Tidak sia-sia aku menerima hukuman dari senior berdarah panas itu. Ternyata dia juga bisa mengubah suasana hatiku menjadi lebih baik sebab jika aku menolak menerima hukumannya pasti aku tidak akan kencan nanti malam bersama Calum.
Ya, Calum. Lelaki yang aku suka sejak sekolah menengah pertama dulu.
Dia datang atau lebih tepatnya dia tidak sengaja menemukanku yang sedang membersihkan toilet menggunakan sikat gigi. Bayangkan, betapa lamanya aku menyelesaikan lantai kamar mandi yang luas dan tak ada ujungnya sama sekali. Aku terus menyumpahi senior gila itu tanpa henti lalu tiba-tiba Calum datang dan dia membantuku hingga pada akhirnya dia mengajakku makan malam.
Sungguh, aku sangat senang. Kupikir tak sia-sia aku menjalani hukuman jika pada akhirnya mendapatkan yang lebih baik.
Lantas aku tak peduli dengan tatapan orang-orang yang melihatku saat ini. Aku berjalan sambil tersenyum lalu tertawa bagai orang kehilangan kewarasan. Membayangkan pergi makan malam bersama Calum hanya berdua nanti malam pasti sangat menyenangkan dan mendebarkan. Pertama kalinya setelah sekian lama aku diajak makan malam dengan seseorang apalagi orang itu adalah Calum.
Saking senangnya, aku berputar-putar sambil memejamkan mataku membayangkan wajah Calum saat ini. Bahagia dan senang. Kata itu terus berputar didalam hatiku tanpa henti.
Buk!
Kurasa aku menabrak seseorang. Lantas aku pun membuka mataku berniat untuk meminta maaf padanya. Tapi siapa sangka ternyata dunia ini sangat sempit sampai-sampai aku harus bertemu lagi dengannya. Senior berdarah panas nan gila. Oh tidak! Dia menatapku dengan garang, matanya memerah, nafasnya naik turun seakan menahan emosi.
"Kau!" Dia menggeram sambil menujuk tepat diwajahku, sudah aku duga dia akan marah. Tapi menurutku itu sudah biasa karena setahuku pekerjaan-nya hanya menggeram, mengendus dan marah seperti sekarang ini.
"Lihat! Kau telah merusak ponselku!"
Dia mengalihkan tangannya dari wajahku menjadi ke arah aspal. Aku pun mengikuti gerakan tangannya dan benar saja ponselnya sudah tergeletak tak berdaya. Tapi setelah itu, ada sepeda motor yang melintas di tempat kami berdiri dan akhirnya—
"Sekarang ponselku sudah tak berbentuk lagi. Ini semua salahmu!" Dia semakin panas setelah ponselnya terlindas oleh sepeda motor yang berlalu begitu saja. Dia berjalan mengambil ponselnya dan lalu menatapku dengan tatapan seakan ingin membunuhku. "Lihat ini! Kau merusak ponselku, dasar pembawa sial!"
Aku membelalakan mataku, sialan. Dia memanggilku pembawa sial?! Aku ingin tertawa kecut..
He doesn't know who I was. So, he doesn't have the right to say such it.
"Hey, jangan memanggilku seperti itu!"
"Why? Kau keberatan?"
"Tentu saja! Berhenti memanggilku pembawa sial karena aku tidak seperti itu," ucapku dengan gigi yang mengatup rapat.
"Baiklah karena aku sedang malas untuk beradu mulut denganmu. Well, tidak usah bertele-tele lagi. Kau harus mengganti ponselku sekarang!"
Bisakah dia tidak menekan diakhir kalimatnya? Itu membuatku merasa terintimidasi.
Tanpa sadar aku baru saja menyadari kata-kata yang keluar dari mulutnya. Aku harus mengganti ponselnya? Sekarang? Sudah cukup aku merasa diintimidasi oleh senior kejam ini. Memangnya segampang itu mengganti suatu barang? Ditambah lagi aku tidak membawa uang lebih.
Sialan, lengkap sudah penderitaanku hari ini oleh senior gila dihadapanku sekarang.
"Mengapa diam? Kau tak bisa menggantinya? Okay, jika kau tidak bisa, aku akan menyita skateboard milikmu dan aku akan mengembalikanya sama persis seperti keadaan skateboard milikku kemarin. Kecuali kau ingin—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Than Words
Fanfiction"Apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu bersandiwara? Dan apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu menyembunyikan hal terbesar dalam hidupmu? Marah atau menerimanya?" © 2014 by meisyaw