RAHASIA

295 12 2
                                    

"Aku naik tangga aja deh."

Lay menatap heran istrinya mengapa perubahan hatinya cepat sekali berganti. "Kenapa nggak mau?"

Aruna memilin jari-jarinya merasa ragu serta dihantui rasa ketakutan.
"Aku nggak berani naik lift," ucapnya jujur.

Matanya celingak celinguk merasa heran kenapa semua orang pada berani kecuali dirinya. "Aku takut," bisiknya.

"Kamu yakin mau naik tangga?" Lay bertanya, dijawab dengan anggukan yakin oleh istrinya.

"Apartemen saya di lantai 20. Kalau kamu memilih naik tangga daripada lift, saya sudah sampai di lantai 20 sementara kamu masih di lantai 2. Bagaimana? Mau?"

Aruna tercengang sekaligus berpikir berkali-kali apakah ia harus nekat melawan ketakutan atau kena azab di lantai 2.

Kalau ia tetap kekeuh memilih naik tangga, itu namanya defenisi mendekatkan diri kepada Tuhan.

"Di kampus, aku jago loh naik turun tangga kecepatan tinggi. Bagas aja kalah sama aku."

"Tangga kampus dengan apartemen di sini berbeda, Aruna. Sejago-jagonya kamu, pasti akan menyerah juga. Kalau kamu pingsan lalu diculik orang bagaimana? Nggak mungkin kamu teriak-teriak panggil nama saya. Pasti nggak kedengaran lah."

"Iy---iya juga sih."

"Sudah, jangan banyak berpikir lagi. Percaya sama saya, kamu akan baik-baik saja."

"Tapi aku sering liat si film-film kalo naik lift, pasti liftnya jatuh trus kita berdua terperangkap, abis itu ceweknya teriak-teriak kepanikan sementara cowoknya selow aja. Akhirnya mereka berdua kist-kist-an."

"Kamu terlalu banyak nonton film," simpul Lay tak habis pikir. Ternyata alasan ketakutan istrinya dikaitkan dengan film. "Itu nggak akan terjadi. Saya tidak akan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Lagipula di dalam nanti banyak orang, bukan hanya kita berdua saja. Dan paling penting, lift ini sudah terjamin keamanannya. Setiap hari selalu di cek."

"Ohh gitu--- eh! Bapake!!" lagi-lagi jantungnya mendapat senam sehat dari Lay sekaligus menjadi tontonan publik.

Lay hanya memasang wajah poker khasnya tanpa peduli ucapan seseorang yang di gendongnya memberontak meminta diturunkan. Berdebat dengan Aruna sama saja membuang waktu berharganya. Akhirnya sebuah tindakan jadi penyelesaian.

Ting!

Pintu lift terbuka menampakkan beberapa orang di dalam sedang fokus pada benda berharga di tangan mereka. Untung saja liftnya tidak terlalu ramai, jadi Lay tetap bisa menggendong istrinya.

Lift mulai bergerak ke atas membuat desiran darah Aruna ikut naik seakan kumpulan nyawanya mulai keluar satu-persatu. Matanya terpejam, tangannya mencengkram bahu Lay sekuat tenaga.

"It's okay, my wife," bisik Lay tepat di telinganya.

Aruna langsung merinding setelah dibisikkan kosakata bahasa Inggris. Untung saja ia mengerti apa artinya.

Aruna mendongak menatap mata Lay, sementara yang ditatap seketika memberikan senyumannya. Bukan cuma itu, Lay malah menempel pipinya ke Aruna hingga sebuah rasa tak terungkapkan menjalar pada Aruna.

"Istrinya ya, pak?" seorang pria berpakaian khas kantoran bertanya kepada Lay.

"Iya. Istri saya lagi ngidam, jadi maunya dimanja terus."

Mwo?

Jawaban Lay sungguh di luar dugaan. Dosen sastra satu ini memang pandai bersilat lidah. 

LOVE YOU PAK DOSEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang