"Mengapa kau bertengkar dengannya?" Sophia memekik cukup kencang. Dirinya berdiri di depan Luke yang sedang duduk dengan luka lembamnya.
"Dia yang pertama memukulku!" Luke membalas dengan malas. "Aku hanya ingin membawa Tiffany jauh dirinya." Lanjutnya lagi.
"Hanya karena membela gadis itu, kau bertingkah layaknya seperti anak kecil. Jika ayahmu tahu, kau pasti sudah—"
"Berhenti menyangkut patukan aku dengan lelaki tua itu! Memangnya kau siapa?" Ucapan Sophia terpotong oleh Luke yang tiba-tiba saja berdiri, menatap tajam Sophia. Seketika Sophia diam. "Kau seenaknya berkata seperti itu, hanya karena kau akan menjadi adik tiriku. Huh, jangan harap aku akan menganggap Ibumu seperti ibuku sendiri!"
Luke mengambil jaket kulitnya dan pergi begitu saja. Sophia tersenyum kecut, tatapannya menatap lurus ke arah benda yang berada tepat di depannya. Pikirannya melayang kemana-mana tak terkecuali pada gadis yang sedang membuat hatinya panas, seolah gadis itu membakar habis semua kebahagiaannya yang baru dia dapat.
Tak lama suara ringtone ponselnya berbunyi. Sophia merogoh saku mantelnya dan mengambil benda pipih itu. Dilihatnya ID card di layar ponselnya.
Mom.
"Halo Mom, ada apa?" Tanyanya masih menatap lurus ke depan.
"Kau dimana, sayang? Apa Luke bersamamu?"
"Aku akan pulang. Tidak, Luke tidak bersamaku lagi. Ada apa?"
"Kalau begitu, temui Luke dan ajak dia untuk makan malam bersama Mom dan ayahnya."
Sophia mendengus malas. Jika malas mengajak Luke untuk makan malam bersama keluarganya sekaligus ayah Luke sendiri karena Luke selalu menolak dan terpaksa Sophia harus memaksanya.
"Mengapa bukan Mom saja yang mengajak Luke?" Sophia mengelak.
"Kau tahu betul bagaimana perilaku Luke terhadap Mom. Dia sangat dingin dan keras kepala. Oleh sebab itu, Mom memintamu. Ayolah, hanya kau yang bisa membuat Luke luluh."
Sophia tersenyum ironis. Ibunya bahkan tidak tahu bagaimana perjuangannya jika memaksa Luke hanya untuk makan malam saja. Tapi, jika bukan karena ibunya Sophia tidak mau melakukan ini.
"Baiklah, jika Luke tak mau, jangan memaksa aku lagi."
"Luke pasti mau. Ya sudah, Mom dan Tuan Hemmings menunggu kalian di tempat biasa, bye."
Tanpa menjawab salam terakhir dari ibunya, Sophia langsung memutuskan sambungan telepon. Helaan nafas panjang terdengar di taman yang tampak sepi ini. Hanya satu atau dua orang yang terlihat lewat, terlebih sosok lelaki bertubuh tinggi, berperawakan seperti pemain sepok bola liga Inggris, mata coklat serta senyuman kecil yang terukir di bibirnya jatuh mengenai tatapan Sophia yang merasa bosan karena setiap hari dia selalu lelaki itu.
"Kau belum pulang?" Lelaki itu memulai percakapan.
"Kau tidak lihat aku masih disini?" Sophia malah balik bertanya, membuat Liam semakin melebarkan senyumannya. Dia paling suka dengan sikap Sophia yang seperti ini terhadapnya.
"Kalau begitu, biar kuantar kau pulang. Ayo."
Liam menarik tangan Sophia. Tapi tidak bisa segampang itu Liam bisa membawanya. Alhasil, Sophia menepis lengan Liam.
"Aku tidak mau, aku sedang menunggu Louis dan memintanya untuk mengantarkanku menuju apartemen Luke."
Liam tersenyum kecut. "Dengar, Louis sudah pulang duluan bersama Tiffany dan lagipula kau ingin kejadian di koridor terulang kembali jika kau meminta Louis menemui Luke. Lalu lihat, hanya tinggal kau yang berada di sini, sendirian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Than Words
Fanfiction"Apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu bersandiwara? Dan apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu menyembunyikan hal terbesar dalam hidupmu? Marah atau menerimanya?" © 2014 by meisyaw