"Pagi," sapa Lay begitu ramah menyambut kedatangan istrinya.
Tetapi istri bocilnya masih dalam mode ngambek berkepanjangan gara-gara kejadian kemarin. Terbukti dari wajah murung itu ditambah bibir mencebik ke bawah.
Tolong jangan ada drama setelah ini.
Lay lagi sibuk ngolesin selai ke beberapa roti untuk sarapan mereka hari ini. Tadi dirinya memang berniat ingin memasak seperti biasanya, hanya saja pagi tadi ia terlambat bangun.
"Gimana tidurnya? Nyenyak?" pertanyaan kedua Lay ucapkan menghilangkan keheningan pagi ini.
Aruna justru menunduk lesu menunjukkan jawaban melalui ekspresinya. Ia tatap susu coklat hangat buatan Lay tanpa berniat meminumnya.
"Sarapan dulu. Habiskan susunya, ya. Kalau kurang bilang sama saya biar dibuatin lagi." Lay usaplah bibir istrinya yang terasa sedikit kering.
"Minum air putih yang banyak. Bibir kamu agak kering. Jangan pakai lipstik begini, ganti saja pakai pelembab bibir."
Aruna tak menghiraukan ucapan, perintah atau saran dari Lay. Ia benar-benar seperti orang kehilangan semangat hidup, terlalu galau gara-gara hal sepele.
"Dimakan sarapannya, jangan diam saja," tegur Lay penuh kesabaran. Matanya menatap dalam gadis yang masih setia menunduk ke bawah daripada merekam kegantengan Lay dalam ingatannya.
Lay meletakkan pisau dan garpu di genggamannya, kemudian lekas menghampiri Aruna. Gadis itu tau kalau dirinya pasti akan disidang mati-matian oleh pria tersebut, maka segeralah ia beranjak kabur.
Hap!
Sangat disayangkan. Ia kalah cepat dari Lay dan alhasil ia dapat tertangkap secara cekatan. Pergelangan tangannya digenggam begitu kuat. Tenaga pria itu benar-benar tidak bisa diragukan.
"Istri tercinta. Ada apa?" genggaman Lay mulai melembut, ditambah sedikit belaian di pipi. Favorit Lay itu elus-elus pipi istrinya.
"Mau langsung berangkat?" Lay gantilah pertanyaan lain setelah pertanyaan sebelumnya tidak dijawab. Kali ini dibalas anggukan setuju oleh Aruna.
"Ambil tasnya. Jangan lupa pakai jaket tebalnya, ya."
Semakin kita mencintai, maka kita akan semakin diuji, demi membuktikan bahwa cinta sejati selalu tersemat di dalam hati.
Cinta memang bukan segalanya, tapi setiap manusia berhak mendapatkan cinta, juga merasakan kasih sayang. Cinta bisa salah, bisa juga benar. Tergantung seseorang bisa menempatkan ke posisi sebenarnya atau tidak. Tergantung pula dari pandangan seseorang itu sendiri.
Memang sulit. Tapi, begitulah cara Tuhan menciptakan manusia dengan karakter yang berbeda-beda, bermacam ragam, bervariasi pula warna kehidupannya. Jangan terlalu bangga karena kita selalu diberi kenikmatan bercampur baur kebahagiaan. Jangan pula banyak mengeluh meratapi nasib kurang baik menimpa kita. Itu adalah tanda-tanda ujian kehidupan dari-Nya agar manusia senantiasa ingat pada kebesaran-Nya.
"Sesuai janji saya, uang jajan kamu saya tambahin." Aruna menghitung uang warna merah sebanyak sepuluh lembar. Artinya satu juta.
"Cukup kan?" Lay memastikan Aruna tak kekurangan uang hasil pemberiannya. Menurut Lay mungkin itu kurang sebab gadis itu menatap uang sampai tak ingat berkedip.
"Pak dosen nggak salah ngasih kan?"
"Enggak lah. Kemarin saya sudah janji uang jajan akan saya tambahin. Kan kamu sendiri yang minta, jadi saya harus menepati janji."
Aruna merasa enak dan tak enak juga. Padahal kemarin tuh karena lagi ngambek aja, jadinya asal ceplos. Tapi ya sudahlah, inikan rezeki.
"Makasih, pak. Aku keluar duluan, ya?" kejadian tadi pagi terulang kembali. Tangan cekatan Lay menahan pergelangan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE YOU PAK DOSEN
Short StoryKebayang nggak sih kalau lo jadi istri DOSEN KILLER sejagat kampus? Dosen tampan rupawan dengan sejuta pesona, muka blasteran surga, plus tajir melintir. TAPI, kalau di kelas itu jurus andalannya adalah lempar spidol ke muka orang. Dan parahnya lagi...