Dari kejauhan, tepatnya beberapa meter dari dua insan yang sedang bahagia. Ada satu hati yang terluka, tersenyum pahit saat melihat keduanya saling mengumbar tawa, apalagi saat melihat si pria menjawil hidung su gadis di hadapannya. Mereka tampak serasi.
"Lihat, mereka tampak bahagia." Gadis itu menoleh, menunjukkan senyum ironis kepada pria yang mengajaknya bicara. "Jika kau merasa sakit, mengapa kau tidak datangi mereka dan mengatakan bahwa kau merasa di sakiti."
Gadis itu kembali menatap pemandangan yang ada di depannya, seketika senyuman ironisnya berubah menjadi senyuman licik seperti baru saja merencanakan sesuatu.
"Jangan konyol, Li. Biarkan saja mereka bersenang-senang dulu. Bermain sepuasnya," ujar Sophia tak menghilangkan senyuman.
"Kau tampak cantik, jika tersenyum seperti itu."
Mendengar ucapan Liam yang tak terduga membuat Sophia menoleh dan menatap Liam datar. Sebenarnya Liam juga tidak tahu mengapa dirinya berbicara seperti itu, melihat gadis di sampingnya tersenyum lebar tidak seperti biasanya membuat Liam terbawa suasana. Ditambah dirinya tidak ingin membicarakan soal masalah gadis itu dengan pemandangan yang berada di depannya. Pasti ujung-ujungnya, gadis ini akan membahas dirinya juga.
"Kenapa? Apa yang baru saja kuucapkan?" Liam berpura-pura tidak menyadari apa yang di katakannya barusan.
"Kau bilang bahwa jika aku cantik bila tersenyum."
Sophia ini meski terlihat ketus, keras dan dingin. Tapi dia bisa menjadi gadis yang polos.
"Yeah, memang benar. Kau cantik. Kau benar-benar cantik bagiku."
Gadis itu tertawa kecil saat mendengar ucapan Liam. "Kau berlebihan."
"Harusnya kau berterimakasih karena sudah dipuji oleh seorang Liam Payne. Jarang sekali seorang Liam Payne memuji seseorang," bangganya.
Gadis itu terkekeh geli, lalu menyenggol Liam malu-malu. "Kau bisa saja."
Liam tertawa renyah. Baru dia sadari bahwa gadis ini tidak sepenuhnya jahat dan licik seperti yang selama ini dia kira. Ternyata gadis ini bisa berubah menjadi manis dan pemalu.
"Sophia! Kita perlu bicara!"
Seketika tawaan mereka lenyap, digantikan oleh keheningan yang timbul dari suara yang menuntut. Liam dan Sophia menoleh ke belakang, mendapati Luke yang menatap Sophia tajam. Seolah Sophia telah melakukan sesuatu yang fatal sehingga Luke terlihat begitu marah besar.
Tapi bukan Sophia namanya jika dia tidak bisa bersikap tenang seperti biasa. Menurutnya, menghadapi Luke ketika marah sudah menjadi hal yang patut ditakuti.
"Jika kau ingin membicarakan soal ayahmu dengan ibuku, aku tidak bisa," balas Sophia mengikuti ucapan Luke yang biasa dia katakan kepada Sophia.
"Ini soal rencana bodohmu yang nyaris berhasil."
Tiba-tiba tubuh Sophia menegang seperti mengerti apa yang ingin Luke bicarakan. Sontak Sophia menatap Liam, memintanya agar segera meninggalkan Luke dan Sophia berdua.
"Sepertinya aku harus pergi," pamit Liam yang mendapat anggukan kepala dari Sophia.
Liam pun melangkahkan kaki menjauhi Luke dan Sophia. Sophia masih setia menatap punggung Liam yang semakin menjauh. Bukannya tidak ingin di tinggalkan oleh Liam melainkan Sophia memastikan bahwa Liam benar-benar pergi dan tidak mendengar semuanya. Setelah cukup lama melihat tubuh Liam benar-benar menghilang, Sophia melirik Luke yang sedari tadi menatapnya.
"Apa kau sadar tindakanmu kemarin malam akan membuat Louis merasa malu? Apa kau tidak berpikir, tindakanmu juga salah dan itu semakin membuatmu dijauhi oleh Louis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Than Words
Fanfiction"Apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu bersandiwara? Dan apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu menyembunyikan hal terbesar dalam hidupmu? Marah atau menerimanya?" © 2014 by meisyaw