SABAR

278 11 0
                                    

Pertama kali dalam hidupnya.

Bangun kesiangan, nggak bantu ibunya membersihkan rumah, nggak bantuin masak, nggak buatin teh hangat untuk bapaknya.

Dan satu lagi, pertama kalinya melihat bagian tubuh dosennya. Halal nggak sih buat digigit?

Aruna segera beranjak dari kasurnya, meninggalkan orang setengah tarzan itu terlelap.

Ada yang berbeda di rumahnya. Ke mana semua orang? Kenapa sepi sekali?

"Ibu?" Aruna mengecek ke halaman belakang siapa tau ibunya sedang memetik sayuran.

Namun hasilnya nihil.

"Bapak?" Aruna mengetuk pintu kamar orang tuanya, lalu membukanya perlahan. Hasilnya tetap sama. Nihil.

"Pada ke mana sih? Apa mungkin ke pasar?"

Biasanya setiap hari minggu orang rumah akan berkumpul menghabiskan waktu bersama. Ibu dan bapaknya sangat tidak sopan. Mentang-mentang anak gadisnya baru nikah, main tinggal aja.

Aruna membuka kulkas berniat meminum air es sebagai suguhan pertama. Rasanya sangat menyegarkan saat air es melewati tenggorokannya.

"Jangan minum es saat perut kosong."

Teguran dari Lay membuat Aruna terlonjak kaget sampai menyemburkan air esnya sia-sia.

"Nggak baik untuk kesehatan kamu," lanjut Lay sembari memberikan dua lembar tisu ke istrinya.

Penampilan Lay masih sama. Masih menampilkan sekaligus memamerkan betapa kokohnya dada miliknya.

Aruna memperhatikan Lay minum, kemudian matanya mengamati jakun Lay yang naik turun, lanjut ke bagian dada putih mulus Lay, lanjut ke perut sixpack Lay dan terakhir mengamati sesuatu yang menonjol di bagian tengah tubuh Lay.

"Sexy banget," gumamnya tanpa sadar di luar nurul, nggak masuk akmal.

"Aruna," teguran dari Lay kembali menyadarkan Aruna dari dunia fantasinya.

"Iya, pak."

"Sana mandi, setelah itu kita pulang ke apartemen saya." Lay hendak berbalik ke kamar, namun Aruna malah protes padanya.

"Nggak! Nggak mau! Kenapa aku harus pulang sama bapak? Inikan rumah ku!"

Lihat kan? Baru beberapa jam menjadi istri langsung mendaftar menjadi istri durhaka.

"Kamu sudah menjadi milik saya. Terserah saya mau bawa ke mana dan sudah kewajiban bagi kamu ikut ke mana pun saya bawa."

"Apa-apaan ini? Kok suka-suka bapak aja ngatur hidup aku? Denger ya, bapak tuh nggak berhak ikut campur urusan aku. Nggak usah sok bijak jadi orang. Belagu amat." Aruna sangat membenci orang asing ikut campur atas kehidupannya.

"Tentu saya berhak, Aruna. Saya nggak minta banyak dari kamu. Saya cuma minta kamu nurut aja. Sudah. Itu saja."

"Hah! Nggak akan pernah! Aku nggak akan mau nurut sama bapak! Aku nyesel nikah sama bapak!" Aruna langsung menuju ke kamarnya untuk meluapkan semua emosi atas pertengkaran pertamanya bersama Lay.

Sementara Lay hanya menyugar rambutnya ke belakang, menarik nafas dalam-dalam. Dadanya terasa sesak setelah Aruna tega mengucapkan kata-kata menyakitkan tentang dirinya. Lay seolah-olah membawa kesialan terbesar bagi Aruna. Padahal cinta Lay padanya sudah tidak bisa diukur. Seandainya cinta bisa dibeli, Lay akan membayar berapapun harganya.

Sabar Lay, sabar. Istrimu masih bocah, masih anak kemarin, masih bau minyak telon. Pelan-pelan aja ambil hatinya, dibujuk baik-baik, kamu pasti bisa menjinakkannya. ucap Lay menyemangati dirinya sendiri.

LOVE YOU PAK DOSEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang