"Niall, kau darimana saja, hah?" Niall yang barusaja masuk ke dalam pesawat sudah di kagetkan oleh suara protesan Louis.
"Kau hampir kita tinggalkan, buddy," sahut Liam sambil merangkul pundak Niall dan membawa Niall masuk semakin dalam ke pesawat.
Sementara Tiffany yang mengekorinya tertinggal hanya beberapa meter di belakang Niall berada. Dia hanya diam terpaku di pintu masuk pesawat dan menatap tak percaya setiap sudut pesawat jet pribadi milik One Direction seperti baru pertama kali masuk ke dalam pesawat.
Tapi sebenarnya dia bukan pertama kali masuk ke dalam pesawat. Melainkan dia baru pertama kali masuk ke dalam pesawat jet pribadi milik para idolanya. Bayangkan saja sedari dulu, dia hanya berdiri di pagar pembatas bandara hanya untuk bertemu idolanya—meski itu hanya sekali. Lalu sekarang dia dengan mudahnya masuk ke dalam pesawat idolanya bahkan bertemu langsung.
Oh, itu membuat dirinya teringat dengan tujuan dia kemari. Betapa bodohnya dia tidak menyadari bahwa kakaknya sendiri adalah idolanya membuat Tiffany merasa di bodohi.
"Apa kau akan tetap berdiri disini?" Suara itu membuat Tiffany sadar dan menoleh ke arah pemilik suara.
Paul, pengawal yang tadi membantu Niall dan dirinya lepas dari para paparazi. Pria itu menoleh lalu tersenyum. "Kenapa kau tidak bergabung dengan mereka? Kau adik Zayn 'kan?"
Tatapan Paul membuat Tiffany menatap ke depan, tepatnya di dalam badan pesawat. Disana tampak orang-orang yang sangat dia kenali sedang tertawa dan sepertinya tengah menjahili Niall. Terlihat dari wajah Niall yang memandang mereka kesal.
Lalu tak jauh dari mereka duduk, ada sebuah single sofa yang sedang di tempati oleh orang yang memiliki ikatan darah dengan Tiffany. Lelaki itu tampak menjauhkan diri dari yang lainnya. Dia sibuk memandang jendela pesawat yang berada di sebelah kanannya sambil mendengarkan lagu melalui earphone yang menempel di telinga. Wajahnya tampak murung.
"Tiffany!" Suara teriakkan milik Niall membuat Tiffany menoleh.
Otomatis suara bising itu lenyap seketika digantikan dengan tatapan tidak menyangka. Tiffany melihat Niall tersenyum sambil melambaikan tangannya, menyuruh Tiffany mendekat. Tapi Tiffany malah menatap mata biru samudera itu dengan dalam. Mata biru itu membalas. Tersorot dari matanya bahwa dia senang, dia senang Tiffany disini.
Tapi respon yang di terima oleh Tiffany sangat berbeda. Dia tiba-tiba saja tidak ingin menghampirinya, menghampiri mereka. Dia takut, dia tidak bisa menyelesaikan semuanya tapi malah mempermalukan dirinya sendiri. Ingat, mereka bintang besar sekarang, dan dia hanya penggemar biasa.
Tak bisa Tiffany tahan lagi bahwa sekarang jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya bahkan nyaris copot hingga jatuh ke ubin. Ditambah perutnya mulas tanpa alasan.
"Tiff, kemari. Bukannya kau ingin bicara hal penting dengan kami?" Seru Niall lagi membuat Tiffany menggerutu sendiri.
"Ni-Niall, aku mau pulang, bye." Dengan ceringaran yang kaku, Tiffany memutar tumitnya dan melangkah keluar pesawat dengan tergesa-gesa.
Hingga Tiffany sudah menuruni anak tangga terakhir, dia menghembuskan nafasnya panjang. Mungkin ayahnya benar, dia belum siap berbicara dengan mereka apalagi Louis. Jadi akan lebih baik dia membicarakan masalahnya setelah tur mereka selesai.
Menatap ke belakang sekali lagi dimana pesawat itu berada, akhirnya dia kembali berjalan dan menjauhi pesawat itu. Beberapa panggilan dari Niall, Liam, Harry dan Zayn, Tiffany hiraukan bahkan dia semakin mempercepat langkahannya menuju pintu keluar bandara.
Tapi sebuah tangan besar menahannya, hingga Tiffany diam dan tidak bisa berjalan lagi. Tangan itu melingkar di perutnya dengan hangat, apalagi saat dia merasakan sebuah dagu yang menempel di pundaknya. Sialan, jantungnya sudah jatuh ke ubin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Than Words
Fanfiction"Apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu bersandiwara? Dan apa yang akan kau lakukan jika semua orang di sekitarmu menyembunyikan hal terbesar dalam hidupmu? Marah atau menerimanya?" © 2014 by meisyaw