BTW//LT-11

1.8K 195 5
                                    

"Excuse me, Miss."

Dia tersenyum sambil berjalan kearah meja Ms. Trisha, lalu dia membisikkan sesuatu. Setelah itu, Ms. Trisha menatapku yang entah aku tak tahu arti dari tatapannya itu membuat tubuhku tegang.

"Tiffany, kau ditunggu oleh kepala sekolah di ruangannya sekarang."

Aku mengerutkan dahiku bingung. Ini semua tak bisa kupercaya. Mengapa kepala sekolah memanggilku? Apa aku baru saja membuat kesalahan? Tapi semenjak pertama kali masuk sekolah ini. Aku merasa bahwa aku sama sekali tidak membuat masalah atau onar kecuali insiden yang melibatkan William.

"Tiff, mengapa kau dipanggil kepala sekolah? Kau membuat masalah?" Edward berbisik kearahku.

"Aku sama sekali tidak membuat masalah, Ed. Justru aku heran mengapa kepala sekolah memanggilku."

"Ya, sudah lebih baik kau temui saja dulu."

Aku mengangguk sebagai jawabannya. Aku berdiri menatap senior yang sedang berdiri didepanku dengan senyuman lebar yang tidak pernah hilang. Ada sedikit keraguan dari dalam diriku untuk menghampirinya. Tapi, aku tak peduli. Aku sama sekali tidak takut terhadapnya. Setelah aku sampai tiba-tiba tangannya mencengkram lenganku sukses membuatku tersentak kaget. Dia pun langsung menarikku keluar kelas.

Sekarang dia berjalan didepanku tanpa melepas genggamannya di lenganku. Sedari tadi aku bertanya kepadanya, mau kemana dia membawaku? Dan kau tahu apa responnya?

Dia hanya menjawab, "Diam!" Jelas, itu membuatku semakin penasaran karena sedari tadi aku belum juga sampai di ruang kepala sekolah. Setelah berjalan cukup lama, remang-remang aku melihat dari kejauhan papan yang bertuliskan;

"The Principal's Office."

Aku menghela nafas lega, berjalan dengan langkah cepat bahkan sekarang aku berjalan tepat disamping senior gila ini. Sesampainya didepan pintu ruang kepala sekolah, aku berhenti dan pada saat aku akan mengetuk pintu tiba-tiba senior gila ini tetap menarik lenganku dan melewati ruang kepala sekolah. Sial.

"STOP!" teriakku dibarengi dengan dia menghentikan langkahan kakinya. Dia berbalik lalu menatapku dengan serius, setelah itu dia tertawa. Ck. Dia gila!

"Kau kira aku serius membawamu ke ruang kepala sekolah? Dasar bodoh! Kau gampang sekali ditipu!"

Aku membulatkan mataku. Jadi dia membohongiku? Pantas saja aku sedikit curiga terhadapnya.

"Jadi kau membohongiku?! Sudah kuduga. Kau memang menjengkelkan! Aku mau balik ke kelas!"

Aku pun berbalik untuk kembali ke kelas. Tapi barusaja aku akan melangkah, sebuah cengkraman kuat dilenganku membuatku berbalik dan terpaksa berjalan kearah berlawanan.

"Kau tidak bisa bebas begitu saja dengan apa yang sudah kau lakukan tadi pagi terhadapku!" Katanya tanpa diduga-duga. "Sekarang ikut aku dan jangan membantah!"

"Memangnya siapa kau? Menyuruhku seenaknya, huh?"

"Kau lupa? Kau ini asistenku! Jadi diam saja dan turuti perintahku!"

Aku hanya diam. Jika bukan karena aku lelah dengan kakiku yang sudah pegal pasti aku akan memberontak. Huh.

Dan sekarang dia akan membawaku kemana? Ikuti saja dia, Tiff. Kata hatiku berkata seperti itu. Baiklah. Lalu, dia pun menekan tombol lift, dan setelah terbuka aku dan dia masuk kedalam lift. Hanya ada keheningan didalam lift tersebut. Canggung.

Suara lift terdengar menandakan kita sudah sampai. Dia pun berjalan duluan keluar lift lalu disusul olehku. Setelah aku keluar, aku tahu dimana tempatku berada. Di sebuah lantai tertinggi sekolah. Di sini aku bisa melihat orang-orang di bawah sana berlalu-lalang.

Better Than WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang