KENA LAGI

495 21 0
                                    

"CEPAT!"

Aruna dengan sigap maju ke depan menghadap sang malaikat maut. Jujur, ia belum siap menghadapi situasi ini, apalagi bermodal nyali tahu tempe.

Tepat berada di hadapan dosennya, Aruna memasang muka melas. Ia sangat memohon kepada lelaki itu agar tidak membuka aibnya di depan semua teman-temannya.

"Pak, sebesar-besarnya mohon saya maaf minta. Tolong jangan geprek saya, nanti saya---"

"Aruna Salsabila."

Waduh, dosennya malah menyebut nama panjangnya. Makin mampus deh. 

"Ss--sa--saya pak."

"Tutup pintunya. Kita mulai belajar sekarang," dosen Lay berlalu dari hadapan Aruna yang masih diambang kebingungan.

Aruna seperti terhipnotis oleh perkataan dosennya. Padahal dirinya masih mode bego, seketika tersihir melaksanakan perintah secepatnya. Sungguh ajaib memang.

"Saya sudah boleh duduk, pak?" tidak ada salahnya bertanya sebelum mengambil tindakan. Matanya memperhatikan dosen Lay sedang sibuk menulis sesuatu di papan tulis.

"Hm."

Gadis itu mengangguk, lalu membungkukkan badannya.
"Terima kasih, pak."

Begitu duduk di tempat teraman baginya, suara helaan nafas lega terdengar. Kalau dipikir-pikir, dosennya berlebihan juga. Suruh nutup pintu doang pake acara drama. Malah dirinya jadi korban pula.

"Oke, perhatikan semua. Kali ini kita belajar tentang puisi." dosen Lay membuat semua mata tertuju padanya. "Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Puisi atau sajak adalah jenis sastra dengan bahasa terikat oleh irama, rima, susunan bait dan larik."

"Jadi sebelum membuat puisi, kita harus memperhatikan irama, ciri-ciri, ritme dan bunyi. Sebagai anak sastra, kalian wajib menguasai semuanya, ya. Ingat, wajib diperhatikan. Jangan asal aja buat puisi."

Dosen Lay meletakkan bukunya di meja, lalu memakai kaca mata frame kebanggaan miliknya. "Ada yang tau salah satu puisi terkenal?"

"Saya, pak. Saya tau puisi paling paling famous," murid laki-laki bernama Denis bersuara.

"Ya, silakan dijawab."

Denis cengar cengir hingga menampakkan deretan giginya yang terpasang pagar, alias behel gigi.
"Puisi paling famous adalah cinta abadi bersemi jua di pendopo pinggir sawah jalan kedondong kampung bau lecit."

"HAHAHA..."

Semua teman-temannya langsung tertawa mendengar jawaban polos Denis. Humor mereka jadi anjlok sampai bikin bengek.

Denis, laki-laki itu terkenal paling culun di kelas dan lebih sering bergaul dengan perempuan. Bukan karena dia playboy, melainkan agak belok dikit.

"Sudah sudah! Diam semuanya!" suara mengerikan sang dosen mampu mengheningkan suasana. Ya, pada kicep semua.

Dosen Lay mendatangi meja belajar Denis. "Kalau mau main-main jangan di kelas saya! Pulang aja, enggak usah kuliah di sini!"

Denis tidak merasa bersalah. "Saya enggak main-main, pak. Sumpah deh. Kata abah saya, itu puisi paling famous. Dulu waktu gebet si emak, hanya dengan baca puisi itu, emak saya mau diajak kawin di semak-semak."

Teman-teman sekelasnya setengah mampus menahan tawanya agar tidak terdengar. Denis benar-benar somplak.

Dosen Lay menatapnya datar. "Ehehe. Kalau bapak enggak percaya, tanya aja sama abah saya. Abah haji."

LOVE YOU PAK DOSEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang