BTW//LT-12

1.9K 196 3
                                    

Aku dan Louis sudah berada didepan rumahku. Awalnya, pada saat sepulang sekolah aku memutuskan untuk kabur darinya karena pada saat aku menghampirinya ke kelas, James mengatakan bahwa Louis sudah pergi duluan dan itu membuatku merasa terbebas darinya. Tapi dewi fortuna pada saat itu mungkin tidak berpihak padaku, kau tahu, senior gila alias Louis itu ternyata sudah menungguku di gerbang sekolah dan itu membuatku mau tidak mau harus mengikutinya.

"Hai, sweety. Akhirnya, kau pulang juga. Kau baik-baik saja 'kan? Tidak lecet sedikit pun?"

Aku hanya menghela napas pasrah dengan sikap Mama yang super protektif.

"I'm fine, Ma. Emm, Ma kenalkan ini temanku Lou—"

"Louis." Mama memotong ucapanku lalu secara tiba-tiba menatap Louis yang berada disampingku.

Aku mulai merasa aneh saat Mama menyebut nama Louis. Darimana Mama bisa tahu? Bahkan cara Mama memandang Louis itu begitu berbeda. Bukan pandangan seperti seseorang yang baru bertemu orang asing namun ada sesuatu yang membuat ekspresinya berubah menjadi sebuah perasaan tidak suka. Aku yakin Mama bukan orang yang secara terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya terhadap seseorang begitu kentara. Namun kali ini berbeda.

"Mama sudah kenal dengan Louis?" Aku bertanya membuat Mama terkejut atas pertanyaanku.

"Ti-tidak. Mama sama sekali tidak mengenalnya," balas Mama terdengar tidak acuh. "Baiklah, terlalu lama menunggu. Masuklah anggap rumah sendiri," ucap Mama mempersilahkan Louis masuk begitu saja.

"Tiffany, lekas ganti seragammu, okay?"

Aku hanya mengangguk menurut. Mama sama saja. Tidak berubah, selalu saja memperlakukanku seperti anak berusia 5 tahun.

"Okay, Ma." balasku sebelum beralih menatap Louis berada. "Louis, aku ke kamar untuk mengambil pakaianku. Jika kau ingin pergi, aku tak keberatan."

Setelah berkata seperti itu, aku pun langsung berlari ke kamar. Mengganti pakaianku setelah itu beralih membuka lemari guna mencari sebuah benda yang ternyata terdapat di lemari bagian bawah. Akumengeluarkannya dan membiarkan koper itu terbuka diatas tempat tidur. Lantas aku kembali ke lemari berniat memilih baju yang aku perlukan selama tinggal di rumah Louis.

Sejenak sekilas aku baru ingat sesuatu. Apakah Mama tak akan marah jika seminggu ini aku tinggal di rumah Louis? Padahal aku bisa saja menggantikan ponselnya sekarang dengan uang. Tapi apakah Louis akan setuju? Tidak mau ribut dengan pikiranku, lebih baik aku hampiri Louis dan membuat sebuah tawaran baru bahwa aku akan menggantikan ponselnya dengan uang.

Semoga saja bisa, jadi aku terbebas darinya.

Aku pun mulai berjalan menuju lantai bawah. Membuka knoppintu kamar lalu menutupnya kembali. Berjalan ke arah anak tangga dan disitulah aku sudah bisa melihat Zain, Niall, Louis dan Mama sedang berbicara sesuatu yang terlihat serius. Tanpa menaruh kecurigaan apapun, aku memutuskan untuk terus menghampiri mereka tanpa mereka sadari bahwa aku mulai menangkap apa yang sedang mereka bicarakan.

"Kumohon Bibi, izinkan aku mencoba dekat denganya lagi. Aku berjanji akan menjaganya dan mengembalikan semua yang telah lama hilang."

Aku mengenyit tidak mengerti hendak ikut melontarkan pertanyaan tapi pada saat bersamaan pandangan Louis menangkap keberadaanku di belakang Mama. Seakan dia mengisyaratkan kepada Mama bahwa aku berada disini, Mama pun dengan cepat menengok. Aneh, sikap mereka seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh mereka.

"Kalian sedang membicarakan apa?" Tanyaku memecah keheningan yang merangkak naik.

"Sudahlah, anak kecil tidak boleh tahu." Itu Zain yang menjawab terdengar menyebalkan.

Better Than WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang