Serena dan Maurin mengobrol banyak hal tanpa terasa hari sudah semakin malam, melihat itu Serena langsung membulatkan matanya ia yakin akan ada huru-hara saat nanti sampai rumah.
"Rin balik yok gw takut di jadikan daging cincang" pekik Serena terdengar sangat panik dirinya langsung memasukkan dan memakai kembali jaket nya.
Maurin yang mendengar itu tak kalah panik sebab dirinya juga akan sama di marahi oleh papa nya belum lagi dirinya lupa jika Serena adik nya Deon "Astaghfirullah ayo lah gw juga takut di marahin" ucap nya.
Lalu mereka berdua pun langsung berlari ke arah mobil dan tujuan utama nya adalah rumah Serena, awalanya Serena menolak di antar pulang oleh Maurin sebab ia tahu jika Maurin harus mengantar nya pulang maka akan semakin malam Maurin sampai rumah.
Tetapi Maurin tetap bersikeras untuk mengantarkan Serena pulang sebab dirinya yang telah menjemput Serena jadi ia juga yang harus mengantarnya.
Di mobil mereka berdua hanya bisa panik tetapi panik pun untuk apa semua nya telah terjadi.
"Na gimana dong gw takut lo di marahin bang Deon" ucap Maurin merasa tidak enak ketika melihat ekspresi Serena yang panik.
Serena langsung menoleh ke arah Maurin ia baru ingat sepanik apapun lo jangan pernah perlihatkan pada orang lain "Gw lebih khawatir sama lo Rin"
"Kita keasikan ngobrol jadi gini" Maurin mengerutuki kebodohan nya ia melupakan satu hal yang sangat penting.
Argh sial mengapa harus seperti ini padahal baru jam 22.00 tapi mereka berdua merasa panik karena itu lebih dari batas yang di tentukan oleh keluarga nya, mereka bukan tidak bersyukur hanya saja kecewa pada diri sendiri karena telah menghancurkan batas itu.
"Gapapa ini ga terlalu malam mau di marahin atau engga itu udah resiko kita, tapi tadi gw ijin sama bokap" ucap Serena terdengar tenang walaupun ia tahu jika Deon akan tetap marah karena tadi saat ia lihat di wa nya, Deon sama sekali tidak membaca chat nya.
Maurin menganggukkan kepalanya sebab ia juga sudah ijin terlebih dahulu tapi rasanya seperti tidak ijin "Sama na gw juga ijin dulu tapi ga yakin sih kalo ga di marahin"
Keduanya langsung mengatur nafas dan mencoba untuk tenang meskipun jantung nya berdetak kencang, tak lama mereka pun sampai di komplek perumahan anggrek.
Semakin dekat jarak nya semakin berdetak kencang pula jantung nya apalagi Serena ia tahu jika saat ini Deon sudah menunggu nya di depan pintu.
"Thanks ya Rin" ucap Serena membuka pintu mobil Maurin untuk turun.
Tapi sebelum itu Maurin memegang tangan Serena terlebih dahulu ia masih merasa bersalah "Sorry ya na" ujar Maurin.
Serena menatap raut wajah Maurin yang terlihat sangat merasa bersalah "Ini salah kita berdua jadi mending sekarang lo balik gw khawatir sama lo"
Maurin menganggukkan kepalanya lalu ia meninggalkan Serena yang menatap nya dari luar gerbang sebab Maurin mengantar nya hanya sampai gerbang, bukan tanpa alasan itu di lakukan karena Serena yang meminta ia takut jika nanti Maurin yang akan kena marah oleh Deon.
Setelah melihat mobil Maurin yang sudah menjauh, ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan saat hendak membuka pintu ia merasa itu sangat susah dirinya tampak ragu.
"Oke Serena lo pasti bisa" ucap nya menyakinkan diri sendiri walaupun wajah nya sudah sangat panik.
Serena mengatur nafas nya lalu ia membuka pintu secara perlahan, harapan nya saat ini adalah Deon sudah tidur tetapi besok juga ia pasti akan kena omelan maut itu walaupun berharap Deon sudah tidur itu adalah hal yang paling mustahil.
"Assalamualaikum" salam Serena terdengar sangat pelan dan saat masuk ia bernafas lega karena dirinya tidak melihat Deon di ruang tamu.
Senyuman nya pun terbit dari bibirnya lalu ia berjalan pelan-pelan menuju tangga agar tidak menimbulkan suara.
"Darimana lo?" tanya seseorang dari arah belakang dan nada bicara nya terdengar sangat berat.
Mendengar itu Serena menghentikan langkahnya ia sudah tahu jika itu adalah suara Deon, lalu dirinya pun membalikkan badannya menatap ke arah belakang.
Saat menatap ke arah belakang ia langsung melihat mata elang Deon yang menatap nya tidak terlalu tajam tapi rasanya sangat beda dari biasanya.
"Lo bisa ga jangan pulang malam-malam begini, lo liat ini udah jam berapa" Deon langsung mengeluarkan semua kekhawatiran nya.
Serena menundukkan kepalanya walaupun Deon tidak membentak nya tetapi nada bicara itu mampu membuat nyali nya menciut "M-maaf" cicit Serena terdengar sangat pelan.
Deon mengusap kasar wajah nya tidak seharusnya ia berbicara sedingin itu pada Serena, lalu ia segera memeluk tubuh Serena yang sudah bergetar hebat mungkin karena rasa takutnya.
"Gw khawatir sama lo" ucap Deon yang sedari tadi dirinya tidak bisa diam memikirkan Serena.
Ingin sekali menyusul tapi ia tidak tahu dimana Serena nongkrong dan ingin menanyakan pada sahabat Serena pun tidak bisa sebab Deon hanya memiliki 8 kontak di wa nya.
Deon mengelus kepala Serena "Gw sayang sama lo jadi ga usah kayak gitu" gumam Deon.
Serena kini sudah menangis di pelukan "Maaf gw udah buat lo khawatir"
Deon menganggukkan kepalanya lalu ia menghapus air mata Serena yang jatuh karena ulah nya "Jangan di ulangi"
Serena hanya manggut-manggut saja mendengar itu dirinya tidak akan pernah mengulangi hal itu lagi.
"Sekarang istirahat ya jangan lupa makan, maaf karena gw udah buat lo nangis na" ujar Deon menghapus air mata yang sudah membasahi kedua pipi adiknya.
"Gapapa ini semua salah gw bang" Serena mencoba tersenyum ke arah Deon "Gw ke atas dulu ya" lanjutnya langsung berjalan ke arah tangga.
Melihat senyuman itu dan mendengar kata 'ini semua salah gw bang' membuat Deon semakin merasa bersalah.
"Argh lo bodoh Deon, lo udah marahin Serena bahkan buat dia nangis" Deon kembali mengusap wajahnya kasar.
Lalu ia memukul meja ketika mengingat kembali apa yang sudah ia lakukan pada Serena hingga membuat nya menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENA
Teen FictionSerena : Jaehyun no 1 soal lo? Mimpi. Maurin : Mark no 1 soal lo? Najis gw. Maudy : Jaemin no 1 soal lo? HALU. Tasya : Yuta no 1 soal lo? Nunggu balik aja lama. Rea : Jisung no 1 soal lo? Ga dulu baby Fino nomor 2. Kayla : Lu...