MENIKMATI

419 11 1
                                    

Ya Tuhan....

Apa yang ditakutkan terjadi lagi. Baru beberapa jam lalu diperingatkan, kini ucapannya benar-benar terjadi dikabulkan Sang Pencipta.

Memang mulut keramat begitu pantang berbicara berakibat sumpahan tak sengaja ber-agenda.

Tugas malaikat begitu cepat dalam mencatat segala perbuatan manusia, tanpa disadari telah membuat orang terdekat merasa tercekat.

Malam dingin dibarengi tanda kekuasaan Tuhan telah jatuh ke bumi agar hamba-Nya lebih tenang bersama mimpinya yang datang.

Seperti biasa, Lay tidur di sofa nan empuk diselimuti bahan kain tebal penambah kenyamanan. Awalnya sih keadaan tak terjaganya baik-baik saja sampai seketika ia merasa terganggu membuatnya terasa terusik.

"Hiks... Huhuhu...."

Suara di malam mencekam begini cukup mampu membuat Lay merasa sedikit merinding.

Ini mimpi, kah?

"Huhuhu...."

Sumpah, Lay sudah bertahun-tahun tinggal di apartemen elit ini sendirian, namun ia belum pernah merasakan sensasi terbaru sekarang. Apartemennya mendadak mendapatkan tamu spesial berupa suara tangisan.

"Sakit..."

Rasanya sulit sekali untuk membuka mata dikarenakan tubuhnya berasa sakit di sekujur anggota badan. Bergerak sedikit saja, tulangnya langsung bereaksi seperti dipatahkan secara paksa.

"Hiks... Bapake..."

Bibir Lay sedikit terbuka menggumamkan nama Aruna setelah mendengar panggilan khas dari istrinya untuk dirinya.

"Sakit... Bapake, Aruna sakit..."

Begitu seluruh nyawa Lay terkumpul memasuki tubuhnya, Lay segera membuka mata dan ajaibnya, ia bisa terduduk mencari sumber suara barusan.

Aruna menangis.

Di sebelahnya, Aruna duduk di atas karpet menghadap dirinya dengan keadaan pipi mulusnya sudah basah banjir air mata.

Sebagai suami penuh kasih sayang, Lay bawalah Aruna agar terlarut dalam pelukan hangatnya. "Kenapa nangis?"

Gelengan beberapa kali mengitari leher Lay berartikan Aruna belum mampu memberitahu.

"Kenapa cintaku? Jangan nangis ya, sayang, hm?" lembutnya ucapan setengah sadar pria bucin istri ini.

Masih terisak dalam pelukan, Aruna mencoba meraup udara penenang diri agar jiwa penjelasan datang menghampiri. "Sa---sakit. Aku nggak bisa tidur. Badannya--- sakit semua. Tidurnya nggak nyenyak. Huhuhu..."

"Suuttt... jangan nangis, jangan nangis. Sudah ya, nangisnya. Sayang, sayang." Lay menguatkan diri mencoba berdiri sambil menggendong istri. Pelan-pelan kakinya melangkah ke dapur, lalu berhenti di depan kulkas.

Ia memilih minuman penambah ion tubuh berharap mendapat sedikit tenaga. Kerah baju tidurnya basah oleh air mata, namun tak masalah buatnya. "Aruna mau minum?" ia tawarkan minuman di tangannya.

Aruna menggeleng tanpa menoleh minuman yang ditawarkan. "Ndak mau," ia butuh penenang ajaib dari Lay. Sungguh. Ia sangat butuh sekarang.

Lay terkekeh bila istrinya tengah berada di mode manja. Ia mencium pundak tertutup baju tidur warna kesukaan istrinya. "Jadi mau minum apa? Susu hangat mau?"

Gerakan gelengan kembali didapatkan. Aruna mulai terbiasa menerima respon bahasa tubuh Lay walaupun melalui tindakan kecil berupa elusan dan sedikit ditimang-timang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOVE YOU PAK DOSEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang