Aku sedang berjalan melewati koridor sekolah bersama sahabatku, Ashley. Suasana cukup ramai untuk beberapa saat hingga pada akhirnya semua menjadi sangat heboh dan bising saat Calum dan kelompoknya datang. Apalagi jika sudah mendengar teriakan histeris dari kaum hawa, itu membuat telingaku berdengung.
Tapi aku akui, Calum itu tampan, dia berbakat belum dia adalah seorang kapten tim Baseball di sekolah. Siapa yang tidak kenal Calum disini? Tidak ada. Semua mengenalinya, dia sangat populer. Tak heran banyak wanita yang mengaguminya termasuk diriku. Tapi, aku berbeda dengan gadis lain yang selalu berteriak histeris seperti itu, aku hanya cukup memandanginya dari kejauhan dan itu sudah membuatku senang.
Lalu tanpa diduga dia berjalan ke arahku—entah perasaanku saja atau bukan—tapi saat ini dia menatapku dari kejauhan. Oh Tuhan, aliran darahku seakan berhenti saat ini, rasa gugupku mulai memuncak, detak jantungku seakan berdebar lebih kencang lagi.
Calum, mengapa tatapanmu seperti malaikat maut yang akan membunuhku secara perlahan? Kau tampan sekali saat ini. Ingin rasanya waktu berhenti. Hingga aku bisa lebih lama lagi memandangi wajahmu yang tampan itu dan matamu yang indah.
"Hai!"
Dia menyapaku dan melambaikan tangannya dari kejauhan. Apakah aku tak salah?
"Tiff, Calum menyapamu." Senggol Ashley.
"Ya, aku tahu, Ash!" balasku yang masih tetap fokus menatap Calum. Lalu aku pun membalas lambaian tangannya. Dan kau tahu apa? dia mulai berjalan menghampiriku.
"Ash, Calum menghampiriku, bagaimana ini? apakah aku sudah wangi? penampilanku bagaimana? sudah cukup menarik tidak? Ash, bantu aku!" Aku panik sekali, rasa gugup sudah sangat dipuncaknya.
"Kau tak usah panik, Tiff. Cukup rileks saja dan balas sapaannya."
Aku mengangguk mengerti. Hanya beberapa langkah lagi Calum mendekatiku, aku pun tersenyum semanis mungkin dan membalas sapaannya. "Hai juga!" sambil melambaikan tangan pada Calum.
Tapi ternyata ....
... Rasa gugupku mulai berubah seketika menjadi rasa malu setengah mati. Calum tidak menyapaku, bahkan dia tidak menghampiriku. Dia hanya melewatiku dan sapaannya itu untuk kekasihnya yang berdiri dibelakangku. Sungguh, pada saat ini juga rasanya aku ingin menghilang dari dunia ini. Bisa-bisanya aku percaya diri seperti ini.
Lalu sampai saat ini rasa malu itu muncul kembali. Kukira, aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi, tapi ternyata aku disini. Tepat di satu tempat yang sama dengannya.
Astaga. Bunuh aku sekarang! Aku tak mau bertemu dia lagi! Tidak mau!
Baiklah, setelah pulang sekolah, aku akan mengadu kepada Daddy dan mengatakan bahwa aku ingin dipindahkan dari sekolah ini.
Aku malu sekali!
"Tiff, kau tak apa?" suara seseorang menyadarkanku dari masa laluku yang memalukan itu.
Rupanya Alice.
Aku segera menggeleng dan berkata, "Aku baik-baik saja."
Dia pun hanya tersenyum dan mengangguk.
***
"Whoa! Dad aku ingin protes!"
Aku membuka pintu ruang kerja Daddy tanpa mengetuk terlebih dahulu dan membuat Dad mengalihkan pandangannya dari layar komputer ke arahku. Aku mulai berjalan menghampiri meja kerja Daddy.
![](https://img.wattpad.com/cover/21630615-288-k776970.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Than Words
Fanfiction"Apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu bersandiwara? Dan apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu menyembunyikan hal terbesar dalam hidupmu? Marah atau menerimanya?" © 2014 by meisyaw