Di sana Marfel berdiri, sebenarnya sudah hampir setengah jam. Sebelumnya dia duduk di dekat lemari sepatu untuk melepas sepatunya yang basah, kemudian melihat sosok Bella berjalan dengan mata kosong menuju kamar mandi bersama tubuh yang basah. Marfel melihat sosok menyedihkan itu lagi, dia pernah melihatnya dan itu membuat rasa gatal yang tidak nyaman di dadanya.
Beberapa setengah tahun lalu lebih tepatnya, Marfel melihat sosok yang sama. Di pinggir jembatan, dia merokok sambil bersandar. Seakan tengah memerhatikan sebuah figur di depan matanya padahal hanya ada sungai besar disana, tetapi tidak ada seorangpun yang menyadari jika kepalanya tengah membuat skenario bunuh diri untuk dirinya sendiri. Dia sudah mengemasi semua barang yang dia miliki, bahkan ada beberapa yang dia jual dan uangnya dia berikan ke panti asuhan untuk membantu anak-anak yang tidak memiliki orang tua seperti dirinya.
Menoleh kala ada seorang pria dengan pakaian yang begitu pas di tubuh, walau terlihat sederhana, tidak bisa menutupi raut wajahnya yang menyatakan diri jika dia bukan orang biasa. Gerakan tubuh yang tegas dan formal, tengah memegang telepon sambil berbicara lumayan keras.
Di atas jembatan, di bawah sana adalah air sungai yang lumayan deras dengan bebatuan besar. Dia melihat kembali ke bawah setelah menilai lelaki di sebelahnya, sangat menganggu.
Kala itu Marfel menoleh pada sosok perempuan muda, dia merokok. Hal itu tidak membuat dia teralihkan lagi, Marfel segera membuang muka kembali untuk bicara tanpa berpikir hal buruk. Tempat ini adalah jembatan yang sering banyak orang kunjungi, tapi baru saja beberapa detik dia berpaling. Gerakan tiba-tiba dari sisinya terdengar dan dia melihat perempuan muda tadi itu sudah menaiki pembatas jembatan dan akan segera meloncat dengan pandangan yang begitu tegas dan yakin, matanya tidak memperlihatkan emosi lain selain keyakinan kalau dia akan mati setelah ini.
Marfel bergerak cepat dan melepas teleponnya, dia bergerak mengambil kedua tangan perempuan muda itu dan berteriak meminta tolong. Semua orang panik dan terkejut akan gerakannya, itu cepat dan tidak terlihat kalau dia akan bunuh diri. Bella pada saat itu sama seperti pengunjung lainnya, jembatan ini berada di ketinggian 700 meter dari permukaan.
Sungai di bawah deras dan memiliki bebatuan besar, apalagi sehabis hujan air sungai semakin deras bisa di yakini seseorang yang jatuh ke bawah sana akan segera meregang nyawa.
"Apa yang kamu lakukan, jangan berbuat hal nekat!!" Marfel berteriak di depan wajah perempuan muda itu.
Tetapi dia tidak memperlihatkan ekspresi apapun, bahkan penyesalan. Orang-orang di sekitarnya pun bahkan ada yang mempertanyakan tindakannya dan mencela, tetapi ada juga yang menahan diri juga menegur mereka yan berkata hal tak pantas. Perempuan ini pasti tengah dalam waktu-waktu buruk, tetapi semua orang malah mencela tanpa memberi solusi selain menambah perkara.
"Tenangin diri kamu nak, mungkin hari ini dan kemarin sangat berat. Tetapi kamu harus tau, kalau kamu yakin semua bakalan bisa berlalu." Ujar seorang ibu di sisi tubuhnya mengelus kepala perempuan yang hanya diam itu.
"Heh!" perempuan dalam pelukannya itu terkekeh mencela ucapan ibu-ibu di sebelahnya, Marfel mengenal seringa di mana jika dia tak percaya itu.
Matanya menatap keatas langit, dia bahkan tidak melihat kearahnya. Lelaki yang menyelamatkan Bella dari meregang nyawa, lengannya sempat terpentok sisi pembatas jembatan pun masih sakit. Ada merah yang terlihat di lengan kekar putih miliknya, beberapa orang akhirnya mulai bubar.
Tetapi perempuan muda ini malah memejamkan mata sambil bergumam tidak jelas dan setetes air mata keluar dari sudut matanya. Marfel sontak terkejut.
"Kenapa... kenapa masih hidup..." Gumam suara itu, dari bibir bergetar perempuan yang kini di tarik bahunya oleh ibu paruh baya di sisinya.
"Sudah nak, gapapa. Kamu boleh nangis, boleh kecewa bahkan marah. Itu adalah sebuah emosi yang dimiliki semua manusia, kamu boleh menangis, tangisi semua kesakitan kamu nak... gapapa. Gak ada yang akan salahin kamu..." Katanya yang mana berhasil menyulut sumbu emosi dari diri perempuan muda itu.
