BEGITU SULIT

205 11 6
                                    

Masih dengan target yang sama mencari keberadaan toko boneka ke seluruh penjuru jalan, namun belum membuahkan hasil sepadan.

Air mata mulai menggenang di kedua sisi mata Aruna. Rasanya sungguh panas menyimpan butiran kristal di indera penglihatan hanya karena satu benda bernama boneka.

"Sabar ya, kita pasti dapat kok," tak bosan pula Lay membujuk istrinya sedangkan dirinya dilanda kebingungan.

Lay kembali sigap meraih tangan kanan istrinya untuk kemudian di letakkan pada dadanya. Lambat laun, tangan itu ia pindahkan ke pipinya seakan gadis itu sedang membelai dirinya menyalurkan rasa semangat.

Lay bukan kurang belaian. Tapi ia kurang kasih sayang.

"Dek, boneka Doraemon warna pink-nya ada?" tanya Lay kepada seorang wanita yang ia yakini usianya masih sangat muda darinya.

"Nggak ada, bang, boneka Doraemon lagi kosong barangnya. Yang ada teddy bear, boneka panda, boneka Spongebob, boneka hello kitty, boneka ulat bulu, boneka Pikachu, boneka lebah sama boneka penguin. Abang mau yang itu?" tawar sang penjual menarik minat pelanggannya.

Terpaksa lagi Lay melakukan tindakan penolakan secara halus agar sang penjual tidak berkecil hati.

Gagal. Sudah berkali-kali Lay gagal mendapatkan barang incaran yang masih dikategorikan mudah ditemukan.

Sebelum masuk ke mobilnya, terlihat pria itu menghela nafasnya panjang membiarkan rasa frustasi, lelah, pusing, cemas, khawatir, kecewa dan putus asa ia keluarkan hanya dengan satu tarikan nafas.

"Aruna mau beli boneka yang lain aja?" Lay mencoba memberi perhatian ke gadis itu.

"Nggak mau! Aku maunya Doraemon warna pink! Nggak mau yang lain!" posisinya sedang membelakangi Lay, bersandar pasrah di kaca mobil. Kecewa sekali menantikan kemauannya harus dibayar waktu, kesabaran dan perjuangan besar.

"Tapi kita sudah cari kemana-mana dan tetap nggak ada, kan?" Perlahan Lay mulai mencoba meluluhkan istrinya, memindahkan tubuh mungil itu ke pangkuannya.

"Bapake, aku mau boneka. Pengen boneka. Mau beli yang besar biar enak dipeluk," ucap Aruna begitu ia berpindah posisi duduk di kedua paha kokoh Lay.

Nada bicaranya begitu manja menggelitik di telinga. Ah, jujur saja. Lay sangat menyukainya. Sungguh.

"Peluk saya aja mau? Saya bersedia kok kamu peluk sepanjang malam." Lay malah menggoda istrinya itung-itung mencairkan suasana.

Buru-buru Aruna menggeleng menolak saran modus itu. "Enggak! Nggak mau! Badan bapak nggak enak dipeluk!"

Lay tertawa melihat tingkah istrinya begitu lancar memainkan dramanya. Katanya tidak mau dipeluk, tapi nyatanya Aruna malah memeluk dirinya begitu erat.

Tidak, tidak. Jangan pikirkan hal negatif dulu karena posisi mereka begitu intim. Lay memang pria dewasa normal, tapi pikirannya masih suci belum mengarah ke hal lebih.

Dipeluk begini saja membuatnya ingin bersujud syukur.

"Kita cari lagi, ya?" Aruna mengangguk yakin semoga setelah ini pencarian mereka berbuah manis.

Gadis itu kembali ke tempat semulanya duduk. Sesekali menghapus air matanya sebab sang hati kecil semakin memberontak meruntuhkan jiwa teguhnya, mendorong rasa cengeng membara menguasainya.

Kota tempat tinggal mereka semakin jauh ditinggalkan, dilalui bersama waktu, dijadikan saksi bisu, dipendam menjadi hasrat memburu.

"Mbak! Mbak!" pekik Lay seraya berlari ke arah pemilik toko yang sedang sibuk memasukkan boneka-bonekanya ke dalam toko miliknya.

LOVE YOU PAK DOSEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang