23

1 1 0
                                    

Maudy berjalan menuju kamar nya tapi langkah nya terhenti ketika melihat kamar Rio pintu nya terbuka jiwa-jiwa kepo nya pun langsung muncul.

Lalu ia pun memutuskan untuk mengintip sedikit dan saat melihat ke dalam matanya menangkap Rio yang sedang melamun karena penasaran Maudy pun memutuskan untuk masuk.

Tok tok tok

Rio segera menoleh ke arah Maudy yang seolah meminta ijin untuk masuk lalu ia menganggukkan kepalanya.

Maudy segera berjalan ke arah Rio dan duduk di sebelah nya ia menatap raut wajah Rio yang seperti nya banyak pikiran.

Jiwa kepo nya pun meronta-ronta dirinya sangat ingin tahu jika Rio sudah diam seperti ini berarti akan ada hujan badai karena c paling pecicilan jadi diam kayak patung itu aneh.

"Kenapa lo?" tanya Maudy menatap intens wajah Rio dari arah sisi kanan nya.

Rio diam sejenak sebelum berkata "Gapapa" jawab Rio.

Maudy mengangkat kedua bahunya pertanda geli mendengar kata itu "Kek cewek lo" ejek Maudy "Cerita bang jangan di pendam sendiri, lo juga manusia butuh orang buat dengerin curhatan lo" lanjut Maudy menepuk pundak Rio yang hanya bertindak lesu.

Rio tampak berpikir sejenak ucapan adiknya itu ada benarnya juga tapi kan laki-laki pasti ga akan pernah cerita karena takut di anggap lemah.

Tapi kali ini dirinya akan bercerita sebab memendam sendiri itu tidak enak apalagi waktu memandam nya sudah sangat lama.

Rio membuang nafas panjang sebelum akhirnya ia menatap Maudy "Gw.."

"Lo mikirin Tasya?" Maudy memotong ucapan Rio karena feeling nya mengatakan jika saat ini Abang nya sedang memikirkan sahabatnya.

Rio kembali diam mendengar pertanyaan itu dirinya memang sedang memikirkan Tasya bahkan setiap malam sejak dimana mereka putus.

Maudy mengembuskan napasnya inilah yang membuat nya tidak ingin berpacaran jika pacaran hanya untuk saling menyakiti buat apa di jalani "Penyesalan emang selalu datang di akhir" ujar Maudy.

Lalu ingatan Maudy pun kembali pada kejadian beberapa tahun yang lalu "Lagian lo udah tau Tasya sebaik itu sama lo kenapa di sia-siakan, lo ingat waktu dulu kaki lo keseleo karena main bola terus waktu itu jadwal Tasya harus ke luar negeri sama keluarga nya tapi dengar kabar lo kayak gitu dia langsung batalin dan mutusin untuk ga ikut sama keluarga nya" omel Maudy ia tidak menyangka jika Rio akan menyakiti Tasya walaupun ia tidak tahu jelas apa masalah nya.

Dirinya kadang bingung harus memihak yang mana Rio Abang nya atau Tasya sahabatnya tapi sesama perempuan sudah jelas Maudy memilih Tasya karena yang cowok ketahui hanyalah menyakiti hati pertempuran tanpa melihat seberapa banyak air mata yang membasahi kedua pipinya

"Terus nemenin lo sampai sembuh" Maudy kembali berbicara.

Rio hanya diam dirinya juga selalu mengingat kejadian itu "Gw ingat" ucap Rio.

"Makanya jadi cowok itu harus bersyukur cewek sebaik Tasya lo sakiti" ujar Maudy memojokkan posisi Rio agar semakin merasa bersalah.

Rio berdecak pelan mendengar itu bukan nya di bantu malah terus di salahkan padahal tanpa di salahkan oleh orang lain pun dirinya sudah merasa sangat bersalah "Lo bukan nya bantuin gw malah makin buat gw merasa bersalah" pekik Rio.

Maudy mengernyitkan keningnya menatap tak percaya ke arah Rio padahal niat nya hanya membantu sekaligus mengingat kesalahan nya saja tidak lebih "Yeh gw harus bantu apaan coba"

"Makanya pacaran biar tau caranya gimana" Rio langsung menjtak kening Maudy walaupun ia tahu jika Maudy tidak akan merasakan sakit karena dirinya tidak menjitak nya dengan keras.

Maudy mengangkat kedua bahu nya apa pacaran? Oh tidak mungkin dirinya pacaran terkecuali sama Jaemin "Idih ogah gw kan udah punya suami jadi buat apa"

Rio langsung ingat jika adiknya ini seorang pecinta K-Pop "Nah itu dia yang buat lo ga pernah pacaran karena haluin suami yang ga akan pernah lo dapatin"

Maudy memutar bola matanya malas pacaran saling menyakiti aja bangga "Setidaknya gw ga di sakiti" sindir Maudy.

"Tapi sekali nya ada rumor nangis langsung lo" Rio ikut menyindir ia tidak mau kalah dari Maudy yang sudah menyindirnya, ia kira hanya dirinya saja yang bisa.

"Ya itu resiko lah" elak Maudy mencoba membela dirinya walaupun yang di katakan Rio memang benar adanya.

Rio belum puas sama sekali menjahili Maudy lalu ia memikirkan sesuatu "Nih ya kalo misalnya bias lo itu nikah gimana?"

Maudy langsung menatap tajam ke arah Rio lalu ia tahu jika saat ini Abang nya hanya sedang memancing untuk menjahili nya saja.

Senyuman penuh arti terukir dari bibir Maudy ia tahu apa yang harus di lakukan "Kalo misalnya Tasya nikah gimana?" tanya Maudy dengan menaikan sebelah alisnya.

Skakmat Rio langsung kena mental mendengar itu ia kira dirinya akan bisa lebih menjahili Maudy tapi dirinya lupa jika salah memilih orang.

Melihat ekspresi Rio yang langsung diam setelah mendengar pertanyaan itu membuat Maudy tersenyum penuh kemenangan.

Mungkin Rio kita akan dengan mudah nya menjahili Maudy oh tentu tidak semudah itu.

"Mampus lo gak bisa jahilin gw" ejek Maudy.

Rio menatap Maudy yang seperti nya puas menjahili nya, niat hati ingin menjahili tapi malah ia yang kena nasib punya adik yang pintar menjawab.

"Lo kenapa sih pintar membalikan pertanyaan" ujar Rio seolah tak percaya sebab jika dirinya berniat menjahili atau memanasi Maudy pasti akan dirinya yang kena, definisi siapa yang tanam dia yang akan petik.

"Istrinya nana gitu loh" ucap Maudy membanggakan dirinya membuat Rio memutar bola matanya malas.

Rio membuang nafas panjang jika dirinya terus bersama Maudy maka kepalanya akan meledak "Udah sana lo keluar dari kamar gw" usir Rio.

Maudy mendengus kesal mendengar itu padahal dirinya belum puas membuat Rio semakin terpojok tapi ya mau bagaimana lagi besok masih ada waktu.

Maudy bangkit dan berjalan ke arah pintu tapi saat hendak menutup nya ia menoleh ke arah Rio yang masih menatap nya "Gamon elit balikan sulit" ejek Maudy terdengar sangat meremehkan.

"Chuaks heula att 'CHUAKS' nah gitu kan tambah savage" lanjut Maudy dengan senyum menantang nya.

Mendengar itu Rio langsung bangkit dari duduknya dan berlari menghampiri Maudy yang tampak mengejeknya.

Melihat itu Maudy langsung panik tapi ia ingat jurus andalan nya jika situasi sudah seperti ini "Papa, bang Rio jahat sama Maudy" teriak Maudy dari lantai 2.

"Rio kamu jangan jailin adik kamu" suara bariton itu terdengar sangat jelas di telinga keduanya.

"Bukan salah Rio pa" elak Rio karena ini memang bukan salahnya tetapi tetap saja nanti dirinya yang akan salah kita tunggu saja.

"Ngalah Rio" sekarang bukan Bastian yang bicara melainkan Kanaya.

Rio berdecak pelan mendengar itu lalu ia menatap Maudy, sudah ia tebak pasti akan seperti ini.

Maudy menjulurkan lidahnya mendengar pembelaan dari kedua orang tua nya setelah itu ia langsung berlari ke arah kamarnya meninggalkan Rio yang masih terlihat sangat kesal berbeda dengan Maudy yang tertawa bahagia.

Rio memutuskan untuk kembali ke kamar nya lalu pandangan nya tertuju pada Poto yang ada di atas meja belajar nya.

Ia memegang Poto yang ternyata itu adalah Tasya yang sedang tersenyum bahagia di taman saat dulu ia bermain dengan nya dan Rio paling suka jika memotret Tasya secara diam-diam.

Tapi itu sudah lama tidak ia rasakan kembali dan ia sangat merindukan nya, andai saja waktu bisa di ulang mungkin ia tidak akan kembtingkan hobi nya padahal sudah jelas Tasya mengijinkan dan tidak pernah melarang nya bahkan Tasya selalu memberikan nya support tapi dirinya lah yang terlalu egois.

"Maafin gw sya" gumam Rio terdengar sangat pelan ia menyesali perbuatannya dulu  "Apa masih ada harapan buat kita balik kayak dulu lagi?" lanjut nya bertanya pada diri sendiri.







SERENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang