POV Jennie:
Setelah beberapa detik saling hening..
" Apa maksudmu?" Haruto mulai membangkang. Dengan kesal dia bertanya dan menatap tajam diriku, aku tentu saja tidak takut selama aku tidak salah untuk apa takut. Dan jika pun aku salah, aku tentu akan bertanggung jawab dan tidak meninggalkan kesalahanku begitu saja.
Aku menjadikan beberapa kali jariku dan menatap Haruto lalu kembali pada Rose, " Oh ya, anak laki laki yang di bully tadi siapa?" Tanyaku.
" Ohh itu, yang tadi namanya Hoshi anak ibu kantin yang bekerja di sekolah ini." Jawab Rose mengingat murid pendiam yang memang paling sering di bully di sekolah ini.
Dengan kesal aku pun melihat Haruto dan menunjuknya, " Heii kau kan anak orang kaya, ngapain kamu membully orang yang lebih lemah darimu. Memang ayahmu enggak cukup ya ngasih uang saku untukmu? Atau jangan-jangan kau minta uang saku lagi kepada anak yang kau bully tadi?" Tanyaku dengan nada menyindir.
" Haruto!!" Bentak Pak kepala sekolah pada akhirnya yang mengetahui jika putranya, Haruto. Lagi-lagi telah membully Hoshi anak dari ibu kantin bekerja di sekolah miliknya.
Haruto berjalan beberapa langkah ke arah ku, dan langsung mendorong kuat kedua bahuku membuat tubuhku mundur beberapa langkah karna dorongannya, " Heh...! Kau benar-benar ingin di bully juga ya?"
Aku tertawa remeh, dan menatap tidak mengerti pada dirinya, " Memang nya aku mengizinkanmu membully ku?" Tanyaku.
" Heh, anak orang miskin kayak kamu enggak perlu dapet izin untuk di perlakukan buruk. Memangnya kamu punya apa untuk melawanku." Haruto dengan angkuh berucap.
Ruangan pun semakin memanas, aku dan Haruto saling membalas tatapan yang sama-sama tajam.
" Eh... Eh.... Kau murid baru Jennie Kim. Dengan terpaksa kamu bisa di keluarkan dari sekolah ini jika masih bertindak kelewatan batas seperti itu." pak kepala sekolah mulai mengancamku. Mungkin karena cara bicaraku yang begitu lantang kepada anaknya, atau mungkin karena aku yang sepertinya dapat mengancam reputasi sekolah ini.
Aku tak takut sedikit pun ancaman itu. Karna aku merasa berada di jalan yang benar sampai saat ini. Orang seperti mereka harusnya bisa bertindak lebih bijak lagi dalam menjaga sikap mereka karena bagaimanapun juga kekuasaan yang mereka dapatkan saat ini bisa hilang begitu saja karena satu kesalahan. Semua itu bisa saja hilang karena kesombongan, kelalaian, yah semua itu bisa hilang karena kesalahan mereka buat sendiri.
Aku menatap tajam Pak kepala sekolah itu, dan anaknya secara bergantian," Dimana adanya keadilan, bila masih memandang golongan." sindir ku pada mereka berdua.
" Memangnya bapak mampu mengeluarkan saya?" Tanyaku sekali lagi dengan alis yang naik sebelah, aku melipat kedua tanganku di dada.
" Eh Sombong sekali kau anak miskin. Datang ke sekolah ayahku saja pakai taksi bikin malu sekolah saja. Tidak tahu ya derajat sekolah ini? Orang sepertimu hanya mencoreng nama sekolah ini saja. Kau tahu bukan jika sekolah ini hanya di huni oleh anak-anak orang kaya, dan orang yang berada di kasta bawah patut di perlakukan buruk oleh orang yang ada di atas." Jelas Haruto.
" Aneh sekali banyak murid di sekolah ini, sampai jangan-jangan murid di sekolah ini sama semua sifatnya dengan dirimu sampai tak ada yang protes dengan sikap murahan mu itu. Sungguh miris jika memang begitu." Ucapku mulai merasa marah.
Haruto melotot padaku, " Apa katamu?" Geramnya.
Aku tersenyum miring tak ada gunanya mengeluarkan emosi pada orang seperti ini, dengan kata sindiran saja sudah cukup, " Terserah saja dengan kalian berdua atau boleh di bilang semua orang sekelas kalian berdua.... Jangan salahkan saya pada apa yang bisa terjadi sama Bapak Kepala sekolah yang terhormat, dan juga anaknya yang begitu terhormat, Tuan Haruto. Kalau nggak bisa saja dalam detik ini nama kalian sudah tercoreng di mata semua orang. Dan kalian tahu apa yang akan terjadi nantinya, sekolah ini akan memiliki nama yang buruk, dan bapak kepala sekolah yang terhormat akan kehilangan pekerjaannya dan menjadi bangkrut, sementara anaknya Tuan Haruto yang terhormat tak akan di terima di sekolah manapun lagi karena tingkah buruknya, oh maafkan aku sepertinya aku sudah membuat banyak kesialan di hidup kalian di hari pertama sekolahku, ternyata beginilah takdir bekerja dalam mengubah kehidupan seseorang."
Aku mengeluarkan handphoneku dan mulai untuk melakukan tugasku, Aku akan mengirimkan semua ini pada Asisten Dahyun untuk di posting di media sosial miliknya. Setelahnya Biarkan waktu yang bekerja dan semua akan terjadi begitu saja.
Shut......
Ponselku tiba-tiba di rampas oleh Haruto. Aku mencoba untuk mengambil handphone-ku kembali tapi dia langsung mengelak dan sepertinya melakukan sesuatu di sana. Haruto pun memberikan kembali handphoneku.
" I-Phone palsu." Ledeknya saat mengembalikan handphone itu.
Aku tak peduli dan langsung saja melihat apa yang sudah di lakukannya. Dan seperti apa yang sudah ku duga, ternyata dia sudah menghapus bukti semuanya.
" Hahahaha...." Aku mulai tertawa keras. Jika kalian tahu seperti, tawa Nanno dari film Girl From Nowhere. Rasanya begitu puas melihat dua orang bapak dan anak itu nampak merinding melihat tawaku, begitu pun Rose yang mundur beberapa langkah. Ini begitu menyenangkan sekarang. Aku tak tahu, tapi ini begitu lucu, dan aku juga sengaja mengencangkan tawaku.
Haruto pun nampak risih langsung menuju ke arah ku, dan menatap ke arah ayahnya, " Pak, keluarkan dia saja, udah gitu beres."
Rose berjalan mendekat pada kepala sekolah yang nampak masih bimbang dengan pilihannya," Pak, lebih baik anda menghukum Haruto saja. Dari pada Bapak kena imbasnya semua karir bapak jadi hancur. Kalo Jennie ketawa kayak gini aja bapak enggak takut, saya saja sudah gemetar Pak." Bisik Rose pada pak kepala sekolah.
Aku mendengar bisikan itu, dan mencoba untuk menahan tawaku sekarang. Rasanya sekarang sudah cukup berlebihan. Jadi lebih baik berhenti tertawa dan mulai fokus kembali pada apa yang ada di hadapanku sekarang.
" Rose, lebih baik kita lupakan mereka sekarang.... Biarkan mereka." Ucapku mulai memainkan kembali handphoneku.
" I-iya Jen." Jawab Rose gugup.
Tuttt...tuttt...
( Panggilan berdering )
Tak lama panggilan itu pun terangkat....
" Dahyun, cepat datang ke sekolah baruku. Aku sudah mulai malas bicara. Bawa Kak Namjoon ke sini, katakan jika ini hal penting." Ucapku secara langsung tanpa ingin berbasa-basi.
Oh ya, Kim Namjoon adalah kakak sepupuku, dia ahli memulihkan data data yang telah di hapus dari ponsel atau pun teknologi lain. Boleh di bilang jika dia adalah seorang Hacker yang mengetahui banyak tentang teknologi.
" .... "
Aku memutar bola mataku, " Setelah ke sini kau pasti tau." Singkatku.
" Bawa-bawa keluarga gak ada untungnya, kenapa gak bawa sedesa aja." Ledek Haruto.
Aku hanya tersenyum.
Dan kami pun menunggu di ruangan ini selama hampir satu jam walau dengan ejekan-ejekan yang begitu menyinyir saat menunggu, dan tak lama, dua orang yang di tunggu pun datang memasuki kantor.
Dahyun, dan Namjoon sepupuku sudah datang, dengan tass Macbook yang ada di tangannya.
" Nona muda, ada apa?" Tanya Dahyun yang baru saja datang dan mendekat ke arahku.
" Ekhem..." Aku berdehem, dan lalu berjalan pada Namjoon yang berdiri tegap di sana. Aku pun memberikan handphoneku padanya.
" Kak Namjoon, tolong kembalikan bukti-bukti bullying yang sudah di hapus anak lelaki tinggi itu." Aku berkata sambil menajamkan mataku pada Haruto yang nampak bingung saat ini. Begitu pun Pak Kepala Sekolah yang juga bingung.
" Dia membully-mu?" Tanya Namjoon dengan tajam.
Aku menggeleng, dan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Konglomerat, Jenlisa
HumorGenre: Comedy, Romansa, Misteri. Deskripsi: Jennie Kim, anak dari Konglomerat nomor satu Asia. Menjadi orang kaya tidak membuat Jennie Kim menjadi sombong namun malah berbeda, dia ingin hidup mandiri, belajar seperti mandirinya kedua orang tuanya ya...