Bella menangis, bahkan tubuhnya bergetar hebat untuk pertama kali Marfel liat sosok manusia yang akan mengakhiri hidupnya. Dan mulai berpikir, sesakit apa pengalaman hidup yang dia lewati selama ini.
....
Matanya mengikuti kemana tubuh itu berjalan dengan handuk yang membalut tubuh kecilnya, ternyata pakaian besar yang dia gunakan mungkin saja untuk menutupi luka sayatan yang bekasnya terlihat nyata. Dari lengan atas sampai bagian bahu belakangnya.
Marfel masih di sana, memikirkan kisah lama itu.
Dan pintu kamar di dalam kosan adiknya terbuka, menampilkan sosok Bella yang keluar denagn sweater panjang yang menutupi semua bekas luka tadi. Bahkan tubuh besarnya yang terlihat jelas saja tidak dapat dia tangkap dalam pandangan mata Bella. Dia menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa kosan adiknya.
Melihat itu Marfel berjalan mendekat, dia melihat sosok itu wajahnya mengarah ke hadapan tv. Matanya masih sama, pandangan yang tak berharap dan menghentikan harapan itu ada pada dirinya sendiri. Tetapi selama ini, hal yang dia liat saat Bella di hadapan adiknya adalah sosok berbeda. Benar-benar jauh berbeda.
Bella seperti kehilangan dirinya kala sendiri, dia cukup khawatir akan hal ini.
"Bella." Panggil Maferl akhirnya membuat yang di panggil bangun dengan cepat dan menatap dengan mata melotot.
Bella menegakkan punggungnya terkejut, "Ngapain di sini?!"
"Cuman mau liat kamu." Jawab Marfel memutari sofa dan duduk di atasnya.
Dia datang kemari karena khawatir, adiknya tidak tau jika sahabatnya sendiri mengalami depresi. Bella kehilangan harapan pada dirinya sendiri, teapi bersyukur karena Rasya selalu ada di sisi Bella dengan paksaan. Sebab saat dia sendiri, sosok monster dipikiran akan selalu muncul memberikan intruksi gila untuk menghilangkan rasa sakitnya.
Bella kemudian membuang muka, keduanya saling kenal karena kejadian di mana Marfel gagalkan niat bunuh dirinya. Dan semakin terkejut kala dia pindah untuk ikut tidur di kosan Rasya, malah bertemu dengan laki-laki brengsek ini. Bella tidak menyebut Marfel penyelamatnya, hal itu malah dia anggap sebagai tindakan yang merugikan dirinya.
Sekarang dia jadi selalu berpikir dua kali untuk bunuh diri, kesal sekali.
Bella jadi sering menghindari pertemuan dengan Marfel dan membuat sebuah kesepakatan untuk tidak memberitahukan tentang penyakit dan juga tindakan bunuh diri yang dia lakukan, cukup hal itu menjadi rahasia. Karena sampai saat ini, Kayla maupun Rasya tidak tau apapun tentang dirinya selain apa yang dia beritahukan olehnya adalah perkara yang terlihat di permukaan saja.
Marfel mencekal tangan Bella yang bangkit berniat meninggalkan,"Mau kemana?" tanya Marfel.
"Lepasin, gue mau ke kamar!" Bella menjawab kesal, mencoba melepas pegangan di pergelangan tangannya.
Marfel lebih keras kepala dari Bella menarik perempuan itu lebih kuat dan jatuh dalam pelukannya,"Sini aja, temenin gue."
"Anjing!!"
Marfel meraup wajah Bella dan memberikan kecupan di pipinya,"Ssshhh... calon istriku gak boleh berkata kasar, gak cocok sama sifat lemah lembut kamu."
"BACOT—" Bella berhenti bicara karena bibirnya betulan di cium tanpa ijin oleh Marfel yang langsung membuatnya murka.
Tapi tangan Marfel lebih besar, dia meliputi tangan kecil Bella yang kurus itu dalam genggaman hangat miliknya. Bella tidak nyaman dengan rasa hangat ini, dia selalu kedinginan dan sendiri, jadi tidak mau membiasakan dengan rasa yang baru. Apalagi perhatian dari Marfel yang di landaskan rasa kasian padanya, dia tidak perlu rasa iba dari manusia lainnya.
Dia sudah cukup hanya dengan dirinya sendiri yang mengasihani kehidupannya yang tidak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Milik Pak Dosen. [Rewrite]
ChickLit[ROMANCE-COMEDY] Namanya Makayla Arzety Gunawan. Mahasiswa semester 6 yang percaya diri dengan tubuh berisi namun dianggap gempal oleh banyak orang. Dia punya kekasih sayangnya orang-orang tidak percaya dan menganggap dia sinting, tentang pacar kha...