminta maaf.

"Hah? Adek lo?" aku dibuat bingung dengan kalimat Ananda. Aku tahu dia memiliki adik perempuan, namun aku tak tahu ciri-ciri maupun namanya, karena saat aku main ke rumahnya tak ada sosok adik tersebut.

"Iya She, doi Jazzy, adek kandung gue yang bawelnya ga ketulungan. Jadi in case lo berhadapan sama dia lagi, lo harus siap mental ya. Gue yang kakak kandungnya aja suka tertekan loh," Nanda mengejek adik perempuannya itu.

"Kok dia bisa tau masalah gue sama Herve?" aku tak habis pikir.

"Dia temen deketnya Alvin, adeknya Herve. Nah si Herve suka cerita tentang masalahnya sama lo ke adeknya, trus kebetulan si Alvin juga mulutnya ember makanya dia cerita ke Jazzy. Btw gue juga minta maaf atas kecepuan gue, karena gue beberapa kali cerita ama Jazzy tentang masalah gue sama lo dulu. Tapi gue juga ga tau kalo si Jazzy mulutnya ember, sampe dia cerita ke temen-temennya dan dapet ide ngelabrak elo waktu papasan di jalan. Asli gue bener-bener ga tau dia ngerencanain bareng temen segengnya atau emang kebetulan papasan aja. Maafin semua orang yang gue sebut tadi ya," Ananda bercerita sekaligus meminta maaf. Dari wajahnya, ia nampak sangat merasa bersalah akibat masalah kebencian yang seperti tidak ada habisnya ini.

"Iya Nan, bakalan gue maafin kok. Maklum kita semua masih remaja, jadi pada akhirnya apa aja bisa jadi topik bahasan termasuk pengalaman dan kesan buruk sama seseorang," jawabku santai. Ananda hanya membalas kata-kataku barusan dengan sebuah senyuman ramah.

Saat jam pelajaran ke 1, sejumlah tim anak-anak OSIS datang ke kelasku untuk melakukan razia. Salah satu dari tim OSIS yang datang ke kelasku adalah Eva, sahabatku. Eva meminta semua murid-murid kelasku untuk maju ke depan membawa tas sekolah sesuai urutan absen. Karena aku nomor urutku di kelas adalah 3, maka tak membutuhkan waktu lama bagi Eva dan anak-anak OSIS lain untuk memanggil namaku. Karena aku percaya diri aku tidak bersalah, maka dari itu aku membawa tasku ke depan dengan langkah tegap tanpa ekspresi takut sama sekali di wajahku. Benar saja, saat Eva dan anak-anak OSIS merazia tasku, mereka tidak menemukan hal-hal mencurigakan di tas maupun dompetku, sehingga aku langsung diminta kembali ke tempat duduk dan mereka memanggil anak dengan nomor urut 4.



==Unbelievable==

[SUDAH TERBIT, OPEN ORDER] unbelievable // k-idols 01lTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang