Zain Malik : Aku tak bisa jemput. Ada pekerjaan mendadak yang tak bisa aku tinggalkan. Kau pulang saja sendiri. Bye!
Aku mendengus kesal, seberapa pentingnya pekerjaan Zain sampai tak bisa menjemput. Aku bukan anak manja tapi dengan Zain menjemputku itu adalah cara satu-satunya agar aku bisa menghindar dari hukuman bodoh itu.
"Hari yang menyebalkan!"
Aku berteriak seolah tempat ini adalah tempat milikku sendiri. Tapi kenyataan itu tidak benar, pasalnya di kelas pun ada Alice. Kelas sudah mulai sepi karena bel pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Aku pun melempar ponsel ke atas meja yang membuat Alice disampingku tersentak sesaat.
"Kenapa, Tiff? Ada masalah?"
Dia berbicara kepadaku sementara pandangannya masih tetap fokus pada novelnya.
"Aku kesal sekali!"
Hingga terdengar ketukan pintu yang membuatku dan Alice bersamaan melihat ke arah pintu yang terbuka lebar dan ada dua orang lelaki yang sedang berdiri disana.
"Apakah salah satu diantara kalian bernama Tiffany Alvord Malik, gadis yang diberi hukuman oleh William?"
Seketika tubuhku menegang ternyata senior kejam itu menempati janjinya.
"Tiff, kau tak mencari masalah 'kan?" Alice berbisik ke arahku
Aku memandang Alice nelangsa. "Aku sudah membuat masalah."
"Apa kalian mendengarku?"
Lelaki yang memiliki tanda pengenal atas nama Luke pun mengangkat sebelah alisnya. Aku pun bangkit pada akhirnya sebelum berjalan ke arah mereka berdua dengan berusaha setenang mungkin.
"Gadis yang sedang membaca novel itu bernama Tiffany. Well, aku harus pulang. Sampai jumpa."
Aku langsung berlari keluar kelas. Maafkan aku Alice tapi aku tidak bisa menjalani hukuman itu tanpa Edward. Dia juga harus merasakan apa yang kurasakan.
"Hey! Kau beraninya berbohong! Berhenti atau aku akan melaporkan semua ini kepada William!"
Aku berhenti sejenak. Suara itu?! Suara itu seperti Luke? Tanpa berpikir panjang lagi aku menoleh dan benar saja Luke sudah berada tepat dibelakangku. Sekarang, dia mulai berjalan ke arahku.
Celaka.
Mengapa hari ini benar-benar sial?
Aku melihat-lihat ke sekeliling, mencoba mencari sesuatu yang bisa membuatku kabur dari sini. Hingga pandanganku terhenti saat melihat skateboard yang berada di pos satpam. Aku pun mengambil skateboard itu dan meluncur keluar gerbang. Tak peduli milik siapa skateboard ini, yang jelas besok aku akan mengembalikannya dan berterimakasih kepada pemilik skateboard ini.
Aku berjanji.
Sampai aku didepan pekarangan rumah. Aku membuka pintu yang kebetulan tak dikunci. Aku menyimpan skateboard dibalik pintu dan setelah itu aku hempaskan tubuhku di atas sofa. Seperti biasa rasa lelah hilang seketika saat berada di rumah. Aku melihat setiap sudut ruangan yang sepi, mungkin Dad belum pulang dan Mama mungkin dia sedang keluar.
Lalu aku menatap langit-langit rumah mengingat ulang apa yang telah terjadi sebelumnya. Aku merasa semua terasa sangat aneh dari mulai aku mendengar nama yang tak asing bagiku namun seakan ingatanku runyam saat mengingat hal itu. Entahlah, kepalaku seakan-akan ingin pecah jika mengingat semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Than Words
Fanfiction"Apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu bersandiwara? Dan apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu menyembunyikan hal terbesar dalam hidupmu? Marah atau menerimanya?" © 2014 by meisyaw