BTW/LT-32

1.6K 179 14
                                    

Di ruang tengah dengan pintu utama yang dibiarkan terbuka lebar, tampak beberapa lima orang pria diantaranya adalah orang yang sangat aku kenali.

"Jadi selama ini mereka saling mengenal?" Aku bertanya kepada Sophia yang berada di belakangku.

Sophia terdiam sesaat mungkin sedang berpikir tentang jawaban yang pas, lalu dia mengangguk membuatku tercengang tak percaya. Jika mereka berlima sudah saling mengenal, mengapa mereka seolah tidak mengenal satu sama lain jika bertemu?

Contohnya, saat Edward dan aku sedang dimarahi habis-habisan oleh Louis dan James karena tidak mengikuti upacara, mereka biasa-biasa saja seperti orang asing.

"Well, sebelumnya aku minta maaf Uncle Si, aku belum berhasil memberitahunya. Aku belum bisa."

Aku mengalihkan pandanganku ke dalam rumah, disana tampak Louis menundukkan kepala kepada seorang pria paruh baya yang sangat kukenal karena ketenarannya di dunia musik, Simon Cowell.

Aku terdiam, mencoba berpikir apa yang sedang terjadi sekarang dengan mereka berlima. Untuk apa mereka menemui artis besar seperti Simon Cowell? Apa mereka seorang bintang? Apa yang selama ini Zain katakan bahwa dia seorang penyanyi adalah benar? Tapi bagaimana bisa? Lalu dimana One Direction?

"Sophia, mengapa mereka akrab sekali dengan pria itu? Lalu kaubilang, kita harus mengikuti mobil One Direction? Lalu dimana lima pria itu? Mengapa tiba-tiba ada Louis, Niall, James, Edward dan Zain?"

Aku kembali menatap Sophia dengan tatapan seperti menuntut, dia yang membawaku kesini berarti dia juga harus menjawab semua kebingungan ini.

"Aku tidak bisa menjawab, kau harus bersabar."

Aku menggeleng tidak puas, mengapa dia tidak bisa? Aku yakin sekali, dia tahu semuanya. Semua tentang mereka, One Direction, Simon Cowell dan mungkin tentang masa laluku. Mengingat dalam beberapa bulan ini ada yang sangat mencurigakan.

"Aku tahu, kau menyembunyikan sesuatu tentang mereka. Jelaskan padaku, Soph."

"Aku tidak bisa," ujarnya sambil memalingkan wajahnya dariku.

Melihat sikapnya seperti itu semakin membuatku curiga. Sebenarnya dia niat tidak membawaku kesini, menunjukkan suatu kebenaran padaku. Tapi dia malah menjawab seperti itu membuatku semakin bingung.

"Kenapa? Kenapa kau tidak bisa?" Aku menaikkan nada suara yang membuat Sophia membekap mulutku, habisnya aku kesal.

"Sst, jangan berteriak seperti itu. Kau ingin kita ketahuan, hah?"

Aku menggeleng dalam bekapannya, lalu sesaat kemudian terdengar suara amarah di dalam sana yang membuat Sophia melepas bekapannya.

Itu suara kakakku, Zain.

"Kau ingin mempermainkan adikku, Louis?!"

Aku terkejut bukan main, disana Zain berdiri menatap tajam Louis yang tertunduk. Jantungku tiba-tiba berpacu melebihi ritme normalnya.

Louis mempermainkan aku? Tidak mungkin.

"Zayn, tenanglah. Tahan dirimu." Pria bernama Simon itu berusaha menenangkan Zain. Sementara aku merasa ada sesuatu di tenggorokkanku sehingga sulit sekali bagiku untuk menelan ludahku sendiri.

Zayn?

Kakakku bukan Zayn melainkan Zain. Apa pria itu salah sebut? Justru Zayn yang ada dibenakku adalah Zayn Malik, One Direction, idolaku.

"Tahan diriku? Aku sudah sangat lama menahan diriku agar tidak meledak seperti ini, tapi ini waktunya aku melindungi adikku setelah sekian lama dia menjadikan Fany seperti tikus percobaan dalam ide konyolnya itu."

Better Than WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang