Bonus

5.5K 327 72
                                        

"Jaehyun, aku tidak ingin berdebat. Jadi, tetaplah di rumah atau tidak sama sekali."

Jaehyun berdecak. Memandang tidak suka pada Johnny yang duduk di sebelahnya.

"Aku bisa menafkahimu dengan Jaemin, tidak perlu bekerja lagi. Kamu mau Jaemin dibawa ke kantor karena kau tidak mau ada suster yang jagain Jaemin."

"Tapi 'kan aku ingin bekerja, Johnny." Jaehyun melirik ke arah Jaemin yang duduk di atas karpet. "Aku juga mau—"

Melihat diamnya Jaehyun, Johnny langsung menoleh ke arah yang Jaehyun lihat. Johnny menurunkan kakinya yang tadi bertopang, dia dan Jaehyun menonton dengan sabar Jaemin yang mulai berdiri.

Johnny mengambil salah satu mainan favorite Jaemin, menekannya sampai berbunyi. Jaemin yang sudah berdiri walaupun belum terlalu seimbang, menatap mainannya yang dipegang oleh Daddynya.

Rengekan pelannya terdengar, dia perlahan mulai melangkah mendekati Johnny. Kedua orang tuanya tersenyum lebar. Melihat orang tuanya yang tampak senang, Jaemin tertawa khas anak-anak. Kedua tangannya bergerak ceria dan terus melangkah pelan.

Sampai akhirnya, kaki kecilnya sudah tidak memiliki tenaga lagi. Dia hampir saja jatuh terduduk kalau Johnny tidak segera menggapai tubuhnya dan mendudukkannya di pangkuan.

"Jaemin udah gede, udah bisa jalan."

Jaemin tidak paham. Jaemin hanya menggigiti mainannya yang tentu saja langsung ditahan oleh Papanya.

Johnny dan Jaehyun begitu senang karena Jaemin sudah bisa mulai berjalan. Bocah setahun lebih dua bulan itu memang sedikit terlambat, tapi tidak masalah. Nanti kalau udah lancar, Jaemin bisa jadi anak yang aktif dan tidak bisa diam.

Pipi Jaemin, dicium gemas oleh Jaehyun. Sedangkan Johnny tetap memeluk dan memperhatikannya. Mendengar pekikan tidak senang Jaemin saat Papanya mulai tidak terkendali.

"Lucu.."

Jaemin mengusap layar tabletnya setelah video berhenti berputar. Dia tersenyum. Setiap sebulan sekali setelah melakukan terapi untuk kondisi fisik dan mentalnya, Mingyu akan memutarkan satu video masa kecil Jaemin bersama orang tuanya.

Dokter pribadi Jaemin mengatakan kalau kondisi mental Jaemin sudah jauh lebih baik berkat Mingyu yang selalu memutarkan video masa lalunya. Mingyu bersyukur, perlahan Jaemin kembali ceria seperti sebelumnya.

"Daddy, apa dulu kalian bertiga berteman?"

Mingyu menatapnya, "Dengan Papamu, kami satu sekolah dulu. Sedangkan dengan Daddy Jaemin, itu hanya saat bekerja." jelasnya, dia tersenyum. "Ada apa? Jaemin ingin berkunjung ke rumah Daddy sama Papa lagi?"

Jaemin menggeleng, tanda dia tidak mau. "Jaemin hanya bertanya," balasnya sedikit pelan. "Apa Daddy tidak ingin memiliki satu yang seperti Papa? Jaemin tidak masalah, kok."

Mingyu mengerjap, dia terkekeh lalu mengambil gelas kopi miliknya. "Jaemin 'kan sudah cukup."

"Tapi, Daddy, Jaemin 'kan masih kicik~" Jaemin menggerakkan kedua kakinya, "Masih semol. Ibu guru juga sukanya manggil, Smol, smol, ke sini."

Mingyu terkekeh, "Lalu kenapa kalau Jaemin small?"

"Siapa tau Daddy mau punya temen yang udah gede, bukan yang semoll seperti Jaemin."

Mingyu tersenyum, mengusap kepala Jaemin gemas. Sekarang dia percaya kalau Jaemin ini hilang ingatan. Kalau anak di depannya masih Jaemin yang sama, dia pasti melarang Mingyu menikah. Dan boleh menikah hanya dengan Jaemin.

"Daddy menikah aja."

"Daddy nikahin kamu aja, ya?"

"Ihh? Kok Jaemin? Jaemin 'kam smoll, tidak boleh menikah."

Sweet Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang